Mohon tunggu...
Asep Saepul Adha
Asep Saepul Adha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Senang membaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Pahlawan yang Dipersekusi, Bermaksud Baik tapi Berakhir Pahit

5 November 2024   14:49 Diperbarui: 5 November 2024   15:17 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Labschool Jakarta - WordPress.com

Guru, Pahlawan yang Dipersekusi, Bermaksud Baik Tapi Berakhir Pait

Guru memainkan peran penting dalam menentukan masa depan generasi. Ia bukan hanya penyebar informasi, tetapi juga pembimbing moral, motivator, dan pembuka wawasan. Guru adalah cahaya yang menuntun siswanya di jalan pengetahuan, mengajarkan mereka nilai-nilai kehidupan, moral, dan tanggung jawab.

Selama proses pendidikan, guru bertindak sebagai pelatih yang sabar, mendampingi setiap langkah perkembangan siswa, baik dalam hal akademik maupun psikologis. Guru mengajarkan siswa untuk berpikir kritis, mengeksplorasi potensi mereka, dan menanamkan semangat pantang menyerah. 

Keberadaan guru mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang bermanfaat bagi masyarakat, dunia, dan diri kita sendiri.

Seorang guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang memengaruhi setiap orang yang pernah disentuhnya, meskipun mereka biasanya bekerja di balik layar. Seorang guru menciptakan generasi dengan keilmuan yang kuat dan karakter yang tangguh melalui pengorbanan waktu, tenaga, dan kasih sayang. Tanpa guru, dunia akan kehilangan arah, karena merekalah yang menyalakan api peradaban dan menjaganya tetap hidup.

Hari Guru Nasional

Setiap tahun, tanggal 25 November selalu diperingati sebagai Hari Guru, sebuah momen istimewa untuk menghargai dan mengenang jasa para pendidik di seluruh negeri. Pada hari tersebut, guru-guru dari berbagai pelosok, mulai dari tingkat kecamatan hingga tingkat pusat, turut serta dalam upacara peringatan yang penuh khidmat.

Hari Guru adalah momen istimewa yang dirayakan untuk menghormati peran dan jasa para guru dalam mendidik generasi penerus bangsa. Namun, di balik penghargaan simbolik ini, ada kenyataan pahit yang dialami oleh sebagian besar guru di Indonesia. 

Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang seringkali menghadapi bullying, persekusi, dan ketidakadilan. Ironisnya, mereka mengabdi demi pendidikan, namun di tengah pengabdiannya, mereka juga dihantui ketakutan akan ancaman kriminalisasi.

Bermaksud Baik, Berakhir Pait

Kasus bullying terhadap guru meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Guru sering menjadi sasaran ketidakpuasan dan kemarahan baik oleh siswa maupun orang tua. Banyak laporan tentang pendidik yang diserang secara verbal atau fisik karena dianggap terlalu keras dalam mendidik atau memberi hukuman.

Peran guru dalam mendisiplinkan siswa sering kali disalahartikan sebagai bentuk kekerasan, padahal mereka hanya berusaha menegakkan tata tertib agar siswa tumbuh dengan nilai-nilai moral yang baik.

Lebih menyakitkan lagi, di beberapa kasus, guru harus menghadapi persekusi dalam bentuk tuntutan hukum. Tak jarang, guru yang berniat mendidik dengan ketegasan justru dilaporkan oleh orang tua siswa dengan tuduhan kekerasan terhadap anak. 

Kasus-kasus ini membuat banyak guru merasa tertekan dan takut menjalankan tugasnya. Mereka dihadapkan pada dilema: menjalankan disiplin yang ketat, atau menghindari tindakan yang bisa berujung di meja hijau.

Ketakutan ini berdampak negatif pada kualitas pendidikan, karena guru jadi lebih berhati-hati bahkan cuek dan tidak lagi berani menegakkan aturan yang seharusnya.

Misalnya, dilansir dari https://sulsel.kemenag.go.id pada tanggal 28 Juli 2017, Ibu Darmawati, seorang guru PAI di SMA Negeri 3 Parepare, divonis 3 bulan penjara hanya karena menyuruh salah satu siswanya masuk ke musholla untuk melaksanakan shalat Dzuhur. 

Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari kewajiban Ibu Darmawati untuk membina siswanya dalam menjalankan ibadah dan nilai-nilai spiritual di sekolah. Namun, niat baik itu justru berujung pada vonis yang tak terduga, menimbulkan polemik tentang peran guru dalam mendidik dan batasan hukum yang melingkupinya.

Kasus serupa juga terjadi di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sebagaimana dilaporkan oleh https://www.google.com/amp/s/edukasi.okezone.com. Seorang guru bernama Akbar Sarosa dituntut oleh orang tua siswa karena menyuruh anak mereka untuk melaksanakan salat. 

Sang siswa yang menolak menjalankan perintah tersebut akhirnya dihukum oleh sang guru, namun tindakan tersebut kemudian berujung pada tuntutan hukum. Kasus ini menjadi sorotan karena menimbulkan pertanyaan besar mengenai peran guru dalam menanamkan nilai-nilai agama dan disiplin di sekolah.

Dua peristiwa ini mencerminkan dilema yang semakin nyata di dunia pendidikan Indonesia, di mana guru yang bertugas untuk mendidik dan membimbing siswa dalam menjalankan ibadah serta mendisiplinkan justru menghadapi risiko kriminalisasi. 

Fenomena ini memicu diskusi lebih luas tentang bagaimana hukum dan masyarakat harus memberikan perlindungan yang cukup bagi para guru yang menjalankan peran mereka dalam membentuk karakter siswa, terutama dalam hal pembinaan spiritual.

Yang masih hangat dan terus diberitakan di berbagai media, hingga menjadi trending topik, adalah kasus yang menimpa Ibu Supriyani, seorang guru SD di Konawe Selatan. Kasus ini telah menyita perhatian publik, khususnya dunia pendidikan, karena mencerminkan dilema besar yang dihadapi oleh para guru di Indonesia.

Ibu Supriyani, yang selama ini dikenal sebagai sosok pendidik yang berdedikasi, harus berhadapan dengan persoalan hukum setelah memberikan tindakan disiplin kepada salah satu muridnya.

Peristiwa ini tidak hanya mengundang simpati dari kalangan guru dan pemerhati pendidikan, tetapi juga menyoroti isu perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan tugas mereka. Banyak pihak merasa bahwa kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana seorang guru yang berniat mendidik justru harus menghadapi konsekuensi yang berat. 

Kondisi ini memicu diskusi yang lebih luas tentang bagaimana seharusnya peran guru dilindungi dari kriminalisasi, serta pentingnya menghargai upaya mereka dalam mendisiplinkan dan membentuk karakter siswa.

Fenomena ini menunjukkan betapa rentannya posisi guru dalam sistem pendidikan kita. Mereka, yang seharusnya dihormati dan dijaga martabatnya, justru seringkali dihadapkan pada situasi yang tidak adil. Guru menjadi korban dari kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya disiplin dan tanggung jawab dalam pendidikan. 

Kondisi ini diperparah oleh lemahnya perlindungan hukum bagi guru, sehingga mereka semakin terpojok dan merasa tak punya perlindungan.

Padahal, peran guru dalam membangun masa depan bangsa tidak dapat dipandang sebelah mata. Mereka adalah sosok yang mendidik, membentuk karakter, dan menginspirasi siswa untuk menjadi pribadi yang unggul. 

Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan kenyamanan pribadi demi mencetak generasi penerus yang berdaya saing. Namun, semua pengabdian ini terasa sia-sia ketika mereka harus berhadapan dengan risiko kriminalisasi hanya karena menjalankan tugasnya.

Berkat guru, kita semua belajar dasar-dasar penting dalam kehidupan seperti membaca, menulis, dan berhitung, terutama dari guru-guru di Sekolah Dasar. Dari sanalah, pintu menuju ilmu pengetahuan mulai terbuka. Melalui kesabaran dan ketulusan mereka, kita mendapatkan fondasi yang kuat untuk meraih cita-cita kita, baik menjadi guru, polisi, jaksa, bahkan menjadi presiden sekalipun.

Guru adalah sosok yang mungkin sering kali tak terlihat dalam gemerlap kesuksesan, namun tanpa mereka, perjalanan kita menuju puncak tidak mungkin terwujud. Maka, tidaklah mengherankan jika ada ungkapan, "Guru memang bukan orang hebat, tetapi semua orang hebat adalah berkat jasa dari seorang guru." 

Ungkapan ini menggambarkan betapa peran guru begitu mendasar dalam setiap keberhasilan, karena di balik setiap pencapaian besar, ada sosok guru yang telah menanamkan pengetahuan, nilai-nilai, dan semangat yang kita bawa sepanjang hidup.

Bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi jenderal polisi jika dulu tidak diajari oleh guru di sekolah? Bagaimana mungkin seorang hakim bisa duduk di pengadilan tanpa peran guru yang membimbingnya sejak kecil? Atau seorang jaksa, yang menegakkan hukum, bukankah itu juga berkat ilmu yang dia dapatkan dari guru? Setiap pejabat, setiap profesi yang mulia, tak akan ada tanpa jasa guru yang tanpa pamrih mengajarkan dasar-dasar ilmu pengetahuan. 

Namun, ironisnya, mengapa nasib guru saat ini sering kali kurang dihargai? Padahal, merekalah yang membentuk fondasi bangsa, mencetak generasi pemimpin, tapi justru nasib mereka kerap terabaikan.

Ada sebuah kejadian yang dialami teman saya, terjadi 20 tahun yang lalu di kota Palembang. Kisah ini menggambarkan betapa seorang polisi begitu menghargai profesi seorang guru. 

Pada suatu pagi, seorang guru sedang dalam perjalanan ke sekolah dengan mengendarai motor, dan di tengah jalan ia melewati razia polisi. Seperti biasa, ia diminta untuk berhenti dan menunjukkan surat-surat kendaraannya.

Namun, setelah melihat bahwa orang yang dihentikannya adalah seorang guru, tiba-tiba sang polisi membungkuk dengan hormat dan berkata, "Oh, bapak guru ya, maaf pak saya telah mengganggu bapak untuk melaksanakan tugas. Silakan lanjutkan perjalanannya, hati-hati ya pak."

Ucapan dan sikap penuh hormat itu menunjukkan betapa besar penghargaan yang diberikan polisi tersebut kepada profesi guru, yang dianggap sebagai pilar utama dalam membentuk generasi penerus bangsa.

 Ini adalah pengingat bahwa profesi guru, meski sering kali terlupakan, memiliki kedudukan yang tinggi di hati mereka yang menyadari pentingnya peran para pendidik dalam kehidupan kita semua.

Solusi Agar Guru Tidak Dipersekusi

Agar guru dapat menjalankan tugasnya dengan tenang dan nyaman, terutama dalam menegakkan disiplin siswa, sangat penting untuk mencarikan solusi yang tepat.

Guru tidak seharusnya dihantui perasaan takut terkena masalah hukum atau merasa was-was ketika mengambil tindakan disipliner yang bertujuan untuk mendidik siswa.

Pendidikan memerlukan ketegasan, namun juga harus dilandasi dengan rasa aman bagi para pendidik dalam menjalankan tugasnya.

Solusi dari masalah ini harus datang dari berbagai pihak. Pertama, pemerintah harus memperkuat perlindungan hukum bagi para guru. Kedua, kebijakan yang jelas dan tegas harus diterapkan untuk memastikan bahwa guru yang mendidik dengan niat baik tidak akan terancam dipidanakan. Selain itu, masyarakat juga perlu diberikan edukasi tentang pentingnya peran guru dan bagaimana mendukung mereka dalam menjalankan tugas mendidik.

Hari Guru seharusnya bukan hanya menjadi ajang untuk memberikan penghargaan simbolis, tetapi juga menjadi momen refleksi yang mendalam tentang nasib para guru di negeri ini. Di balik tepuk tangan dan ucapan terima kasih, ada kenyataan yang tidak selalu seindah kata-kata.

Hari Guru harus menjadi momentum bagi semua pihak {pemerintah, masyarakat, dan dunia pendidikan} untuk memperbaiki sistem yang ada. Guru tidak hanya perlu dihormati, tetapi juga dilindungi dan diberikan dukungan penuh agar mereka bisa mendidik dengan bebas, efektif, dan tanpa rasa takut. Sebab, masa depan bangsa ada di tangan mereka.

Pada akhirnya, penghormatan sejati kepada guru adalah dengan memastikan mereka dapat mengabdi tanpa rasa takut, dan bahwa profesi mereka tidak lagi menjadi sasaran bullying maupun persekusi. Sebab tanpa guru, bangsa ini akan kehilangan arah, dan tanpa perlindungan bagi guru, masa depan pendidikan kita akan suram.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun