Mohon tunggu...
asep saefur
asep saefur Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Tak ada yang istimewa dalam diri saya kecuali sekedar ikut menjalankan tugas sebagai "kuli kapur."

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belanja di Supermarket Itu Mahal

10 September 2019   10:12 Diperbarui: 10 September 2019   10:16 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kita sering menilai mahal tidaknya sebuah harga hanya bersumber pada nominal yang tertera. Sebetulnya TIDAK demikian. Mahal itu ukurannya adalah isi kantong kita. 

Tak ada yang pantas kita katakan mahal ketika isi kantong kita teramat tebal. Dan begitu pula sebaliknya. Walaupun memang mahal juga bisa diukur dengan membandingkan harga di tempat lain atau produk lain yang sejenis.

Jika anda pernah belajar kimia atau fisika, kita pernah mendengar hukum kekekalan zat atau kekekalan energi. Maka ketahuilah dalam ekonomi ada yang disebut hukum kekekalan nilai (ngarang dikit gpp). 

Uang adalah benda yang tidak pernah hilang nilainya hanya karena dibelanjakan atau digunakan (Kita lupakan dulu inflasi atau deflasi). Uang bisa rusak karena digunakan tapi nilainya tetap sama dengan yang baru.

Ekonomi bergerak karena uang, walaupun sesungguhnya tanpa uang seharusnya bisa berjalan. Uang bisa melancarkan roda perekonomian karena nilainya. Dia menjadi tanda atas nilai-nilai dan dipercaya untuk menyimpan nilai-nilai itu. 

Itulah sebabnya ekonomi dapat berjalan. Tanpa uang nilai-nilai itu sulit dipertukarkan. Seorang dokter dengan seorang guru sama-sama saling membutuhkan, namun bagaimana mereka bertransaksi jika tidak ada uang?

Mengapa harga di supermarket mahal?

Bayangkan ketika kita membeli beras dari tetangga seharga Rp10.000,-.  Uang itu oleh ibu warung dibelikan bakso untuk anak-anaknya. Kemudian oleh tukang bakso dibelikan sayuran, oleh tukang sayur dibelanjakan lagi dan seterusnya. 

Luar biasa bukan uang 10 ribu rupiah milik kita itu telah menjalankan roda perekonomian banyak orang. Karena beredar di lingkungan kita uang itu boleh akan kembali kepada kita.

Sekarang kita berbelanja di supermarket. Uang anda pasti akan mengalir ke pemilik supermarket itu yang keberadaannya entah dimana. Apa keuntungan yang kita peroleh dari belanja di supermarket? Harga murah. Apa sesungguhnya kerugian bagi kita? Uang yang bisa menggerakkan perekonomian pergi entah kemana. 

Tak ada ibu warung yang membeli bakso, tak ada tukang bakso yang membeli sayuran, dan tukang sayur tidak juga berbelanja dan seterusnya. Mungkin di kota tidak begitu terasa, namun di kampung-kampung?

 Di kampung peredaran uang sangat sedikit. Ketika warga mendapat uang,  langsung raib lagi dibawa konglomerat. Tak bertahan lama, tak sempat menggerakkan roda ekonomi rakyat. 

Bagaimana mungkin perekonomian di kampung itu akan berjalan dengan baik jika uang mereka yang sedikit ini dikeruk terus oleh orang-orang kota (minimarket).

 Jangan pernah berpikir bahwa mereka membantu warga desa dengan memberi produk berharga murah, jika kemudian uang mereka kemudian diambil dan sulit untuk kembali. 

Sudah terhitungkah keuntungan dan kerugian yang kita dapat?

Bagaimana pula jika pemilik supermarket itu orang asing? Sebutlah Lotek Tokyo, Cilok Las Vegas. Kita boleh mengatakan bahwa toh yang menjalankan usahanya juga orang Indonesia, namun bukankah keuntungannya terus mengalir ke negara-negara kaya itu? Apa yang kita dapat? Memang rupiah tidak akan dibawa ke Amerika (tidak laku di sana), namun daya tukar rupiah telah mereka renggut.

Mahal itu bukan nominal tetapi ada tidaknya uang untuk membayar. Maka marilah kita jaga uang kita agar tidak jatuh keluar dari lingkungan kita. Berbelanjalah di warung saudara kita, di tetangga kita, di toko-toko yang seiman dengan kita, sebangsa dengan kita. Mungkin lebih mahal, namun uang tetap ada di lingkungan kita. 

Uang itu tetap menggerakkan perekonomian warga di lingkungan kita. Itulah amalan yang paling menguntungkan. Menolong perekonomian saudara dan tetangga, menjaga stabilitas ekonomi warga, dan membuka kesempatan uang kembali singgah di kantong kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun