Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan Hari Musik Nasional. Ya, bagi para pecinta musik, termasuk saya, tentu sudah mengingat betul tanggal ini. Bila perlu, ada pengingat khusus di handphone maupun highlight di kalender supaya jangan sampai lupa untuk memasang status dan mengunggah foto terkait hari musik nasional. Lalu, bagaimana dengan orang yang merasa biasa saja terhadap musik?
Begini, pada dasarnya, setiap orang mengetahui apa itu musik. Orang awam pun bisa menggambarkannya dengan kalimat begini, "Itu loh, yang diputar di acara tujuh belasan kampung!", "Biasanya kalo acara kondangan atau pernikahan selalu ada!" atau "Nonton TV atau Youtube juga mesti ada!". Beberapa contoh kalimat di atas menggambarkan bahwa kebanyakan orang setidaknya tahu apa itu musik, meski tidak harus bisa memainkan alatnya maupun menyanyi dengan nada yang pas.
Padahal sebenarnya, segala sesuatu yang ada di sekitar kita bisa menghasilkan musik. Pernyataan ini mengutip salah satu komposer Tanah Air, mendiang Slamet Abdul Sjukur dalam sebuah acara pada tahun 2014 lalu di Surabaya. Kebetulah salah satu anggota tim saya, berkesempatan menghadirinya.
Sebelum Anda lebih jauh mengernyitkan dahi, saat ini saya mengajak Anda untuk hening sejenak, kemudian membuka telinga lebar-lebar dan hati yang penuh ketulusan. Coba dengarkan baik-baik dan resapi, kira-kira apa yang didengar di sekitar Anda?Â
Mungkin embusan angin, gesekan sapu lidi dari tetangga sebelah, kicau burung, suara kucing yang lewat di depan rumah, atau bahkan ketukan dari kaki Anda sendiri yang tidak betah jika terlalu lama berdiam. Ya, hal-hal sepele itu yang sebenarnya mengandung musik.
Dalam acara yang digagas oleh Pertemuan Musik Surabaya (PMS) tersebut, Slamet menjelaskan bahwa ketidaksengajaan alam di sekitar kita itu jika dipadukan membentuk irama yang harmoni. Hanya saja, seringkali manusia kurang peka dengan keindahan alam ciptaan Tuhan berupa suara lantaran terlalu sibuk dengan kegiatan dan dunianya sendiri.
Untuk itu, Slamet mengajak seniman muda asal Surabaya, Gema Swaragita mengingatkan masyarakat untuk lebih peka dengan alam sekitar. Gema pun menggabungkan temuan-temuan suara di alam maupun tempat sekitarnya menjadi alunan musik yang harmonis.Â
Tak kurang akal, suara pintu rumah yang tengah dibuka dan ditutup pun dimanfaatkan Gema menjadi komposisinya. Tertantang? Pastinya. Namun kolaborasi Slamet dan Gema membuahkan hasil berupa apresiasi dari masyarakat Surabaya yang hadir pada saat itu.
Apresiasi khalayak terhadap musik yang dihasilkan tentu tidak datang begitu saja, termasuk bagi Slamet dan Gema. Sebelumnya, mereka harus memeras otak habis-habisan untuk bisa meracik "ramuan yang pas" agar konsep komposisinya bisa diterima oleh masyarakat, terutama kaum awam.Â
Berbicara soal karya termasuk dalam hal musik ini, saya dan anggota tim tentu tidak sebanding dengan Slamet Abdul Sjukur dan Gema Swaratyagita yang memang memiliki latar belakang pendidikan dan profesi dalam bidang musik. Namun, kami ingin membagikan gambaran sederhana ketika seorang musisi akan menulis sebuah komposisi.
Pertama, menentukan tema lagu yang akan ditulis