Fakta terakhir terbukti, misalnya Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, baru menyediakan Program Sudi Ekonomi Islam dengan 2 (dua) konsentrasi, yaitu konsentrasi Zakat dan Perbankan Syariah;[14] sedangkan UIN Bandung baru program studi Magister, belum Doktoral, dengan program studi Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah; dan menyediakan 4 (empat) peminatan: Ekonomi Pembangunan & Perencanaan, Ekonomi Keuangan dan Perbankan Syariah, Manajemen Syariah, serta Akuntansi Syariah.[15]
Karena itu, diperlukan keterlibatan semua pihak, terutama dari umat Islam Indonesia, untuk merealisasikan sekaligus mensosialisasikan lembaga keuangan Islam tersebut. Dalam hal ini, yang berkompeten sebagai regulator ialah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaran Haji Departemen Agama—sekarang: Kementerian Agama. Pada tahun 2004, salah satu programnya adalah program pembinaan lembaga-lembaga sosial dengan tujuan memberdayakan dan meningkatkan kapasitas serta kualitas lembaga sosial keagamaan. Di antara kegiatan pokok dari program tersebut adalah: (1) memberdayakan lembaga-lembaga sosial keagamaan seperti kelompok jamaah keagamaan, majlis taklim, organisasi keagamaan dan pemuda masjid, Baitul Mal wat-Tamwil, Badan Amil Zakat dan Nazir Wakaf; (2) meningkatkan kemampuan pengelola bagi lembaga sosial keagamaan; (3) mengembangkan sistem informasi lembaga sosial keagamaan; serta (4) melanjutkan upaya untuk melakukan kajian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan mutu pembinaan lembaga-lembaga sosial keagamaan.[16]
Penutup
Dalam Islam, faktor ekonomi merupakan hal sangat penting dalam membangun kesejahteraan Umat Islam. Salah satu buktinya adalah eksistensi Bank Syari`ah dan mu`amalat di Indonesia. Keberadaannya sudah teruji dan terbukti ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi, maka bank ini tetap bertahan, sebab prinsip yang ditanamkan adalah bagi hasil (profit sharing) dan tidak ada yang dirugikan malah sebaliknya sama-sama untung.[17]
Abiaqsa, penulisa artikel online: “Peran Lembaga Keuangan Syariah dalam Pengembangan Ilmu Syariah, Hukum dan Ekonomi” memberi kesimpulan dan rekomendasi berikut: (1) Perkembangan aplikasi industri ekonomi dan keuangan Islam sejak awal sejalan dengan perkembangan keilmuannya, namun dua dekade terakhir ini perkembangan industri yang sangat pesat membuat pengembangan industri dan penyediaan SDM cenderung dilakukan dengan cara-cara yang instan, dan hal ini berisiki menimbulkan banyak masalah pada berbagai aspek, khususnya reputasi dan kemanfaatan industri bagi perekonomian; (2) Perkembangan industri ekonomi dan keuangan Islam tidak diikuti dengan perkembangan sistem pendidikan yang memadai, yang pada akhirnya terdapat kondisi kelangkaan jumlah SDM yang mumpuni bagi industri; (3) Diperlukan upaya lebih besar dalam eksplorasi keilmuan ekonomi dan keuangan Islam di tingkat lembaga pendidikan; (4) Diperlukan upaya riset yang lebih masif serta mencetak SDM yang kompeten dalam bidang ekonomi dan keuangan Islam; serta (5) Diperlukan dukungan semua pihak baik regulator, praktisi dan Kementerian Pendidikan Nasional dan Budaya serta Kementerian Agama dalam mempercepat upaya eksplorasi keilmuan ekonomi dan keuangan Islam.[18]
Penulis pribadi menyikapi lembaga keuangan Islam ini berpedoman pada dua kata kunci dalam interaksi ekonomi serta menjadi penutup tulisan ini adalah: (1) adil dan (2) tanggung jawab yang berdimensi duniawi dan ukhrawi.
Wa Allah a’lam.
Daftar Pustaka
Ali dkk, Lukman. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press.
Anonim. 2004. Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam. Edisi 2004. Jakarta: Departemen Agama.