Menang Pilpres dari hasil rasa kasihan dan belas kasih rakyat tidak memalukan kok, sebab ada yang menang dari hasil playing victim dan juga ada yang menang karena ndeso aja tetap pede 2 periode.
Misi, visi, dan program kerja yang baik hanya dibutuhkan ketika nanti terpilih sebagai presiden, tapi tidak cukup "ngangkat" perolehan suara dalam masyarakat baperan.
King Maker dan Golkar
Tidak lupa untuk mempertimbangkan gerakan para king maker seperti Megawati, Luhut, dan Jusuf Kalla, serta juga Golkar untuk melakukan estimasi terhadap siapa pemenang pada Pilpres 2024.
King maker berkaitan dengan kekuatan mobilitas dana dan massa, serta dukungan profesional dan sistem. Rekayasa teknis dan rekayasa sosial juga berada dalam kapasitas mereka. Jangkauan kuasa mereka bahkan mencapai pps, saksi, dan petugas penghitungan suara.
Sementara Golkar walaupun bukan kekuatan politik yang besar kini, tapi tokoh-tokoh dan kader-kadernya masih mempunyai daya bergaining yang tinggi. Itu belum lagi dengan kebiasaan Golkar untuk selalu berada dalam pemerintahan, yang artinya Golkar mempunyai perhitungan dan firasat yang baik tentang siapa yang akan menguasai pemerintahan.
Tidak bisa diabaikan juga dalam mempengaruhi kemenangan seorang capres adalah peranan para cukong politik.
Cukong Politik
Biaya kampanye pilpres itu sangat besar. Para capres sering tidak punya cukup dana pribadi untuk itu. Cukong-cukong politik menjadi solusi jitu untuk masalah ini. Kontribusi para cukong politik ini bisa berbentuk hibah, hutang, ataupun konsesi tertentu.
Poin ini mungkin bisa menjadi jawaban atas pertanyaan kenapa ketika menjadi Wapres SBY, JK begitu bersinar sementara ketika menjadi Wapres Jokowi dia tenggelam. Kita menduga mungkin kontribusi finansial JK terhadap biaya kampanye SBY sangat besar, sedangkan untuk Jokowi kontribusi finansial terbesar sudah diisi cukong yang lain.
Serangan Fajar