Mohon tunggu...
asep ramadhan
asep ramadhan Mohon Tunggu... profesional -

Belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Menteri Sofyan Djalil Menggambarkan Kinerja RJ Lino Seolah Kisah Raja Midas

14 September 2015   10:57 Diperbarui: 14 September 2015   11:10 4300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Guntingan iklan Pelindo II di halaman 1 Harian Kompas, Senin (14/9) tentang pembangunan Terminal Kalibaru. Bulan Mei 2015 lalu, Pelindo II mengumumkah telah meminjam dana US $ 1,6M (Rp 20,8 T). Beban bunga pinjaman tersebut rata-rata Rp 1 T/tahun. Keuntungan Pelindo II tahun 2014 sebesar Rp 1,3 T."][/caption]

Kami tidak bisa memasang iklan di Harian Kompas yang untuk penempatan di halaman 1 mungkin harganya mencapai miliaran rupiah untuk satu kali tayang. Melalui Kompasiana, kami hanya ingin menuliskan fakta-fakta tentang apa yang sesungguhnya sedang terjadi di Pelindo II. Kami tak akan terpukau dengan iklan, karena semua masyarakat Indonesia juga tahu panggung mewah pinggir dermaga Pelindo II yang sudah dibuat dengan biaya ratusan juta rupiah juga tidak jadi digunakan karena pengumuman menteri urung dilakukan.

Kami ingin mengawali tulisan ini dengan pernyataan Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil yang melukiskan kinerja Dirut dengan spektakuler. Menurut mantan komisaris utama PT PPI, anak perusahaan Pelindo II, selama 6 tahun menjadi Dirut, RJ Lino berhasil meningkatkan trafik petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok dari 3 juta TEUs menjadi 7 juta TEUs.

Dilihat dari angka sungguh spekatuler, meningkat lebih dari 100%. Barangkali dalam penilaian Menteri Sofyan Djalil, kinerja RJ Lino yang luar biasa itu seperti kisah Raja Midas. Tokoh dalam mitologi Yunani yang bisa membuat semua benda yang disentuhnya  berubah menjadi emas.

Tapi kemudian muncul pertanyaan. Jika peningkatan trafik petikemas sebesar itu, berapa persen pertumbuhan ekonomi Indonesia? Karena trafik petikemas alias lalu lintas barang akan selalu mengikuti naik turun pertumbuhan ekonomi. Pelabuhan tidak menghasilkan produk dalam bentuk barang, tapi melayani jasa bongkar muat barang.

Betul bahwa selama 6 tahun terakhir, RJ Lino melakukan banyak pembenahan di pelabuhan yang  salah satunya dalam bentuk investasi pengadaan alat yang belakangan diduga bermasalah. Tapi jika dikatakan berhasil meningkatkan trafik petikemas sampai lebih dari 100% rasanya berlebihan. Karena yang sesungguhnya terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok ketika RJ Lino menjadi Dirut Pelindo II tahun 2009, perusahaan-perusahaan bongkar muat (PBM) yang menyewa fasilitas dermaga menjelang habis masa kontrak dengan Pelindo II. Sebagai catatan, di antara sekian banyak dermaga di Pelabuhan Tanjung Priok, tidak semuanya dikelola Pelindo II, melainkan dikelola juga oleh PBM sebagai terminal operator (TO).

Ketika tahun 2010 dilakukan pembaruan kontrak PBM-PBM tersebut, mulailah dilakukan pencatatan trafik petikemas secara menyeluruh. Pada kontrak sebelumnya, PBM-PBM tersebut tidak pernah mencatatkan laporan trafik barang kepada Pelindo II. Patut diketahui, pencatatan seluruh trafik petikemas yang dilakukan Pelindo II karena berkaitan dengan sistem sharing pendapatan 60% PBM dan 40% Pelindo II. Pencatatan seluruh trafik petikemas sesuai dengan perolehan pendapatan yang seluruhnya masuk dalam kas Pelindo II, dan selanjutnya 60% dari pendapatan itu dikembalikan lagi kepada PBM yang menjadi mitra bongkar muat.  Dengan pencatatan itu, trafik petikemas seolah-olah menjadi melonjak. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Kalaupun ada kenaikan tidak se-spektakuler yang dilukiskan Menteri Sofyan Djalil. Kenaikan yang paling utama dipengaruhi pertumbuhan ekonomi serta  konversi dari kargo konvensional ke petikemas.

Alih-alih sebagai Raja Midas, keberhasilan RJ Lino selama 6 tahun menjadi Dirut Pelindo II adalah menyulap cadangan kas dari Rp 3 Triliun menjadi utang Rp 22 Triliun. Investasi alat secara besar-besaran di tahun 2010, SDM dan penggunaan konsultan asing yang berlebihan membuat cadangan kas Pelindo II terus menurun. Kondisi yang memaksa Pelindo II mengajukan pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 1 Triliun di tahun 2012. Utang KMK Rp 1 Triliun berhasil dilunasi dari pinjaman KMK Rp 4 Triliun di tahun 2013, dan kemudian meminjam lagi sekira Rp 6 Triliun kepada Deutchse Bank untuk membayar utang Rp 4 Triliun.

 Pinjaman kepada Deutchse Bank berhasil dilunasi dari hasil pinjaman obligasi sebesar US $1,6 M (Rp 20,8 T kurs Rp 13000/dollar) yang diperoleh Mei 2015 lalu. Dari pinjaman US $1,6M tersebut, yang sudah harus lunas tahun 2025 sebesar US $1,1M. Asumsi kurs Rp 15.000/dollar di tahun 2025, Pelindo II harus sudah menyiapkan Rp 16,5 Triliun, ini belum termasuk bunga pinjaman yang rata-rata mencapai Rp 1 Triliun/tahun.

Lalu berapa sebenarnya rata-rata keuntungan Pelindo II setiap tahun? Tahun 2014 lalu, laba Pelindo II mencapai Rp 1,3 Triliun, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 2,1 Triliun. Penurunan laba sepertinya masih akan terjadi di tahun-tahun berikutnya seiring beban bunga pinjaman dana obligasi. Di sisi lain, peningkatan pendapatan dari Terminal Kalibaru (New Priok Port) belum bisa diharapkan karena pertumbuhan arus petikemas tidaklah sespektakuler yang dibayangkan. Apalagi dalam pengoperasiannya New Priok Port sendiri harus berbagi keuntungan dengan mitra asing yang berinvestasi 49% saham di terminal petikemas tersebut. Maka yaang dikhawatirkan terjadi justru munculnya fenomena “saling bunuh” antarterminal petikemas.

Tak sedikit yang menduga, kondisi sulit akan dihadapi Pelindo II khususnya terkait dengan masalah keuangan. Karena itu tak mengherankan muncul sinyalemen ngototnya Pelindo II memprivatisasi JICT dan TPK Koja kepada HPH meski dengan harga murah dan waktu konsesi masih 5 tahun lagi (2019) karena kebutuhan akan sumber pendanaan untuk melunasi utang-utangnya.  Seperti diketahui, tanggal 5 Agustus 2014 lalu Pelindo II mengumumkan telah menandatangani privatisasi (perpanjangan konsesi) JICT dan TPK Koja sampai tahun 2039. Kejanggalan-kejanggalan perpanjangan privatisasi tersebut sudah banyak dipaparkan. Mulai dari menabrak aturan UU Pelayaran, hilangnya pendapatan negara dari PNBP hingga potensi kerugian negara triliunan rupiah. Tapi seperti diakui Dirut Pelindo II RJ Lino, jika perpanjangan konsesi JICT dan TPK Koja tidak dilakukan sekarang, Pelindo II bisa mengalami kebangkrutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun