Mohon tunggu...
Asep Dani
Asep Dani Mohon Tunggu... Guru - Writing, and editing

Tenaga Pendidik Pertanian di SMKN 1 Tanggeung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendidik Anak di Era Modern

28 Agustus 2017   19:57 Diperbarui: 28 Agustus 2017   20:02 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak adalah permata berharga yang hadir di tengah-tengah kita. Ya, tidak semua orang bisa memiliki keturunan yang meneruskan mimpi, bahkan hal yang belum kita dapatkan. Banyak orang yang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan seorang anak namun, ada pula yang melenyapkan bahkan membuang buah hatinya itu.

Sungguh kejam!

Nah, kita terkadang suka bingung ketika anak sudah besar bahkan dewasa. Bingung cara mendidiknya, cara mengawasi pergaulannya dan lain sebagainya. Sehingga, kita kelayapan mencari tips atau bahkan wejangan dari orang-orang yang berpengalaman untuk mendidik anak.

Kita ketahui, mendidik anak zaman dahulu dengan zaman modern itu sangat berbeda, bahkan cara perlakuannya pun sangat jauh berbeda. Seperti telah kita alami, zaman 90 ke bawah itu cara mendidik anaknya lebih keras tapi membuat anak jadi disiplin, sopan, bertanggung jawab dan beretika.

Nah, kalau pendidikan seperti itu diterapkan di zaman digital ini apakah mempan?

Bisa jadi anak kabur bahkan tidak mau mengenal kita lagi sebagai orang tuanya. Menyedihkan, kalau kita tidak dianggap lagi sama anak sendiri. Namun, sebagai orang tua kita mesti mengetahui sifat, karakteristik dan hal yang dia sukai untuk mendidiknya. Bukan yang dia sukai malah kita larang dan diganti dengan apa yang kita mau.

Bu, Pak. Anak itu bukan robot, bukan pula boneka yang semau kita menggerakannya. Anak juga butuh kebebasan, namun kebebasan itu bukan berarti kita membiarkan mereka liar, semaunya bahkan bikin kerusuhan. Yang terjadi, kita sebagai orang tua malu bahkan di mata tetangga sudah di anggap jelek.

Anak itu diibaratkan 'Padi' kalau kita mengurusnya dengan kasih sayang, menjaganya, memberinya nutrisi nanti akan kita rasakan hasilnya. Namun, kalau anak kita biarkan semaunya, lantas kita asik dengan pekerjaan dan tidak pernah memperdulikannya justru akan membuat kita menyesal.

Selain Pendidilan formal anak juga harus didekatkan dengan pendidikan rohani. Biar, lebih mudah dalam menjaga emosi dan berpikir lebih baik. Kita juga mendidik anak tidak melulu menyerahkan sepenuhnya kepad "Guru" yang membimbingnya belajar. Mereka juga ada keterbatasan. Tidak hanya anak kita yang didiknya, tapi puluhan bahkan ratusan. Oleh karena itu, sebaiknya sebagai orang tua yang baik, kita mesti menjadi tauladan, inspirasi bahkan pahlawan buat anak-anak kita.

Kita sebagai orang tua hanya memberikan mereka jalan, menjadi penjaga mereka agar ketika mereka berada dalam kesalahan bisa kita luruskan bukan dibiarkan bahkan di diamkan begitu saja. Memang, begitu sulitnya mendidik anak di era digital ini. Ya, seperti telah kita ketahui anak berumur 3 tahun sudah bisa mengoprasikan Handhpone orang tuanya. Ini sudah di luar perkiraan kita, bukan?

Lantas, kita harus menjauhkan mereka dari teknologi?

Biarkanlah, namun kita bimbing dan awasi saja dan jelaskan kepadanya hal yang tidak diperbolehkan dan dibolehkan. Agar, anak juga bisa paham dan kita bisa tenang.

Banyak kejadian dan kasus kehilangan anak bahkan pembunuhan karena media sosial. Itu karena, anak di usia seperti itu menginginkan informasi yang lebih (banyak ingin tahu) sehingga hal yang di larang pun dia dobrak. Semestinya, anak itu selain diperkenalkan ke gadget juga diperkenalkan ke buku. Ya, Buku. Mungkin hanya sedikit keluarga yang mendekatkan anak kepada buku. Ini mungkin terlihat aneh, tapi bisa mencegah anak untuk melakukan hal negatif yang membuat kita merasa bersalah ketika hal yang tidak diharapkan itu terjadi.

Bagaimana caranya agar anak suka membaca?

Pertanyaan itu pasti kita lontarkan pada motivator atau seorang ahli. Anak itu daya pikirnya masih bersih, memeorinya masih kosong (seperti halnya Hp) kalau yang memulai diri kita untuk membaca, anak pun akan mengikuti kita dalam membaca. Percuma, kalau kita menyuruh anak membaca tapi kita sendiri hanya asik berselancar di medi sosial.

Untuk itu, mulailah dari diri kita sebagai orang tua dalam mendidik anak, bukan dari orang lain. Karena, anak akan mengikuti apa yang telah kita lakukan bukan apa yang orang lain lakukan.

...

Artikel di atas terbit di Majalah Catra Edisi XIII , April 2017

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Semoga bermanfaat, salam literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun