Mohon tunggu...
asep m. muhaemin
asep m. muhaemin Mohon Tunggu... Wiraswasta - AsepMM

positive thinking

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Tina, Gadis Belia yang Terusir dari Kampungnya (Apa yang Harus Saya Lakukan?)

20 Februari 2016   16:03 Diperbarui: 21 Februari 2016   17:25 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Tina dan anak saya. (dokumentasi pribadi)."][/caption]Menurut teman-teman, apa yang harus saya lakukan? Saat ini di rumah saya terdapat anak perempuan yang mengaku diusir keluarganya. Namanya Christina Natalia Tobing, Usia: 14 Tahun. Tina ini saya temukan di daerah Jasinga, sepulang saya supervisi karyawan di daerah Jasinga. Saat itu Tina berjalan sendirian ke arah Tenjo, kondisinya mengkhawatirkan. Kurang lebih begini awal percakapan kami:

“Dik kamu jalan sendiri mau ke mana?”

“Saya mau ke Jakarta,” jawabnya

“Kenapa tidak naik kendaraan?”

“Saya gak punya uang.”

“Dari mana kamu jalan, sudah berapa lama?”

“Dari arah Tangerang, sudah dua hari.”

Pasti pembaca bisa menerka apa yang ada dalam pikiran saya saat itu. Akhirnya saya bilang, “Ya dah kalo kamu mau, ikut saya dulu naik kendaraan sambil kita ngobrol-ngobrol.”

Akhirnya Tina pun ikut saya. Saya belikan dia makan dan minum, sambil Tina makan saya lanjutkan obrolan.

“Bagaimana kamu bisa jalan sejauh ini?”

“Saya diusir dari rumah Pak Tua saya di Tangerang.”

Orang tua kamu ke mana?

“Orang tua saya dua-duanya sudah meninggal.”

Coba kamu ceritakan bagaimana kamu sampai di sini?

“Sebenarnya saya diusir sudah dua kali, pertama saya diusir oma saya di Tarutung, Sumatera Utara. Waktu itu saya pulang kerja kelompok pulang agak malam, disangkanya saya nakal dan main-main. Saya SMP kelas 3. Setelah itu saya diusir Oma, terus tinggal sementara seminggu di rumah teman. Saya menunggu keluarga nyariin saya, tapi ditunggu seminggu keluarga saya tidak nyari.

Akhirnya saya minta keluarga teman untuk carikan pekerjaan. Keluarga teman saya dapat info ada kerjaan di Jakarta. Saya bilang gak apa di Jakarta juga. Akhirnya saya pun kerja di Jakarta, diongkosin bos di Jakarta naik pesawat."

"Selama kerja di Jakarta saya betah. Sudah sempat digaji dan saya belikan HP. Setelah kurang lebih 2 minggu di Jakarta, keluarga saya di Tarutung ternyata kontak Pak Tua saya di Tangerang. Meminta jemput saya di Jakarta. Sebelumnya saya gak mau karena sudah betah kerja, tapi karena Pak Tua bilang saya mau diajukan ujian sekolah Paket B, akhirnya saya mau.

"Tapi ternyata setelah seminggu tinggal dengan Pak Tua, saya diusir. Gara-gara HP anaknya Pak Tua rusak kecebur di kolam. Mengakunya ke orang tua, HP saya yang merusak. Bukan cuma HP saya diambil sebagai pengganti, Saya pun diusir lagi. Saya akhirnya pergi dan selama semalam saya masih nunggu di sekitar rumah itu siapa tau Pak Tua masih cari.

"Ditunggu semalam gak dicari saya pergi lagi. Malam tadi nginap di pom bensin, paginya ada yang ngasih saya makan, ada yang nganterin saya juga ke pasar disuruh cari kerja. Tapi di pasar nggak ada lowongan, saya putuskan mau cari kembali bos saya di Jakarta, sampai akhirnya Abang temukan tadi.” panjang lebar Tina jelaskan latar belakangnya.

Di jalan saya sempatkan Shalat Ashar di salah satu Mushalla. Selesai Shalat saya ajak Tina ngobrol kembali.

“Dik, ini hari kan sudah sore, kalau saya antar kamu ke Jakarta takut kemalaman. Kalau kamu bersedia saya akan bawa kamu ke rumah, dikenalkan sama istri saya, kebetulan istri saya orang Medan juga, tapi Mandailing. Saya orang Islam, tapi saya termasuk orang yang menjunjung toleransi, dan tidak setuju orang SARA, makanya biarpun kamu Kristen, tidak menjadi penghalang saya untuk membantu kamu, apalagi kamu masih di bawah umur. Bahkan kalau mau, kamu bisa tinggal di rumah saya. Saya ada juga kerjaan yang bisa kamu bantu, begitu pun istri saya di rumah."

Nah pembaca sekalian, akhirnya saya kenalkan Tina ke istri di rumah. Walaupun sebelumnya istri saya masih ragu, karena ketidakjelasan asal-usul Tina. Tapi berdasar pertimbangan kemanusiaan, istri saya pun mendukung. Malam itu Tina nginap di rumah, disediakan baju dll (maklum Tina pergi gak bawa apa-apa, hanya pakaian di badan dan sebuah novel, ternyata Tina suka baca). Saya dan istri saya cerita ke keluarga via aplikasi chat. Semua bilang hati-hati, walaupun niat kami baik. Karena tidak ada sama sekali identitas yang Tina bawa. Takutnya ini modus yang banyak terjadi, yang akhirnya merugikan kami.

Besoknya saya kerja, dan sepulangnya kerja istri banyak cerita. Yang pada intinya Tina merasa betah di rumah, dan merasa terlindungi. Tapi saya masih was-was, walau bagaimanapun Tina masih di bawah umur. Saya takut keluarganya nanti menyalahkan saya, bisa saja nanti ada yang melaporkan kalau Tina diculik. Saya coba berulangkali tanya Tina apa ada nomor HP keluarganya yang hapal? Tina gak ingat sama sekali, alamat Pak Tuanya di Tangerang juga tidak ingat. Tina meyakinkan saya, kalau keluarganya tidak akan mencari, karena dia pergi pun diusir. Malah bilang gak mau pulang.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, saya lapor Pak RT. Saya cerita kronologisnya, Pak RT pun mendukung saya. Pak RT akan bantu untuk melaporkan ke pihak Kepolisian setempat. Malam hari sekitar pukul 20:00, ada 3 orang datang ke rumah saya; Pak RT, dan 2 orang Medan.

Orang Medan pertama bermarga Tobing, satu lagi bermarga lain tapi rumahnya gak begitu jauh dari rumah saya. Orang pertama adalah tokoh di Parungpanjang yang dihubungi Kapolsek, lebih tepatnya Ketua Perkumpulan Tobing. Saya baru tau, ternyata di Batak itu ada perkumpulan per marga. Dari hasil obrolan itu dapat ditarik kesimpulan, Ketua Tobing ini merasa ikut bertanggung jawab dan berniat untuk membawa Tina ke rumahnya.

Beliau berniat untuk menelusuri keluarga Tina yang di Tangerang, termasuk yang di daerah Tarutung sana. Walau pada awalnya Tina menolak karena takut mengalami kejadian serupa. Namun, akhirnya mau juga untuk dibawa Pak Ketua ini, dengan sedikit bekal dari saya dan istri. Saya beri dia juga nomor HP kalau sewaktu-waktu diperlukan. Dengan berkaca-kaca, hampir menangis Tina pamitan.

[caption caption="Tulisan Tina waktu saya lapor ke Pak RT. (dokumentasi pribadi)."]

[/caption]Sudah selesai cerita ini? Ternyata belum. Dua hari kemudian, tepatnya hari ini, pagi-pagi Tina datang ke rumah. Cerita sambil nangis Tina jelaskan kalau tidak mau pulang, karena merasa di kampung pun keluarga sudah tidak ada yang terima. Ternyata Pak Ketua dan perkumpulan Tobing ini berniat baik memberi ongkos buat Tina pulkam. Saya langsung ke Pak RT lagi minta pendapat. Beliau menyarankan telpon Pak Ketua Tobing saja.

Setelah berhasil dihubungi, di telpon Pak Ketua menjelaskan. Memang malam tadi perkumpulan itu musyawarah, dan berhasil meyakinkan Tina untuk pulang kampung. Tapi pagi-pagi ternyata Tina sudah tidak ada, Pak Ketua mengira Tina paling-paling ke tempat saya. Dan ternyata betul.

Dari informasi yang diterima Pak Ketua, keluarga Tina di Tangerang tidak bisa ditemukan, dan ditelusuri ke daerah Tarutung pun keluarganya tidak ditemukan. Padahal seharusnya berdasar database nama Marga dan silsilahnya, tak akan sulit mencari marga Tobing ini. Entah mana yang salah, apakah Tina yang salah memberi info silsilahnya, atau perkumpulan Tobing saja yang belum berhasil menemukan keluarga Tina.

Untuk jelasnya, nanti sepulang kerja Pak Ketua mau ajak Pak Kapolsek untuk datang kembali ke rumah saya. Yang pasti hari ini Tina menjelaskan, sudah betah di sini. Dan kalau keluarga saya bersedia, tidak mau pergi lagi dari sini.

Saya dari awal memang berniat membantu, mengingat Tina sepertinya tertekan. Trauma dengan kejadian yang telah lewat. Bahkan niat Tina untuk ikut ujian paket B bisa diusahakan di sini. Saya kenal dekat dengan orang Dinas Pendidikan yang menangani ujian ini. Atau bahkan meneruskan ke jenjang selanjutnya. Tapi masalahnya saya belum berhasil menghubungi keluarganya.

Saya berhasil menemukan nomor Telpon SMPnya di Tarutung, tapi tidak ada yang mengangkat. Kalau saya berhasil menghubungi keluarganya, minimal saya nantinya tidak ada yang menyalahkan merawat Tina di sini.

Menurut Teman-teman, apa yang harus saya lakukan? Apakah saya boleh membatu dan mempertahankan Tina di rumah, sesuai dengan kemauannya? Bagaimana kalau saat nanti ke rumah, Perkumpulan Tobing itu meminta Tina kembali?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun