siswa yang mengikuti pendidikan jenjang anak usia dini (PAUD) di kota Bandung yang menurun karena pandemi Covid-19. Para orang tua menunda menyekolahkan anaknya karena berbagai alasan.
MENARIK mencermati fenomena minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya terlebih setelah era pandemi Covid-19. Misalnya saja, penurunan jumlahPenurunan presentase di setiap lembaga PAUD pun beragam, ada yang mengalami penurunan sampai 50 persen, 20 persen dan ada yang sama sekali tidak punya siswa selama pandemi hingga tak beroperasi. Temuan lainnya ada PAUD yang gurunya empat orang, siswanya hanya tiga orang.
Tidak bisa dielakkan hal yang sama bisa menjadi fenomena "gunung es" yang melanda sekolah-sekolah swasta di berbagai daerah, sebab akibat pandemi Covid-19 ini banyak sekolah kesulitan dalam operasional sekolah karena kekuarangan murid.
Jauh sebelum Pandemi Covid-19, fenomena matinya sekolah karena kekurangan murid seperti yang terjadi pada tahun ajaran sebelumnya yaitu 2019-2020 ketika ada beberapa sekolah yang menutup aktifitas pembelajaran karena kekurangan murid.
Bagi sekolah swasta, PPDB adalah tolak ukur keberlangsungan sekolah yang jelas terlihat dari perolehan siswa. Keniscayaanya, sekolah swasta tentu tidak bisa dilepaskan dari yang namanya profit atau income dari banyaknya siswa pendaftar. Alhasil, sekolah swasta memang menggantungkan hidupnya dan ukurannya adalah para pengguna yang masuk ke sekolah swasta.
Kondisi penurunan perolehan siswa bagi sekolah swasta untuk dua tahun terakhir di era pandemi Covid-19 pun berlaku tidak hanya pada PAUD saja. Pendidikan dasar menengah dan tinggi pun jelas-jelas terdampak sekali, banyak sekolah swasta dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) saat ini benar-benar kekurangan peserta didik dan mahasiswa.
Revitalisasi Strategi
Temuan penulis untuk tahun pelajaran 2021-2022, penurunan siginifikan jumlah siswa di beberapa sekolah swasta yang selalu mendapat lebih dari 400-an siswa pun hanya mendapat 200an siswa. Ironis memang, ada banyak faktor dan pandemi Covid-19 senyatanya  menyebabkan sekolah swasta diambang keterpurukan.
Keberadaan  swasta di Indonesia sendiri memang memiliki jumlah yang lebih mendominasi ketimbang sekolah negeri. Mengutip Statistik Data Kemendikbud (2020), ada 131.879 atau 88,25 persen SD negeri dan 17.556 atau 11,75 persen sekolah SD di Indonesia. Kemudian 23.594 atau 58,17 persen SMP negeri dan 16.965 atau 41,83 persen SMP swasta. Serta 6.883 atau 49,36 persen SMA negeri dan 7.061 atau 50,64 persen SMA swasta.
Harus diakui sudah sejak lama sekolah swasta kesulitan dalam mencari murid (peserta didik) terlebih ketika diberlakukannya kebijakan zonasi.Â
Dikotomi masyarakat masih 'negeri minded', yakni terfokus kepada sekolah negeri sehingga swasta menjadi nomor dua. Kemudian kebijakan pemerintah lainnya bisa merugikan sekolah swasta, seperti halnya SMA dan SMK negeri gratis sehingga seolah-olah masuk sekolah swasta harus bayar mahal.