Mohon tunggu...
Astaj
Astaj Mohon Tunggu... Tentara - Astaj
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Man Jadda Wajada

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Biografi Mama Cibitung Kecamatan Rongga KBB.

6 Desember 2020   22:50 Diperbarui: 6 Desember 2020   23:32 5213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

b. Kebiasaan Mama apabila menyelenggarakan kegiatan apa saja selalu menyediakan makan.. Pada suatu saat ternyata makanan tidak ada, padahal acara akan segera dimulai, tiba tiba ada iring-iringan bakul penuh dengan makanan, tapi yang membawanya tidak kelihatan.

c. Ketika Mama beserta santri sedang ziyarah di Ranga Madu *). Mama dan santrinya merasa lapar, tiba-tiba tumbuh pohon pepaya, berbuah dan masak seketika itu juga. Setelah dipetik buahnya, pohon pepaya itu hilang.

d. Keistimewaan Mama Cibitung yang dapat disaksikan sampai saat ini adalah pada saat haolan beliau, yang diselenggarakan setiap tanggal 15 -- 22 Robiul Akhir. Haolan ini dihadiri oleh ratusan ribu kaum muslimin dari berbagai lapisan masyarakat yang berdatangan dari daerah -- daerah, terutama Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatra.

e. Dalam hal memberantas kemunkaran, beliau melakukannya dengan cara-cara yang lemah lembut, seperti yang dituturkan putra beliau, KH. Abdul Halim, bahwa ketika menghadapi orang yang .membawa domba adu, beliau mengelus-elus domba itu, sambil berkata : " Domba kagungan saha ieu teh meni kasep, komo lamun teu diadukeun mah pasti kasep pisan ". Seketika itu tukang mengadu domba, berhenti dari kebisaan mengadu dombanya, berubah menjadi orang yang ta'at beragama.

f. Keinginan untuk berguru kepada Syekh Kholil Madura, di perjalanan selama 3 tahun bari usaha bari masantren. Berpisah dengan ibu rama setelah 25 tahun. Sehingga beliau lupa bagaimana rupa dan nama ayah dan ibunya, bagaimana nama dan keadaan kampungnya, yang masih ingat hanyalah bahwa ayahnya mempuanyai pesantren. Demikian pula ternyata ibu dan ayahanda beliaupun sudah lupa bagaimana rupa anaknya. Maka ketika pulang dari Madura, beliau hanya mencari pesantren di tempat yang jalan dan keadaannya dikira-kirakan. Akhirnya menemukan sebuah pesantren, beliau memohon izin kepada Ajengannya untuk ikut mondok di pesantren tersebut. Ternyata ajengan tersebut tidak lain adalah ayahanda beliau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun