Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Bagaimana Bersikap terhadap Realitas dalam Mekanika Kuantum

19 Maret 2023   07:59 Diperbarui: 9 April 2023   17:46 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana Bersikap Terhadap Realitas Kuantum

Walaupun didukung oleh metodologi yang kuat dan eksperimen yang konsisten, secara instuitif kita merasa ada yang salah dalam mekanika kuantum. Kesalahannya mungkin bukan dari segi metodologi, bukan dari segi eksperimen, ataupun sisi sains bakunya (yang dalam bahasa fisika kuantum biasa disebut sebagai measurement problem), tapi lebih kepada kesimpulan, implikasi, interpretasi, dan konsekuensinya terhadap realitas dan giat kehidupan kita sehari-hari.

Kita melihat ada kesenjangan yang besar sekali antara realitas kuantum dengan realitas kehidupan kita. Kesenjangan itu mirip dengan Kesenjangan antara intentional psychology  dengan behavioral psychology.

Behavioral psychology berkutat pada sikap, perilaku, kepribadian, ekspresi, dan tindakan seseorang. Behavioral psychology lebih mudah dipahami dengan pengamatan, pengukuran, penilaian, dan eksperimen, sehingga membuatnya terasa lebih empiris. Sementara hal yang sama sulit dilakukan pada intentional psychology.

Intentional psychology berusaha mengungkap isi jiwa, hati, emosi, dan niat seseorang. Bagaimana kita bisa menyelami kedalaman niat, jiwa, ruh, dan emosi? Ini pertanyaan yang tidak bisa dibilang mudah. Siapa yang bisa memastikan apa yang ada di pikiran seseorang, apa yang dia rasakan, rencananya, inner talking-nya, lintasan pikiran dan riak hatinya, dan niatnya yang sesungguhnya?

Sigmund Freud dan Carl Jung berusaha keras mengungkapkan misteri psikologi itu dan mencari jembatan antara intentional psychology dengan behavioral psychology. Metode yang digunakan pun bisa dikatakan aneh yaitu melalui mimpi, hipnotis, wawancara, dan asosiasi. Tapi kita secara instuitif sepakat itu tidak mampu mengungkapkan semua isi jiwa dan pikiran seseorang. Ini karena kita menyadari bahwa seseorang masih akan mampu menyembunyikan banyak hal tetap sebagai rahasia dirinya dan seseorang pun bisa memanipulasi perilakunya untuk mengecoh orang lain. Apa yang bisa kita jangkau hanya sebatas membaca niat yang tampil ke permukaan sebagai sikap, tindakan, dan ekspresi saja, selebihnya tetap rahasia.

Kegelisahan kita terhadap fenomena psikologi, juga adalah kegelisahan yang sama terhadap fenomena mekanika kuantum.

Kegelisahan seperti ini bukan cuma milik kita orang awam yang tidak paham secara detail ilmu fisika, tapi bahkan seorang genius fisika seperti Albert Einstein merasakan hal yang sama. Terlepas dari benar atau salah, Einstein mempunyai kegelisahan dan keraguan yang sama dengan kita orang awan dalam hal relasi realitas  kuantum tersebut dengan realitas keseharian kita.

Menanggapi realitas superposition, Einstein berkomentar God doesn't play dice. Bahkan Einstein mencemooh realitas entanglement sebagai spooky action at distance. Kita tidak tahu pasti bagaimana komentar Einstein terhadap realitas tunnelling, apakah dia juga akan sama seperti kita yang menganggap itu sebagai fenomena jin.

Neils Bohr mengatakan bahwa realitas kita dibangun oleh sesuatu yang tampaknya bukan sesuatu yang real. Superposition, entanglement, dan tunneling merupakan tiga prinsip dasar dalam mekanika kuantum, dan sulit bagi kita mengatakan ketiganya itu sebagai sesuatu yang real.

Bagaimanakah kita memahami dalam keseharian kita suatu objek yang ada dalam setiap keadaan dan setiap tempat pada waktu yang bersamaan dan simultan seperti dalam superposition?

Bagaimanakah kita mencari padanan atas dua buah obyek yang berpasangan erat sehingga yang satu bisa memengaruhi dan berkomunikasi dengan yang lain lebih cepat dari kecepatan cahaya seperti dijelaskan oleh mekanisme entanglement?

Bagaimana pula menemukan bukti adanya obyek yang bisa menembus halangan energi dan materi dalam kehidupan nyata kita seperti apa yang terjadi dengan mekanisme tunnelling dalam mekanika kuantum?

Kita dibuat bingung, takjub, aneh, dan takut dengan kenyataan bahwa hal-hal yang nyata tersusun oleh sesuatu yang nyaris tidak nyata. Bagaimana sistem fisika yang deterministik dibangun dari suatu sistem fisika yang probabilistik?

Sementara misteri bagaimana materi kimia bisa menjadi bentuk biologi yang hidup dan berkesadaran belum juga terpecahkan dan jembatan yang menghubungkan kimia dengan biologi belum ditemukan, maka realitas kuantum menambah panjang daftar misteri itu. Apa jembatan yang menghubungkan realitas kuantum yang probabilistik dengan realitas kita yang deterministik ini?

Ketika keseharian kita, yang dengan fasih bisa dijelaskan oleh fisika klasik atau fisika Newtonian, tidak dapat menjelaskan fenomena dalam fisika kuantum atau fisika elementer, maka ketika sejumlah orang justru membawa pemahaman kuantum itu untuk menjelaskan fisika Newtonian atau menjelaskan realitas empiris kita membuat kita bergidik takut dan heran. Jika "A" tidak bisa menjelaskan "B", bagaimana "B" akan mampu menjelaskan "A"?

Benar saja, hasilnya terasa aneh. Jadinya realitas empiris kita pun dipertanyakan kemudian dianggap tidak real sama seperti dalam level kuantum.

Dalam level kuantum waktu dan ruang itu tidak ada. Jika pemahaman itu dibawa untuk menjelaskan semesta atau universe, maka muncullah konsep seperti non locally universe.  Bahwa Bulan yang kita lihat itu tidak berada di suatu tempat tertentu di universe. Apa yang kita lihat itu cuma citra saja. Pemahaman ini kemudian mendorong kita lebih jauh lagi kepada konsep hologram universe yaitu semesta yang kita ada di sekeliling kita adalah hologram saja. Jika lingkungan di sekitar kita seluruhnya adalah hologram, maka kita ini sesungguhnya apa? Hologram juga? Hah? Iya! Hahaha..., jadi kesimpulannya kita ini cuma sebuah game komputer saja. Gila kan.

Jika didorong lebih jauh sampailah kita kepada pemikiran bahwa kita sebenarnya berada dalam alam pikiran suatu entitas yang lebih besar dan lebih agung. Walaupun terasa lebih transedendal dan spiritual, kesimpulan ini tetap tidak mengurangi keanehannya. Terutama terhadap konsekuensi religious dalam teks agama.

Tapi apakah semua kesimpulan itu benar. Tidak ada seorang pun yang tahu pasti. Kita pun tidak tau bagaimana mengkonfirmasikan kesimpulan itu.

Richard Feymann pernah berkata bahwa tidak seseorang pun yang memahami mekanika kuantum. Iya sebab yang ada dan yang kita tahu dalam mekanika kuantum cuma input dan output saja, kita tidak tahu pasti proses apa yang terjadi di dalamnya.

Dalam mekanika kuantum, kita hanya bisa menjawab pertanyaan tentang "apa", dan sedikit juga terbatas jawaban atas pertanyaan "bagaimana", tapi hampir sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan "mengapa".

Ketika partikel-partikel elementer bergabung membentuk atom, lalu membentuk unsur, molekul, dan senyawa dalam level kimia: ataupun membentuk materi dalam level fisika; ataupun organ, sistem organ dan individu dalam level biologi, maka sifat dasar partikel elementer itu yaitu berupa superposition, entanglement, dan tunnelling hilang sama sekali. Mengapa begitu? Pertanyaan ini masih belum terjawab. 

Jika realitas kuantum terasa seperti sihir dan absurd bahkan dalam realitas keseharian kita, kenapa kita masih memakainya untuk menjelaskan kehidupan keseharian kita?

Kita sudah cukup gila ketika Relativitas Khusus mengatakan bahwa waktu itu tidak ada ketika sesuatu itu bergerak pada kecepatan cahaya. Juga gila ketika Relativitas Umum mengatakan bahwa waktu pun tidak ada ketika sesuatu berada dalam gaya gravitasi yang sangat kuat seperti dalam Black Hole misalnya.

Duh, mekanika kuantum lebih sinting lagi dengan bukan saja waktu itu tidak ada, bahwa ruang pun tidak ada. Itu tidak lebih sinting daripada String Theory dalam mekanika kuantum yang menyatakan bahwa dimensi ruang dan waktu itu semuanya ada 11.

Lantas, bagaimana kita bersikap seharusnya terhadap realitas kuantum ini?

Sikap kita terhadap realitas kuantum ini terpecah menjadi tiga kutub yang saling berseberangan. Pertama adalah kita yang menolak mekanika kuantum, atau lebih soft mengatakan bahwa mekanika kuantum itu tidak lengkap. 

Agak sulit pada faktanya mengatakan bahwa mekanika kuantum ini tidak komplit setelah banyak sekali eksperimen yang memberikan hasil yang konsisten dan setelah banyak teknologi nyata yang bisa dibangun di atasnya.

Sikap yang kedua adalah menerima sepenuhnya mekanika kuantum dan menggunakan mekanika kuantum untuk menjelaskan realitas keseharian manusia. Sikap kedua ini bisa dikenali melalui pemikiran tentang konsep hologram universe dan locally universe. 

Sikap kedua ini bermasalah di dua titik yaitu pada implikasi dan konsekuensinya pada realitas keseharian kita, dan yang kedua adalah pada fakta bahwa sifat superposition, entanglement, dan tunnelling pada partikel sub atomik itu hilang ketika berikatan membentuk unsur, molekul, senyawa, materi, sel, jaringan, organ, sistem organ, organisme, dan benda-benda angkasa.

Pada titik ketiga, energi yang terkandung dalam partikel elementer tersebut dan terperangkap dalam materi fisika, kimia, biologi, dan kosmologi sangat besar sekali, dan itu tidak tertuang ke permukaan. Kesenjangan energi di level kuantum dengan di level-level di atasnya ini menyebabkan pemahaman kuantum tidak memiliki relevansi terhadap realitas keseharian kita.

Sikap yang ketiga menganggap bahwa sistem fisika probabilistik dalam mekanika kuantum adalah realitas yang berbeda dan terpisah dengan sistem fisika deterministik dalam kehidupan keseharian kita.

Sikap yang ketiga ini pun bukan tanpa persoalan. Dalam faktanya sistem fisika deterministik tersusun dan merupakan bagian integral dari sistem fisika probabilistik mekanika kuantum. Keduanya bukan dua bagian yang terpisah.

Jika pun memang sistem fisika deterministik dan sistem fisika probabilistik dalam mekanika kuantum adalah satu kesatuan tunggal, maka ada satu pertanyaan tertinggal yaitu bagaimana kedua sistem fisika yang saling bertolak belakang itu disatukan? Apakah kemudian Grand Unified Theory atau GUT, dan Theory of Everything atau disingkat ToE itu akan menjadi nyata? Bagaimana membangun theory itu?

Sungguh kita kecewa ketika sains tidak mampu menggambarkan realitas kita dengan utuh. Ini karena banyak misteri yang menjadi link antar realitas dan kesimpulan tidak ada dan tidak ditemukan. Link yang menghubungkan perubahan dari satu spesies menjadi spesies  lainnya dalam Teori Evolusi Darwin banyak yang tidak ditemukan. Begitu juga link yang menghubungkan intentional psychology dengan behavioral psychology, link yang menghubungkan kimia dengan biologi dalam abiogenesis, link yang menghubungkan fisika probalistik dengan fisika deterministik, dan link yang menghubungkan mekanika kuantum dengan relativitas umum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun