Law of attraction banyak digunakan oleh sekian banyak orang yang berambisi sangat untuk kaya raya. Tapi kita kritisi pendekatan LoA itu dengan dua pertanyaan saja.
1. Berapa banyak orang-orang yang menjalankan teknik LoA itu meraih kekayaan yang luar biasa?
2. Berapa banyak orang-orang yang mencapai kekayaan yang luar biasa menjalankan pendekatan LoA itu?
3. Apakah tingkatan rasa syukur dan sedekah sebagai bentuk dari praktek LoA berbading lurus dengan pencapaian materi?
Syukur Dengan TulusÂ
Aku bersyukur, maka aku mujur. Â Rasa syukur yang penuh pamrih. Bersyukur dengan sebuah pamrih bernama kemujuran. Ada apa dengan cinta kita, sehingga segala sesuatu harus dengan pamrih, sehingga segala sesuatu harus diukur dengan materi, harta, dan uang? Barangkali Rangga tau jawabannya.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." QS. Ibrahim:7
Sekarang segala sesuatunya serba terbalik.
Sekarang orang-orang diajari bersyukur agar mujur. Diajari sholawat agar berbanda dan berduit. Diajari sedekah agar harta dan rezeki berlimpah. Diajari sholat subuh, tahajud, dan dhuha agar cepat kaya.
Ini sungguh tidak tau adab. Jadilah tidak beradab. Orang-orang ini jadi seperti preman yang memalaki Tuhan agar menyerahkan khazanah yang dimilikiNya. Ini seperti memperkosa Tuhan agar menuruti nafsu orang-orang itu untuk menjadi kaya raya.
QS. Ibrahim ayat 7 itu adalah ayat favorit bagi penganut law of attraction, affirmasi, dan NLP.
Dulu Ulama dan orang tua kita mengajari kita untuk beribadah dengan penuh adab. Untuk menghadirkan hati dalam setiap laku ibadah. Beribadah dengan khusyu, ikhlas, mahabbah, dan ridho. Sebab dengan begitu semua fadilah ibadah didapatkan.
Bersyukur dengan rasa cemas takut miskin dan bersyukur, dengan mahabbah jelas dua hal yang sangat berbeda.
Bersedekah dengan takut miskin dan ambisi menjadi kaya jelas berbeda, dengan bersedekah dengan mahabbah (cinta), ridho (bahagia dan damai), dan ihsan (pencerahan).
Ridho bukan saja melibatkan perasaan pasrah dan penerimaan, tapi juga perasaan cinta, bahagia, dan damai.
Ridho yang tercakup di dalamnya rasa cinta, bahagia, dan damai adalah vibrasi psikologis tinggi. Vibrasi Psikologis tertinggi menurut David R. Hawkins dalam Map of Consciousness adalah Pencerahan. Pencerahan dibangkitkan dengan sikap curious, rebellious, dan kritis. Sikap curious, rebellious, dan kritis itulah yang merangsang kreativitas dan inovasi. Inilah sikap positif itu. Inilah yang dimaksud dengan berpikir positif itu. Salah besar jika berpikir dan bersikap positif itu dipahami sebagai sikap pasrah dan sikap penerimaan atas segala realitas yang ada. Pasrah dan penerimaan termasuk vibrasi rendah dalam Map of Consciousness.
Sungguh tanpa mahabbah, ibadah kita bermasalah.
Kita dengan rendah hati mengakui bahwa pengaruh syukur dan beragam laku ibadah sebagai magnet rezeki adalah pseudoscience. Karena korelasinya inkonsisten di mana penuh dengan anomali dan paradoks.
Ketika dihadapkan kepada fakta bahwa mereka yang tidak pandai bersyukur dan jauh dari laku ibadah tetap berlimpah rezekinya, maka kita berkilah dan berdalih itu adalah ghurur dan istiraj.
Dari sisi sains dalih ghurur dan istiraj sebenarnya sangat memalukan. Dalih ghurur dan istiraj secara nyata menunjukkan inkonsisten, anomali, dan paradoks.
Siapakah itu orang-orang terkaya di dunia?
Siapakah itu muslim dan abid yang menjadi orang-orang terkaya di dunia?
Siapakah itu penjahat besar dan perampok terbesar di dunia yang menjadi orang-orang terkaya di dunia?
Jawaban apapun terhadap ketiga pertanyaan di atas, semuanya tidak konsisten dengan apa yang klaim oleh Law of Attraction.Â
Siapa yang berani mengatakan bahwa Sulaiman as jauh lebih banyak bersyukur daripada Ibrahim as hanya karena Sulaiman as lebih berharta dan berkuasa daripada Ibrahim as?
Pengaruh aspek spiritual sebagai magnet rezeki bisa dipandang sebagai salah satu paradigma saja dalam mencapai kekayaan yang berlimpah. Sebagai bonus. Pengaruhnya tidak harus selalu linear, apalagi menganggapnya sebagai konstanta. LoA bukanlah sistem determnistik, kalaupunmau diakui juga eksistensinya, melainkan bersifat probilistik dan relativistik.Â
Cukuplah laku ibadah itu sebagai bukti cinta dan rindu kita kepada Allah dan Rasulullah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H