Mohon tunggu...
Asep Nirman
Asep Nirman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Bandung

Sedang belajar menjadi jurnalis/penulis

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Hakikat Tarawih menurut Kitab Ianatut Tholibin

26 Maret 2024   09:50 Diperbarui: 26 Maret 2024   14:07 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Tarawih merupakan shalat sunnah muakkad yang terdapat di bulan suci ramadhan saja. Jumlah Raka'at itu 20 Roka'at Hal ini senda dengan Hadits

Annahu kharaja min jaufil laili layaali min ramadha washalla fil masjid wa shallannasu bishalatihi fiiha wa takatsaru falam yakhruj lahum firroobiati waqoola lahum shohinatuhaa khasyiitu an tufridla alaikum shalaatul laili fatu'jizuu anhaa (HR. Imam Bukhari ) 

Yang artinya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya, lalu orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi. Kemudian rasul tidak keluar pada malam yang keempat, sahabat bertanya mengenai hal itu, rasul menjawab aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu." (HR. Bukhari)

Dan Hadist yang lain 

Annahum kaanuu yaquumuuna alaa 'ahdi umaribnil khattaab RA, bisyahri ramadhaana bi'isyriina rak'atan (HR. Al Baihaqi dengan Sanad Shahih) 

Yang artinya "Para Sahabat di masa Umar bin khattab r.a. melakukan qiyamullail(beribadah di tengah malam) di bulan Ramadlan 20 rakaat. 

Imam Malik dan Al Muwatha meriwayatkan dengan 23 raka'at, imam Baihaqi mengkompromikan dua pendapat tersebut dengan menyatakan bahwasanya mereka menambahnya dengan shalat witir 3 Rakaat. 

Dalil Tarawih 

Man qooma romadhaana Iimaanan wahtisaaban  gufiro lahu maa taqaddama min dzanbihi

"Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu," (HR Bukhari dan Muslim).

Tatacara

Diwajibkan membaca salam setelah selesai dia raka'at, maka tidak sah jikalau shalatnya empat raka'at sekali salam, berbeda dengan shalat sunnah dzuhur, Ashar, Dzuhaa, dan Witir. 

Waktunya

Mengerjakan Shalat Tarawih awal waktu lebih utama dari pada mengerjakannya di tengah malam. 

Kenapa disebut tarawih

Sumiyat taraawiih liannahum kaanuu yastarihuuna lithuula qiyaamihim ba'da kulli tasliimataini.. 

Menurut imam zainuddin Al-Malibari shalat tersebut dinamakan dengan shalat Tarawih, karena mereka (para sahabat nabi) beristirahat karena lama berdirinya setelah setiap dia kali membaca salam. 

Yu'khodzu minat-ta'liilil madzkuuri annahuu yanbagii thuulul qiyaami bilqiroo'ati ma'al khudzuuri wal khusyu'i khilaafan limaa ya'taadahu kastsiiruuna fii zamaanina min takhfifihaa wa yatafakharuuna bidzaalika. Qoola qotbul irsyaadi sayyidunaa Abdullah Ibnu Alawi Al Haddaad fin-nashooih, walyalhdzar minat talhfiifil mufrithil ladzii ya'tadahu katsiirun minal juhalaai fii shalaatihim littaraawihi hattaa rubbamaa yaqouuna bisababihi fil ikhlaali bisyaiin minal waajibaati mitslu tarkit thuma-niinati firrukuui wassujuudi wa tarki qiroo'atil faatihati alal wajhilladzii laabudda minhu bisabaabil 'ajlati fayashiiru ahaduhum 'indalllaahi laa gua shalla fafaaza bitstsawaabi walaa huwa tarkun fa'tarofa bittaqhsiiri wasallama minal i'jaabi wa hadzihii wamaa asybahuhaa min a'dzami makaayidusy syaithaani liahlil iimaani.. 

Sayyid Bakri dalam kitab I'natut Tholibinnya menjelaskan "Diambil dari sebab yang di sebutkan bahwa hendaknya memperlama berdiri dengan membaca serta khudzur dan khusyu' berbeda dengan apa yang telah menjadi kebiasaan banyak orang pada zaman kita dari menganggap enteng tarawih dan berbangga dengan hal itu, Qothbul irsyad sayyidina Abdullah bin Alawi Al Haddad berkata dalam An-Nashaa-ih, "Dan berhati-hatilah dari menganggap enteng yang berlebihan yang telah menjadi kebiasaan orang-orang bodoh dalam shalat mereka terhadap shalat Tarawih, mereka bahkan mungkin melanggar beberapa kewajiban karenanya seperti meninggalkan thuma-ninah pada ruku' dan sujud, dan meninggalkan bacaan Al-Fatihah sebagaimana mestinya karena tergesa-gesa maka salah seorang dari kalian menurut pandangan Allah, bukan ia shalat dan mendapat pahala dan dia juga tidak meninggalkannya, sehingga dia mengakui kekurangannya dan bebas dari i'jab, ini dan hal-hal serupa merupakan tipu muslihat setan yang paling besar terhadap orang-orang yang beriman"."

Mohon maaf dan mohon koreksi apabila terdapat kekeliruan dalam hal penerjemahan dan penyampaian kepada yang lebih mengerti. 

Referensi 

1. As-Sayyid Al-Bakri bin Muhammad Syattha ad-Dimyathi, Hasyiyyah I'anatuth Thalibin, Semarang : Toha Putra Jilid I: Hal 265-266

2. Nu Online : https://www.nu.or.id/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun