Perluasan ruang-waktu seperti itu akan mengakibatkan suhu menurun terus sampai ke titik nol absolut, sehingga semua proses fisika terhenti dan entropy mencapai titik terendah seperti tergambar oleh hukum III thermodinamika. Semesta dalam skenario ini berakhir dengan Big Freeze.
Perluasan semesta juga akan menyebabkan energy density semakin lemah, ditambah dengan desakan dark energy yang terus membesar tanpa batas, maka semesta akan robek terkoyak. Inilah akhir semesta dengan Big Rip.
Jika perluasan semesta diikuti transformasi semua materi menjadi energi serta black hole decay menyebabkan energi semesta bertambah besar dan membentuk kembali pure energy yang sangat panas, maka ruang-waktu runtuh ke dalam Big Heat.
Tapi jika amplifikasi gravitasi dan dark matter berlangsug lebih epat dan besarannya mengalahkan desakan dark energy, semesta akan menciut kembali dan berakhir dengan Big Crunch.
Â
Inilah rundown ketiga seperti diilustrasikan oleh ayat kesebelas surat at Takwir dan merupakan rundown proses ketiga juga dalam perspektif kosmologi yaitu proses kehancuran ruang-waktu, semesta, atau disebut langit dalam diksi al Qur'an.
Apakah pendekatan seperti ini terhadap al Qur'an dan tafsir Qur'an dibenarkan?
Coba perhatikan surat al Ghasiyah ayat 17 - 20 yang bertanya bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung ditancapkan, dan bumi dihamparkan. Tantangan dalam keempat ayat tersebut bisa dijawab dengan surat lainnya dalam al Qur'an, dengan lisan Nabi melalui hadist, dengan filsafat atau meminjamkan filsafat Aristoteles, Plato, dan Socrates, dan yang terbaru adalah dengan sains.
Keempat ayat ini dan banyak ayat lainya yang senafas mengajak kita untuk berpikir dalam kerangka sains. Sains dengan konteks ini masih bisa dibenarkan, bahkan memperkuat argumen ayat, di samping akan terasa lebih mengena dalam konteks masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H