“Maksud paduka raja?”
“Piala itu tidak bisa dimakan, tidak bisa dikecup, lebih enak aku di beri perawan,, bisa kudiamkan dalam selimut hangat malam mingguan”
“Tapi ini sungguh indah tuan”
“Ah, sudahlah, aku bosan mendengar deru derai airmata dan harapan yang tak berkesudahan, kau ambil saja, kau bawa pulang, simpan didalam lemari hias imajinasimu, asal jangan dijadikan arca untuk kau sembah dalam hatimu.”
Faqir berlalu pergi dengan girang, memegang piala highlight award seperti mainan.
Tiba tiba, pundaku terasa dipegang seseorang, aku melihatnya, dia tersenyum penuh kerinduan
“Tuan raja, begitulah yang seharusnya engkau lakukan, bekerjalah dengan hati, jangan pernah mengharapkan imbalan, bekerjalah untuk keabadian, engkau akan dikenang, bukan karena piala tapi karna keikhlasan”
Aku mengangguk pelan melihat sang kearifan pergi dalam kebisuan..
Dari arah bilik pintu, seorang wanita cantik gemulai datang menghampiriku..
“Suamiku, waktunya blusukan, ayo mandi dulu sayang..”
Tangannya menggenggam hatiku menuju kamar kerinduan, kami bercumbu dalam percintaan, lupa akan segala piala dan penghargaan, lupa akan semua kepopuleran, aku menjadi raja untuk jiwaku sendiri….