Mohon tunggu...
Asep Saepul Adha
Asep Saepul Adha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Senang membaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Al-Qur'an, Peta Jalan Menuju Kebahagiaan Abadi

10 Desember 2024   13:30 Diperbarui: 10 Desember 2024   13:30 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Al-Qur'an (Dokumen Pribadi)

Al-Qur'an, Peta Jalan Menuju Kebahagiaan Abadi

Siapakah aku sebenarnya? Dari mana asal usulku? Sedang dimana aku? Dan ke mana aku akan pergi setelah semua ini berakhir? Pertanyaan-pertanyaan ini bagaikan gema yang terus berulang dalam sanubari. Aku mencari jawabannya dalam buku-buku, dalam percakapan dengan sesama, dan dalam perenungan sunyi. Namun, semakin banyak yang kuketahui, semakin banyak pula misteri yang terungkap.

Siapa Saya ?

Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dari saripati tanah, sebuah bahan yang sederhana namun sarat makna. Jika dilihat dari segi materi penciptaannya, tanah adalah sesuatu yang rendah, bahkan terkesan tidak istimewa. 

Dibandingkan dengan makhluk lain yang diciptakan dari api seperti jin, atau dari cahaya seperti malaikat, manusia terlihat lemah, tak berdaya, dan tak memiliki keunggulan fisik.

Bahkan karena bahan dasarnya dari tanah, sang Iblis pun enggan sujud (hormat) kepada Adam, walaupun diperintah Allah, karena dia merasa api lebih baik daripada tanah, "ana khoirun minhu, kholaktanii min naarin, wakholaktahu min tiin, aku lebih baik darpada dia, aku Engkau ciptakan dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah" katanya dengan sombong.

Manusia, meski tercipta dari tanah yang sering dipandang hina, memiliki potensi untuk meraih kemuliaan di sisi Allah. Kemuliaan itu bukan ditentukan oleh asal bahan penciptaannya, melainkan oleh takwa yang tertanam dalam hati dan amal shaleh yang tercermin dalam perbuatannya. 

Dalam ketakwaan, manusia meninggikan derajatnya, melampaui makhluk lainnya, hingga layak menduduki tempat yang mulia di sisi Sang Pencipta.

Darimana Saya ?

"Min aina anta? Darimana engkau berasal?" Pertanyaan ini tampak sederhana, namun jawabannya sering kali tidak mudah ditemukan. Ketika seseorang bertanya tentang asal-usul kita, mungkin kita spontan menjawab nama kota, daerah, atau negara. Namun, jika direnungkan lebih dalam, kita sebenarnya tidak tahu secara pasti dari mana kita berasal. 

Yang kita tahu hanyalah bahwa kita terlahir dari rahim seorang ibu, yang menjadi pintu kehidupan kita di dunia ini. Namun, asal-usul sejati kita, perjalanan jiwa sebelum tubuh, tetap menjadi misteri yang hanya Sang Pencipta yang mengetahui.

Menurut beberapa kajian, dijelaskan bahwa selama perjalanannya menuju tempat terakhir mereka, yaitu surga atau neraka, manusia akan melalui lima alam. Ini dimulai dengan alam arwah, alam rahim, alam dunia, dan alam barzakh, sebelum tiba di alam akhirat, yang merupakan tempat terakhir di mana manusia akan berhenti, yaitu surga atau neraka.

Saya Sedang (Berada) Dimana? 

Pertanyaan ini mungkin mudah dijawab oleh kebanyakan orang, kita berada di dunia. Namun, yang sering terlupakan adalah tugas kita sebagai hamba Allah di dunia ini. 

Dunia adalah milik Allah, dan kita hanyalah penumpang di dalamnya. Sayangnya, banyak yang tersesat karena tidak mengikuti aturan Sang Pemilik dunia. Sebagai analogi, ketika kita menumpang di rumah orang lain, sudah seharusnya kita mengikuti aturan sang tuan rumah, bukan malah berusaha mengatur mereka. 

Begitu pula dengan kehidupan di dunia ini; hidup kita akan penuh makna jika kita patuh pada aturan Allah sebagai Pemilik segalanya.

Selain tidak tahu darimana asal kita, kita hidup di dunia yang sebenarnya milik Allah, namun berperilaku seolah-olah kita adalah pemiliknya. Kita lupa akan tugas dan kewajiban kita sebagai hamba Allah, sehingga sering kali kita juga tidak tahu ke mana tujuan hidup kita. 

Hidup berjalan tanpa arah, seperti kapal yang terombang-ambing di lautan luas tanpa nahkoda. Jika keadaan kita demikian, apa bedanya kita dengan seseorang yang lupa ingatan? Orang yang lupa ingatan kehilangan memori tentang masa lalu dan gambaran tentang masa depannya. 

Begitu pula dengan kita, jika kita tidak memahami asal-usul kita dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, maka kehidupan kita hanya akan menjadi serangkaian peristiwa tanpa makna, terjebak dalam kehampaan yang tidak ada ujungnya.

Jika hal itu terjadi pada kita (tidak tahu dari mana asal kita, di dunia hidup terlena dan ke mana tujuan hidup kita) maka yang kita butuhkan adalah sebuah buku petunjuk. 

Buku yang tidak hanya mengabarkan asal-usul kita, tetapi juga menuntun kita bagaimana hidup di dunia dan menuju arah yang benar, yakni kampung akhirat. 

Dan satu-satunya kitab (buku) yang mampu mengungkap masa lalu, membimbing kita hidup, dan memberikan peta menuju masa depan, serta menuntun langkah kita menuju kampung akhirat adalah Al-Qur'an. 

Ia adalah cahaya dalam kegelapan, peta yang menjelaskan perjalanan hidup, dan penuntun menuju kebahagiaan abadi.

Akan Kemana Saya ?

Satu-satunya kitab yang menjadi navigasi umat Muslim menuju kampung akhirat adalah Al-Qur'an. Sebab, Al-Qur'an itu sendiri berfungsi sebagai hudan atau petunjuk yang jelas. 

Menurut Quraish Shihab, petunjuk yang terkandung dalam Al-Qur'an telah mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan ini tidak hanya menjadikannya sekadar sebagai panduan, tetapi juga sebagai perwujudan nyata dari petunjuk itu sendiri. 

Al-Qur'an tidak hanya memberi arah, tetapi juga menghadirkan nilai-nilai yang membentuk jalan hidup seorang Muslim, mengantarkannya menuju tujuan akhir yang diridhoi oleh Allah.

Kenapa masih banyak orang Muslim yang tersesat dalam hidupnya, padahal petunjuk kehidupan telah jelas tertulis dalam Al-Qur'an? Sebab, menjadi seorang Muslim belum tentu menjadikan seseorang sebagai muttaqin (orang yang bertakwa) dan menjalani hidupnya dengan penuh kesadaran akan Allah. 

Padahal, Al-Qur'an itu adalah hudan li al-muttaqiin, petunjuk khusus bagi mereka yang bertakwa. Tanpa ketaqwaan, hati seseorang bisa tertutup dari cahaya Al-Qur'an, sehingga meskipun petunjuk itu ada di hadapannya, ia tidak mampu melihat, memahami, apalagi mengamalkannya.

Menurut Sayyid Quthub, siapa pun yang ingin mendapatkan petunjuk atau hidayah dari Al-Qur'an harus datang menemuinya dengan hati yang tulus, penuh ketundukan, dan dipenuhi rasa takut (takwa) kepada Allah. 

Hanya dengan hati yang bersih dan niat yang ikhlas, seseorang dapat benar-benar merasakan cahaya hidayah Al-Qur'an. Sikap takwa menjadi kunci, karena hanya dengan ketakwaan, hati mampu menangkap pesan-pesan Ilahi yang tertuang dalam setiap ayat-Nya.

Al-Qur'an, Petunjuk Hidup Menuju Akhirat

Salah satu cara untuk mendekati Al-Qur'an adalah dengan membacanya. Membaca Al-Qur'an tidak hanya menjadi bentuk ibadah, tetapi juga mendatangkan pahala yang luar biasa. Setiap huruf yang dibaca dihitung dan diberi ganjaran oleh Allah. 

Oleh karena itu, mustahil kita berharap mendapatkan hidayah jika enggan membaca Al-Qur'an. Membaca adalah langkah awal yang membawa kita lebih dekat kepada sumber petunjuk, bahkan kepada petunjuk itu sendiri. Dengan membaca, kita membuka pintu-pintu hikmah dan hidayah yang terkandung dalam ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Bacalah dan pelajarilah Al-Qur'an, kitab suci yang Allah turunkan sebagai panduan hidup. Dengan sering membaca, memahami, dan merenungkannya, kita akan semakin dekat dengan petunjuk-petunjuknya. Seperti halnya kita menggunakan aplikasi Maps untuk menavigasi perjalanan di dunia, Al-Qur'an adalah kompas sejati yang memandu langkah kita menuju tujuan akhir: kebahagiaan abadi di akhirat.

Semakin sering kita menggunakan Maps, semakin akrab kita dengan fitur-fiturnya. Demikian pula dengan Al-Qur'an. Ketika kita menjadikannya sebagai rujukan harian, kita akan lebih mudah memahami jalan yang benar, menghindari jebakan kesalahan, dan mengetahui arah yang harus ditempuh dalam setiap aspek kehidupan.

Al-Qur'an bukan sekadar bacaan, tetapi cahaya yang menerangi kegelapan, penawar hati yang resah, dan penunjuk jalan yang lurus. Maka, biasakanlah diri untuk membaca dan mempelajarinya, agar kita tak tersesat dalam perjalanan di dunia ini dan tetap berada di jalur yang menuju kepada keridhaan-Nya di akhirat kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun