Di kampung peredaran uang sangat sedikit. Ketika warga mendapat uang,  langsung raib lagi dibawa konglomerat. Tak bertahan lama, tak sempat menggerakkan roda ekonomi rakyat.Â
Bagaimana mungkin perekonomian di kampung itu akan berjalan dengan baik jika uang mereka yang sedikit ini dikeruk terus oleh orang-orang kota (minimarket).
 Jangan pernah berpikir bahwa mereka membantu warga desa dengan memberi produk berharga murah, jika kemudian uang mereka kemudian diambil dan sulit untuk kembali.Â
Sudah terhitungkah keuntungan dan kerugian yang kita dapat?
Bagaimana pula jika pemilik supermarket itu orang asing? Sebutlah Lotek Tokyo, Cilok Las Vegas. Kita boleh mengatakan bahwa toh yang menjalankan usahanya juga orang Indonesia, namun bukankah keuntungannya terus mengalir ke negara-negara kaya itu? Apa yang kita dapat? Memang rupiah tidak akan dibawa ke Amerika (tidak laku di sana), namun daya tukar rupiah telah mereka renggut.
Mahal itu bukan nominal tetapi ada tidaknya uang untuk membayar. Maka marilah kita jaga uang kita agar tidak jatuh keluar dari lingkungan kita. Berbelanjalah di warung saudara kita, di tetangga kita, di toko-toko yang seiman dengan kita, sebangsa dengan kita. Mungkin lebih mahal, namun uang tetap ada di lingkungan kita.Â
Uang itu tetap menggerakkan perekonomian warga di lingkungan kita. Itulah amalan yang paling menguntungkan. Menolong perekonomian saudara dan tetangga, menjaga stabilitas ekonomi warga, dan membuka kesempatan uang kembali singgah di kantong kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H