Mohon tunggu...
asep ramadhan
asep ramadhan Mohon Tunggu... profesional -

Belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Serikat Pekerja JICT Tolak RJ Lino Obral Aset Negara

3 Agustus 2015   09:50 Diperbarui: 3 Agustus 2015   09:50 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dirut Pelindo II RJ Lino sudah mengeluarkan rangkaian pernyataan yang menyudutkan SP JICT. Lino menyatakan SP JICT adalah ‘musuh bangsa’, ‘tak tahu terimakasih’, ‘memiliki kepentingan pribadi’ dan sebagainya. Lino juga menyatakan ‘negara akan untung 400 juta dolar AS dari konsesi JICT ke Hutchison Port Holding (HPH) Hongkong’.

Untuk itu melalui surat pernyataan ini, SP JICT perlu menegaskan duduk perkara penolakan SP terhadap keputusan Dirut Pelindo II:

1. Yang jadi persoalan adalah keputusan Dirut Pelindo II RJ Lino pada 2014 untuk begitu saja memperpanjang konsesi JICT ke HPH (Hongkong) yang sebenarnya baru akan berakhir pada 2019, dengan nilai penjualan sangat rendah, tanpa tunduk pada UU Pelayaran. Sampai saat ini RJ Lino tidak bisa menjelaskan secara rasional mengapa perpanjangan itu harus dilakukan 5 (lima) tahun sebelum masa konsesi berakhir, terkesan mengobral dengan harga murah tanpa mengindahkan peraturan perundangan dan rekomendasi berbagai pihak peninjau yang dibentuk Pelindo II sendiri.

2. Menurut SP, ada kejanggalan luar biasa dalam hal perpanjangan konsesi ke HPH ini. Sebagai catatan, pemberian konsesi JICT kepada Hutchison berlangsung pada 1999. Ketika itu ditetapkan kepemilikan Hutchison Port Holding 51%, Pelindo II 48,9% dan Koperasi Pegawai Maritim 0,1%.

Perjanjiannya, konsesi ini berlangsung 20 tahun: 1999-2009. Ketika itu, JICT dijual sebesar USD 243 juta dengan kapasitas volume 1,4 juta TEUS.

Pemberian konsesi kepada HPH ini bisa dipahami mengingat kondisi ekonomi Indonesia yang sulit saat itu dan adanya kebutuhan transfer keahlian dan pengetahuan.

Masalahnya, kenapa tiba-tiba saja pada 2014 di masa-masa transisi dari pemerintahan SBY ke pemerintahan JOKOWI, Lino mengambi keputusan mengejutkan yaitu memperpanjang konsesi JICT ke HPH dengan skema baru yaitu Pelindo II (51%) dan HPH (49%), dengan nilai penjualan lebih rendah, yaitu hanya USD 200 juta (walau kemudian dinaikkan menjadi USD 215 juta pada 2015) padahal kapasitas volumennya sudah meningkat dua kali lipat menjadi 2,8 juta TEUS?

3. Lino menetapkan penjualan JICT dengan harga terlalu murah. Hasil verifikasi Financial Research Institute (FRI) yang adalah konsultan independen Dewan Komisaris Pelindo II menyatakan bahwa nilai JICT saat ini seharusnya adalah USD 854 juta (sedangkan Deutsch Bank yang menjadi Financial Advisor Pelindo II, memberikan penilaian USD 639 juta). Dengan perhitungan FRI, bila HPH hanya mengeluarkan dana USD 215 juta, HPH seharusnya hanya berhak memiliki 25,2% JICT. Nilai penjualan JICT ke HPH yang USD 215 juta itu hanya setara dengan keuntungan JICT selama dua tahun. Karena itu, patut dipertanyakan keputusan Lino untuk menjual JICT dengan harga serandah itu.

4. Keputusan Lino mengabaikan fakta bahwa selama 16 tahun terakhir (sejak 1999), JICT sudah berkembang menjadi salah satu pelabuhan petikemas terbaik bukan saja di Indonesia namun juga di Asia. Selama 16 tahun itu SDM Indonesia sudah belajar cara mengelola pelabuhan peti kemas secara mandiri dan menguasai tenologi yang dibutuhkan tanpa memerlukan keterlibatan pihak asing. Dengan kata lain, transfer know-how yang diperlukan pada 1999 seharusnya sudah selesai.

JICT sudah berkembang menjadi perusahaan menguntungkan dengan pendapatan tahun 2013 mencapai USD 280 juta. Keuntungan JICT dengan skema lama mencapai USD 106 juta. Namun bila tanpa keterlibatan HPH, keuntungan yang diperoleh untuk negara Indonesia bisa mencapai USD 160 juta.

Adalah sangat mengherankan bahwa dengan potensi keuntungan sebesar itu, Lino begitu saja memutuskan memperpanjang konsesi JICT dengan harga rendah sehingga sangat menguntungkan pemodal asing dan mengabaikan kepentingan bangsa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun