Penanaman Moderasi Beragama di Sekolah
Sekolah memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada masyarakat sejak dini. Sekolah menjadi sarana yang efektif dalam membangun pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku moderasi beragama, sehingga kontsruksinya mudah dilekatkan kepada faham keagamaan yang berkembang. Seperti yang sudah diurai di atas bahwa nilai-nilai moderasi beragama dapat terwujud manakala dalam diri seseorang terdapat karakter bijak, tulus dan berani. Untuk menanamkan karakter tersebut, Sekolah bisa mengadakan program kajian keagamaan bersama. Goal setting dari program ini adalah terbentuknya karakter bijak, tulus dan berani dalam diri setiap pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah sehingga tercipta kerukunan, kekeluargaan, keharmonisan serta kenyamanan di lingkungan kerja. Harapannya, karakter ini berdampak di kehidupan nyata ketika mereka berbaur di masyarakat yang komunitasnya lebih heterogen.
Adapun pembelajaran untuk mengembangkan dan menanamkan nilai moderasi beragama menerapkan model pembelajaran kontekstual. Hasibuan (2015) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual theaching learning) yaitu pembelajaran yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan mereka sehari- hari. Hal ini melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu ; konstruktivisme (constructivism), bertanya (quetioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning commonity), pemodelan (modeling), refleksi (reflection)Â dan penelitian sebenarnya (authentic assessment).Â
Berbagai metode pembelajaran yang bisa menumbuhkan kebersamaan seperti diskusi, kerja kelompok bahkan karya wisata pun diterapkan. Dengan menerapkan model pembelajaran tersebut diharapkan akan melahirkan peserta didik yang berfikir terbuka, yaitu berfikir bagaimana dapat menghargai hak hidup, hak berpendidikan, hal untuk berekspresi, hak untuk memeluk agama dan tidak mudah menyalahkan orang lain. Sebagai akibat dari perjumpaan dengan dunia lain, agama, dan kebudayaan-kebudayaan yang beragama akan mengarahkan peserta didik untuk berfikir lebih dewasa dan memiliki sudut pandang dan cara memahami realitas dengan berbagai macam cara.
Program sekolah yang berkaitan dengan moderasi beragama bisa diintegrasikan pada visi dan misi sekolah. Budaya sekolah diterapkan dan dilaksanakan ketika siswa masuk kelas, ada guru yang bertugas sebagai guru piket yang bertugas untuk melakukan sambutan kepada siswa dengan sikap senyum, salam dan sapa pada semua siswa tanpa membedakan suku, mazhab agama dan ras. Kegiatan keagamaan untuk peserta didik adalah membudayakan 3S (senyum, salam, sapa). Berperilaku hormat, sopan, dan santun kepada guru/pegawai, sesama peserta didik, orang tua/wali peserta didik, dan tamu.
Kesimpulan
Moderasi beragama adalah cara pandang dan sikap pertengahan dalam memahami dan mempraktikkan konsep beragama di kehidupan sehari-hari. Moderasi beragama merupakan cara dan toleransi adalah produknya. Untuk mewujudkan nilai-nilai moderasi beragama dalam diri seseorang dibutuhkan karakter bijak, tulus dan berani. Bijak dalam menghadapi keberagaman. Tahan godaan sehingga tulus tanpa beban dalam bertindak, serta berani mengakui tafsir kebenaran dari pihak lain yang berbeda dengan dirinya.
Moderasi beragama sangat penting untuk ditanamkan sejak dini khususnya di tingkat Sekolah Dasar dalam rangka membentengi peserta didik dari bahaya radikalisme, faham ekstremisme, fanatik dan menolak keberagaman. Berbagai program yang bisa dikembangkan di sekolah dalam upayanya menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada warga sekolah diantaranya: Kajian rutin keagamaan dan atau tahsin al-Qur'an (bagi yang beragama Islam) ditujukan kepada pendidik dan tenaga kependidikan. Sementara bagi peserta didik nilai-nilai moderasi beragama diintegrasikan dalam visi misi sekolah yang tercermin dalam proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran kontekstual serta program rutin seperti budaya senyum, salam, sapa, salat dhuha, tahfidz qur'an, tadarus dan apel pagi.
Dengan upaya ini diharapkan akan melahirkan peserta didik yang berfikir terbuka, yaitu berfikir bagaimana dapat menghargai hak hidup, hak berpendidikan, hak untuk berekspresi, hak untuk memeluk agama dan tidak mudah menyalahkan orang lain. Sebagai akibat dari perjumpaan dengan dunia lain, agama, dan kebudayaan-kebudayaan yang beragama akan mengarahkan peserta didik untuk berfikir lebih dewasa dan memiliki sudut pandang dan cara memahami realitas dengan berbagai macam cara.
Referensi
John M. Echols dan Hassan Shadily, 2009, Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian Dictionary Jakarta: Gramedia Pustaka