Ada tiga hal yang menarik dalam buku ini dengan subjudul yang telah di terapkan di bawah ini sebagai pokok pembahasan yang mungkin anda dapat mempelajari buku “Kemanusiaan Dan Pembaruan Masyarakat Muslim Indonesia” dari karya Neng Dara Affiah.
Kemanusiaan Menuju Kedamaian Sejati
Buku ini mengemukakan keunggulam dengan apsah dan dapat menginpirasi pembacanya, berbagai argumen mencuat pemeikiran yang selama ini dikungkung oleh kntruksi sosial yang terbangun, prespektif yang selama ini menyelami pemikiran manusia, buku ini berupaya membongkar realitas seperti prespektif paham teologi tulang rusuk, yang mana selama ini kita kita selalu dengar perempuan di ciptakan dari tulang rusuk pria, sehingga sampai saat ini kepercayaan ini masih di adopsi dengan pemaknaan yang kurang tepat, sedangkan banyak ayat atau pesan tuhan yang mengungkapkan menciptakan manusia dengan datu jiwa yang tunggal, sehingga dogma tersebut menyebabkan kekerasan simbolik dalam salah mengartikulasi sebuah ungkapan perempuan diciptakan dari tulang rusuk pria, kekerasan simbolik diungkapkan sebagai kekerasan yang bersifat lembut/samar hampir tak terlihat kejahatanya, sehingga diproduksi sedemikian rupa dlam intansi beberapa aspek seperti pendidikan, keagamaan, dan sisitem sosial. Oleh karena ini kekerasan simbolik pada pemaknaan perempuan yang di ciptakan dari tulang rusuk pria harus di hapus karena dengan cara itulah untuk menghapus segala bentuk kekerasan pada perempuan.
Pernakah kita mambayangkan apa itu Kedamaian manusia?, buku ini menggambarkan berbagai gambaran manusia dengan analogi sejarah yang tertulis, kota tuhan, dan manusia serta pengertian sebuah cinta, agustinus menyebutkan bahwa perdamaian adalah tujuan utama, peperangan dbisa dibenarkan jika melindunggi rakyat untuk membawa kedamaian. Analogi kota tuhan di gambarkan seperti madinah dan yerusalem baru, kota yang penuh kedamaian dan toleransi, sedangkan kota manusia diibaratkan sebagai dimana tempat dimana orang-orang hanya mengejar kepentingan pribadi, penuh keserakahan, perlombaan yang tidak terkendali, hal ini sejalan dengan jakarta dimana manusia hanya mementingkan kepentinganya, yang kini dipenuhi oleh ketegangan politik dan kebencian menjelang kontestasi demokrasi.
Mengulik kasus artikulasi cinta didalam buku ini memberikan pengertian yang mendalam, cinta adalah kunci untuk mencapai keabadian nama dan martabat tertinggi sebagai manusia, merujuk teori Erich Fromm dan bukunya The Art of Loving. beberapa kategori cinta, dimulai dari cinta orang tua kepada anaknya, di mana cinta seorang ibu bersifat tanpa syarat dan memberikan rasa aman, sedangkan cinta seorang ayah lebih bersyarat, menuntut kepatuhan. Jenis cinta berikutnya adalah cinta erotis, yang bersifat personal dan menciptakan persatuan dengan pasangan melalui hubungan yang sangat intim.
Yang lebih menarik iyalah, cinta kepada Tuhan adalah cinta yang menghubungkan manusia dengan asal-usulnya, menjalin kembali hubungan yang terkadang terlupakan. Fromm juga membahas evolusi agama, dimulai dengan penyembahan alam dan totem sebagai sumber kehidupan, berkembang menjadi kepercayaan matriarki di mana ibu disembah sebagai entitas tertinggi, dan akhirnya beralih ke sistem patriarki yang menekankan figur ayah sebagai penguasa dan penegak hukum dalam agama dan masyarakat.
Konsep orientasi berfikir kritis dalam ajaran keislaman
Tidak hanya mencakup dalam ranah kemanusiaan buku ini menjelaskan bagaimana sejarah keislaman indonesia dan kemajuanya dengan berbagai sumber yang tertulis, seiringnya waktu perubahan pergerakan islam indonesia menghadapi berbagai isu menarik, penulis menjelaskan pada awal sejarah perjalanan islam dalam gerakanya, beberapa ormas islam tertera dan mempunyai karakteristik menarik dalam buku ini.
Pada tanggal 4 November 2016, sejumlah ormas Islam di Indonesia menggelar unjuk rasa menentang tokoh non-Muslim dan kasus penistaan agama, meski calon gubernur DKI Jakarta Ahok telah meminta maaf. Namun, dua ormas besar, PBNU dan Muhammadiyah, melarang anggotanya untuk ikut unjuk rasa. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan umat Islam terhadap isu ini berbeda-beda, tergantung pada penafsiran mereka terhadap ajaran agama. Islam tidak pernah menjadi agama tunggal dalam sejarahnya. Setelah wafatnya Nabi Muhammad, umat Islam terbagi menjadi beberapa kelompok, antara lain Sunni yang mendukung Abu Bakar sebagai penerus Nabi, dan Syiah yang menginginkan Ali bin Abi Thalib.
Ketegangan ini berlanjut dengan munculnya kelompok Khawarij yang cenderung mengutamakan kekerasan dan mengkafirkan pihak yang tidak sependapat dengan mereka. Kelompok Khawarij memiliki kemiripan dengan beberapa kelompok Islam radikal kontemporer, seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jamaah Islamiyah, dan Front Pembela Islam (FPI), yang menerapkan pemahaman literal terhadap ayat-ayat Al-Quran dan menganggap kekerasan sebagai bentuk jihad.
Kelompok ini di jelaskan dalam buku selalu terpinggirkan dari arus utama Islam dan sering menggunakan kekerasan fisik dan verbal dalam perjuangannya. Analisis oleh Khaled Abou al Fadl menunjukkan bahwa kekerasan mereka disebabkan oleh rasa keterasingan dan kekecewaan atas hilangnya model kepemimpinan seperti pada masa Nabi dan empat khalifah pertama. Meskipun kelompok ini mungkin tidak dapat memobilisasi massa yang besar, kekerasan dan kebencian yang mereka tebar dapat menimbulkan ancaman, seperti yang terlihat dalam serangan teroris internasional.