Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 Blunder Dalam Konstitusi Indonesia

17 Juni 2022   11:51 Diperbarui: 8 Juli 2022   07:08 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita perlu menghapus jejak Partai Politik dari kekuasaan eksekutif, dan menyediakan sepenuhnya kekuasaan legislatif untuk mereka. Bahwa Partai Politik adalah kawah candradimuka yang menghasilkan politisi atau eksekutif handal adalah mitos dalam kasus Indonesia. Partai Politik lebih suka mencalonkan artis atau orang-orang ternama lainnya untuk posisi eksekutif baik di tingkat daerah maupun pusat, ketimbang mencalonkan kader mereka sendiri.

UU yang mengatur Presidential Threshold merupakan turunan dari ayat 2 pasal 6A UUD 1945, sehingga jika ingin menghapus aturan tersebut maka ayat 2 pasal 6A UUD 1945 harus diperjuangkan untuk dihapus juga. Ayat inilah yang menginspirasi pemberlakuan aturan Presidential Threshold. Jika ayat ini tidak dihapus, maka kedudukan hukum UU tentang Presidential Threshold menjadi kuat dan upaya untuk melakukan yuditial review atas UU yang mengatur Presidential Threshold akan selalu gagal.

Ayat 2 Pasal 6 A ini pula yang memformat baik langsung maupun tidak langsung simbiosis antara kekuasaan eksekutif dan legislatif yang membuat Parlemen menjadi mandul. Partai Politik dalam Parlemen terikat kontrak politik untuk mendukung apa pun langkah eksekutif.

Konstitusi Indonesia memang menganut Konsep Trias Politica, tapi semangatnya adalah semangat simbiosisme antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, bukan semangat fragmentasi yang menjamin mekanisme check and balance menjadi tajam. Semangat simbiosisme membuka lebar-lebar peluang terbentuknya Oligarki Kekuasaan dan Dinasti Politik.

Berikut ini 4 simbiosis antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang dipicu oleh ayat 2 pasal 6A UUD 1945

1. Calon Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik. Ketika sudah menjadi Presiden, Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri. Tapi Menterinya berasal dari Partai Politik.

2. Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sementara anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

3. Hakim Konstitusi diusulkan oleh Presiden, Mahkamah Agung, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sementara Presiden, Hakim Agung di Mahkamah Agung, dan mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat bisa berasal dari Partai Politik yang sama.

4. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-undang, tapi harus mendapatkan persetujuan bersama dengan Presiden. Tapi tetap tidak akan dihasilkan UU yang kritis sebab baik Presiden maupun mayoritas DPR berasal dari Partai Politik yang sama atau yang terikat oleh suatu  kontrak politik.

Tanpa segmentasi yang ketat, maka kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif bisa berkumpul di satu Partai Politik, sehingga memungkinkan kekuasaan berada di satu kelompok, satu orang, atau satu dinasti keluarga. Dalam sistem konstitusi seperti ini oligarki kekuasaan dan dinasti politik adalah niscaya dan bisa jadi legal.

Apa sumber semua ini? Itu adalah ayat 2 Pasal 6 A UUD 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun