Mohon tunggu...
Asep Rifai
Asep Rifai Mohon Tunggu... Wiraswasta - SANGAT MENCINTAI NEGERI INDONESIA...

- STOP KORUPSI - BANGUN NEGERI INI - SAUYUNAN ATUH TONG PARASEA - AKUR INGET YEN JELEMA MOAL AYA NU SAMPURNA

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akankah Prabowo Menang di Sidang MK?

15 Juni 2019   12:16 Diperbarui: 15 Juni 2019   14:48 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Jum'at tanggal 14 Juni 2019 akan dicatat sebagai babak baru sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia dimana menjadi seorang Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 akan ditentukan dari putusan lembaga independen yakni Mahkamah Konstitusi (MK) dengan memenangkan pelapor. Akankah terjadi demikian ?

Persengketaan atau gugatan di MK bukanlah suatu hal baru. Pada Pilpres 2004, 2014, Pilkada dan persidangan MK di tahun tahun sebelumnya telah terjadi.  Hasil dari gugatan selama ini sebagian besar dimenangkan oleh para terlapor.  Kecenderungan kemenangan pihak terlapor diakibatkan karena sulitnya pengumpulan data secara kuantitatif  oleh pelapor.

Sebelumnya perlu disampaikan bahwa saya bukanlah merupakan simpatisan keduanya.  Saya adalah orang yang menginginkan bahwa perkembangan Indonesia menuju ke arah yang lebih baik, Indonesia menjadi satu keutuhan dalam NKRI tanpa adanya perpecahan, menginginkan Negara Indonesia lebih unggul dan lebih maju dibandingkan negara-negara lain dan meyakini bahwa bangsa Indonesia sanggup melalui rintangan seberat apapun dan tetap menjaga persatuan.

Penentuan politik saya tidak lagi golput semenjak reformasi.  Pengamatan dan analisa dari beberapa media merupakan sumber referensi untuk mengetahui calon-calon yang diusung disamping referensi-referensi lainnya.  Ajakan dari juru kampanye (jurkam), penggirian opini, black campaign, atau iztima tidak serta merta untuk memutuskan pilihan saya. Sebagai pemilih muslim yang menganut kebangsaan berkeyakinan bahwa siapapun berhak dipilih dan memilih dan menyakini bahwa Indonesia berdiri dibangun oleh para tokoh bangsa, tokoh agama, suku ras dan golongan.

Kembali pada gugatan Pilpres 2019 ini, saya sangat tertarik untuk dapat mengotak-atik mengapa pihak-pihak yang terkait begitu sangat saling optimis akan kemenangannya. Saling klaim kemenangan membuat pusing 7 keliling rakyat Indonesia. Kemenangan pasangan 01 yang telah diumumkan oleh lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 17 Mei 2019 tidaklah menyurutkan pasangan 02 untuk tetap melanjutkan gugatan sengketa Pilpres 2019 dengan "Adu Data", "Adu Bukti" dan "Adu Pengacara" serta menarik mundur satu langkah dari tindakan "People Power" yang telah digagas oleh Bapak Amien Rais.

Haruskah demokrasi Indonesia menjadi mundur karena pasangan 01 atau pasangan 02 tetap menginginkan menjadi Presiden dengan cara membagi menjadi "Presiden Malam" atau "Presiden Pagi" seperti layaknya para karyawan pabrik atau petugas security agar tetap bisa menjaga keutuhan bangsa?

Ada beberapa hal menarik untuk dibahas pada gugatan Pilpres 2019, antara lain:

1.            MAHKAMAH KONSTITUSI LEMBAGA KALKULATOR

Pengungkapan lembaga kalkulator yang disampaikan Pengacara pasangan 02, Bapak BW, merupakan prolog untuk menggiring bahwa adu data kuantitatif bukan satu-satunya yang menjadikan kemenangan Pilpres 2019, namun  secara substansi dari "ADU BUKTI" adanya kecurangan dengan menyajikan data kualitatif adalah menjadi yang substansial.

Secara adu data pasangan 02 tentu sangat kesulitan mengingat perbedaan pemilih yang sangat signifikan yakni 17 juta pemilih, maka melalui adu bukti kecurangan inilah yang menjadi titik tujuan dari para pengacara pasangan 02.

Asumsi yang akan dibangun adalah kecurangan sekecil apapun harus mampu untuk melegitimasi penggagalan kemenangan yang telah diumumkan KPU.

Lalu bagaimana sesungguhnya dari proses pemilihan umum yang telah diselenggarakan itu benar-benar 100% bersih dari kecurangan? Tentu jawabnya tidak karena dari kedua kubu yang ikut kontestasi ini akan muncul  oknum-oknum bermain curang yang ketakutan jagoannya kalah.

Posisi pelapor yang agresif untuk melaporkan KPU ke MK dan pasifnya pasangan 01 TANPA ikut melaporkan kecurangan dari pasangan 02 ke MK menjadikan pasangan 02 terbebas dari tuduhan kecurangan.  Artinya pada putusan akhir persidangan MK tanggal 28 Juni 2019 dan memutuskan telah terjadi kecurangan, memungkinkan memenangkan pasangan 02 sebagai  Presiden dan Wakil Presiden.  Apabila prediksi tersebut terjadi maka kerugian bagi pasangan 01.

2.            KECURANGAN MTT (Masif, Terstruktur dan Terencana)

Hembusan MTT yang digulirkan pasangan 02 belum tentu terbukti. Tetapi adanya bukti kecurangan walaupun "tidak MTT" inilah yang akan diperjuangkan oleh para pengacara pasangan 02 pada sidang MK hari ini sampai 14 hari berikutnya.

Upaya penggagalan pasangan 01 menjadi Presiden oleh gugatan pasangan 02 akan mengabaikan jumlah suara yang telah dimenangkan pasangan 01 tetapi akan bertumpu pada telah terjadinya sebuah kecurangan yang dilakukan oleh pasangan 01.  Kemenangan pelapor dengan mengajukan adu bukti yang bertumpu pada unsur kualitatif bukan kuantitatif tentu berdampak juga pada apa yang telah diputuskan pada sengketa-sengketa pemilu sebelumnya dikarenakan penyelenggaraan pemilu-pemilu sebelumnya tentu tidak terlepas dari kecurangan.  Artinya bahwa selama ini pemimpin yang telah memimpin bangsa Indonesia baik yang menduduki posisi Presiden, Legislatif dan Yudikatif yang telah melalui proses pemilihan sebelumnya adalah tidak syah.

Putusan MK 2019 ini apabila memenangkan pelapor dengan menggugat secara kualitatif  tidak hanya menganulir/ mendiskualifikasi pasangan 01 periode 2019-2024 tapi juga harus menganulir semua putusan MK selama ini berdasar pada setiap proses pemilu telah diselenggarakan tidak terlepas dari unsur kecurangan.

3.            OPTIMISME KUASA HUKUM 02

Target dari gugatan pasangan 02 adalah mendiskualifikasi pasangan 01 apabila terbukti dipersidangan melakukan kecurangan meskipun kecurangan yang dilakukan hanyalah sebuah titik dan memutuskan pasangan 02 sebagai pemenang kontestasi pada Pilpres 2019.  Target lainnya adalah untuk melakukan Pemilu Ulang di beberapa daerah dan TPS.

Saya sependapat apabila terjadi kecurangan harus didiskualifikasi atau diulang.  Artinya setiap penyelenggaraan pemilu harus terlepas dari unsur kecurangan atau benar-benar bersih. Pertanyaan yang paling mendasar adalah sampai kapan Pilpres dan Pileg ini menjadi sempurna? Harus berapa kali penyelenggaraan sampai menjadi sempurna? Butuh biaya berapa dan berapa lama?

Kesempurnaan pemilu ini apakah dapat dijalankan?  Tidak mungkin.  Artinya bahwa adu bukti secara kualitatif sangatlah lemah.  Yang menjadi adu bukti kuat tentunya harus dapat membuktikan seberapa besar kecurangan (secara kuantitatif) dilakukan.

4.            PUTUSAN TERBAIK MAHKAMAH KONSTITUSI

Putusan akhir yang paling memungkinkan adalah adanya pemilu ulang di beberapa daerah yang menjadi kecurangan yang dilakukan pasangan 01 atau 02. Karena apabila dimenangkan satu pasangan dengan cara diskualifikasi maka kedua pasangan akan terdiskualifikasi karena Pilpres dan Pileg ini tidak mungkin keluar dari unsur-unsur kecurangan oleh oknum-oknum yang bermain.  Pemilu ulang ini akan terselenggara paling cepat 2 sampe 3 tahun.  Selama waktu tersebut maka jabatan presiden dipegang oleh petahana sampai terselenggaranya pemilu ulang yang benar-benar bersih.  Pendapat saya MK tetap sebagai lembaga Kalkulator yang akan menentukan kadar kecurangan standar yang masih bisa ditoleransi merupakan pilihan yang terbaik untuk saat ini.

5.            SIKAP PARA KONTESTAN DAN PARA PENDUKUNG 01 DAN PENDUKUNG 02

Apapun yang menjadi putusan MK harus tetap kita dukung demi persatuan dan kesatuan NKRI. Janganlah kontestasi ini membawa NKRI "Kalah jadi Abu Menang Jadi Arang" dan "Kepala Dingin" merupakan kunci keluar dari perselisihan ini.

6.            PERBAIKAN PILPRES DI MASA MENDATANG

Pilpres dan Pileg dan apapun kontestasi pemilihan lainnya itu pasti memilki kelemahan.  Putusan pemenangan yang mengacu kepada nilai kualitatif tanpa melampirkan adanya dukungan adu bukti secara kuantitatif merupakan kemunduran dari persidangan MK.  Jadi Biarkan MK tetap menyandang sebagai lembaga kalkulator selama kadar kecurangan masih dalam ambang batas kewajaran terkecuali dari pembuktian adu data menunjukkan ada perbedaan yang signifikan untuk dilakukan pemilu ulang atau memenangkan pelapor.

Siapapun nantinya yang akan menang di MK wajib kita dukung dan membuang segala perbedaan. Aku Rindu Sumpah Palapa.  SALAM PERSATUAN DAN AKU CINTA NEGERI INDONESIA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun