Mohon tunggu...
asep gunawan
asep gunawan Mohon Tunggu... Lainnya - Pengabdi di Kabupaten Kepulauan Sula

ASN adalah jalan pengabdian, Menulis adalah jalan introspeksi pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Paradoks WTP: Tujuan atau Akuntabilitas

21 Januari 2025   09:00 Diperbarui: 21 Januari 2025   00:48 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Paradok WTP (Sumber: canva.com/dream-lab)

Masyarakat sebagai penerima manfaat utama dari anggaran publik sering kali kurang dilibatkan dalam pengawasan dan kurang memahami bagaimana anggaran digunakan. Partisipasi masyarakat yang rendah menjadi salah satu faktor lemahnya akuntabilitas.

Kapan WTP Menjadi Tujuan dan Bukan Akuntabilitas?

Sebelum memahami bagaimana WTP dapat berubah menjadi tujuan semata, penting untuk melihat konteks yang lebih luas. Dalam beberapa kasus, pemerintah daerah “merayakan” predikat WTP sebagai simbol keberhasilan administratif. Namun, di balik itu, muncul pertanyaan mendasar: apakah predikat ini benar-benar mencerminkan tanggung jawab dan akuntabilitas anggaran? Laporan keuangan yang rapi sering kali menjadi kebanggaan, tetapi bagaimana dengan dampak nyata anggaran terhadap masyarakat? Apakah jalan berlubang sudah diperbaiki? Apakah layanan kesehatan semakin baik? Atau, apakah ini hanya formalitas yang memenuhi kepatuhan administratif?

WTP berubah menjadi tujuan semata ketika:

  • Pemerintah daerah lebih fokus pada laporan keuangan yang rapi sebagai simbol keberhasilan daripada memastikan anggaran digunakan secara efektif dan benar.
  • Mekanisme pengawasan internal yang lemah membuat evaluasi dampak anggaran terhadap masyarakat terabaikan.
  • Kepatuhan administratif menjadi prioritas dibandingkan dengan transparansi dan hasil nyata di lapangan.

Yang sering terjadi di banyak daerah, daerah-daerah yang meraih predikat WTP tetap menghadapi kritik tajam atas layanan publik yang buruk. Hal ini menyoroti perlunya perubahan perspektif: dari sekadar meraih opini WTP menjadi memastikan anggaran benar-benar memberikan manfaat nyata.

Bagaimana Memastikan WTP Mencerminkan Akuntabilitas?

Tentunya, perlu di pikir sebuah langkah-langkah strategis untuk menjadikan opini WTP lebih dari sekadar simbol administratif. Rekomendasi ini penulis anggap urgent untuk memastikan bahwa tata kelola anggaran tidak hanya memenuhi aspek formalitas, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat. Dengan memahami peran pemerintah daerah, reformasi di tingkat BPK, dan pentingnya partisipasi masyarakat, kita dapat menciptakan tata kelola yang transparan, akuntabel, dan relevan.

1. Rekomendasi untuk Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah harus menyadari bahwa opini WTP bukanlah tujuan akhir, melainkan langkah awal yang harus diikuti dengan evaluasi berkelanjutan. Langkah ini dapat diukur melalui peningkatan transparansi anggaran, pelibatan masyarakat dalam pengawasan, dan penilaian dampak langsung dari program-program yang didanai anggaran tersebut. Tanpa pengukuran yang jelas, opini WTP hanya akan menjadi simbol administratif tanpa substansi nyata. Transparansi anggaran harus menjadi prioritas utama. Implementasi sistem e-budgeting dan e-audit tidak hanya menutup celah korupsi tetapi juga memungkinkan masyarakat untuk ikut memantau penggunaan anggaran secara real-time. Contoh nyata, misalnya, adalah memastikan dana untuk infrastruktur benar-benar menghasilkan jalan yang layak digunakan atau fasilitas kesehatan yang memadai.

2. Reformasi Penilaian oleh BPK

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu melakukan reformasi pada standar penilaian opini WTP. Selain memeriksa laporan keuangan, penilaian juga harus mencakup evaluasi terhadap dampak anggaran pada kesejahteraan masyarakat. Misalnya, keberhasilan alokasi dana pendidikan harus diukur berdasarkan jumlah anak yang mendapatkan akses sekolah gratis atau peningkatan kualitas pendidikan di daerah terpencil. Dengan cara ini, WTP akan menjadi indikator yang lebih relevan bagi masyarakat.

3. Peningkatan Literasi dan Partisipasi Masyarakat

Literasi keuangan masyarakat harus ditingkatkan agar mereka mampu memahami bagaimana anggaran digunakan. Transparansi tidak cukup jika masyarakat tidak dapat memanfaatkan informasi tersebut. Pemerintah daerah dapat mengadakan forum publik atau menyediakan laporan keuangan yang mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat umum. Partisipasi publik dalam proses pengawasan ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan tetapi juga memperkuat akuntabilitas.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun