Mengubah Bencana Sampah Plastik Menjadi Berkah Ekonomi Sirkular
Sesuatu yang kita anggap tidak memiliki utilitas atau utilitasnya sudah habis, maka kita sebut itu sebagai sampah. Tapi bagaimana ketika kita mampu terus memberikan nilai tambah pada sesuatu itu sehingga utilitasnya bisa dipertahankan dan bahkan bisa ditingkatkan?
Dalam kondisi ideal seperti ini tentu tidak ada istilah sampah. Gunungan plastik yang kita anggap sampah dan bahkan bencana itu akan berubah menjadi berkah ketika kita mampu mengembangkan kreativitas dan teknologi untuk memanfaatkan kembali plastik itu menjadi barang yang mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi.
Inilah inti dari ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular mempunyai dua sifat utama yaitu restoratif dan regeneratif melalui proses recycling dan upcycling. Bila produk itu didaur ulang menjadi produk serupa atau produk asalnya, kita menyebutnya recycling. Tapi ketika kita ubah itu menjadi produk lain, itulah upcycling.
Dengan recycling dan upclycling itu suatu saat nanti sampah plastik akan diburu seperti halnya emas.
Dengan "emas" yang berserakan di mana-mana dan menggunung tinggi itu, pemulung sampah plastik botol air kemasan dan kantong keresek bisa menjadi pekerjaan bonafid. Ekonomi sirkular sampah plastik ini akan menjadi bisnis bernilai puluhan triliun dolar dalam waktu dekat.
Saat ini memang para pemulung masih memilih-milih sampah plastik yang akan mereka angkut. Salah satu plastik favorit adalah plastik berjenis PET yang banyak digunakan untuk botol atau kemasan air mineral. Sedangkan plastik keresek hampir tidak dihiraukan. Dengan ekonomi sirkular yang maju, maka sampah keresek plastik ini pun akan bernilai ekonomi tinggi. Jika demikian penggunaan plastik keresek tidak perlu lagi dibatasi ataupun dilarang.
Ketika industri padat karya nasional berbasis industri tekstil runtuh karena kesalahan strategi industri nasional secara keseluruhan, maka ekonomi sirkular ini bisa menjadi alternatif penggantinya.
Berikut ini beberapa contoh potensi ekonomi sirkular plastik yang dapat mengubah bencana sampah plastik menjadi berkah di masa depan. Ada lima produk disebutkan di bawah ini sebagai upaya upcycling sampah plastik.
1. Chip Karbon sebagai anoda pada baterai lithium ion sebagaimana dijelaskan pada Jurnal ACS Omega pada tanggal 17 Desember 2018. Proses ini dilakukan dengan merendam plastik pada asam sulfat sebagai langkah awal.
2. Syngas dan Asam Glikolat yang prosesnya diuraikan dalam Jurnal Nature Synthesis tanggal 9 Januari 2023. Proses yang dijelaskan di sini bisa menghasilkan output lainnya yang bernilai ekonomi dengan mengubah sejumlah parameter dalam reaktornya.
3. Gas Hidrogen dan Karbon Nanotube dengan menggunakan katalis alumunium oksida dan oksida besi. Prosesnya dijelaskan dalam Jurnal Nature Catalysis tanggal 12 Oktober 2020.
4. Foam seperti diuraikan dalam AIP Publishing tanggal 29 Juni 2021.
5. Resin yang digunakan dalam 3D Printing seperti dimuat pada Jurnal Royal Society of Chemistry edisi 22 tahun 2022.
Walaupun kelima teknologi tersebut masih dalam skala laboratorium, tapi ini telah membuka peluang bagi tumbuhnya ekonomi sirkular plastik yang bernilai ekonomi tinggi.
Ekonomi sirkular memang tidak melulu berkaitan dengan produk plastik, tapi juga produk elektronik, kendaraan bermotor, limbah rumah sakit, limbah kimia, carbon capture, dan limbah nuklir. Teknologi penanganan limbah termasuk teknologi yang tertinggal dan terbelakang dengan tingkat kemajuan yang rendah. Padahal masalah yang diakibatkan dari penanganan limbah yang tidak tepat dan lambat akan mengancam peradaban dan eksistensi manusia.
Melihat besarnya pasar ekonomi sirkular ini serta laju pertumbuhannya yang tinggi sudah selayaknya Indonesia mengembangkan ceruk ekonomi ini. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mengembangkan riset dan teknologi penanganan limbah. Teknologi plastic reducing dan carbon capture yang sudah matang yang dikembangkan di luar negeri pun seharusnya segera saja diadopsi.
Ekonomi synbio dan ekonomi sirkular dapat dikembangkan bersamaan sehingga kita bisa keluar dan tidak tergantung dari ekonomi konvensional. Ekonomi konvensional yang digerakkan oleh industri manufaktur, industri tekstil, industri komputer, industri hiburan, industri pariwisata, dan industri keuangan telah menjadi "red ocean economy" yang tingkat persaingannya tinggi. Negara-negara besar seperti USA, RRC, Rusia, India, Jepang, Korsel, Jerman dan Inggris sudah merajai sektor-sektor ini. Kita akan sulit bersaing di pasar ini.Â
Ekonomi sirkular saat ini masih menjadi "blue ocean economy", sehingga peluang meraih keunggulan di sektor ini masih sangat besar. Sayang sekali jika Indonesia melewatkan kesempatan ini.Â
Referensi:
https://phys.org/news/2019-02-upcycling-plastic-bags-battery.html.
https://techxplore.com/news/2023-01-solar-powered-plastic-greenhouse-gases-sustainable.html
https://phys.org/news/2020-10-plastic-hydrogen-gas-carbon-nanotubes.html
https://phys.org/news/2021-06-plastic-foam-combat-pollution.html
https://pubs.rsc.org/en/content/articlelanding/2022/gc/d2gc01745h
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H