Mohon tunggu...
Andreas Agung Pamungkas
Andreas Agung Pamungkas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional 2019, Universitas Sriwijaya

..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cyber Diplomacy : Sebuah Strategi Menghadapi Cyber Conflicts

30 November 2021   11:30 Diperbarui: 30 November 2021   12:42 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Adapun menurut Global Security Index (GCI), ada 5 pilar yang dapat digunakan untuk menilai serta mengukur komitmen negara terhadap keamanan siber (Islami, 2017):

1.Legal (hukum), diukur dari keberadaan institusi yang legal dan framework mengenai keamanan siber

2.Technical, diukur berdasarkan keberadaan institusi secara teknis serta penerapan teknologi

3.Organizational, diukur berdasarkan koordinasi antara pembuat kebijakan dan pengembangan strategi terkait keamanan siber

4.Capacity Building, diukur berdasarkan penelitian-pengembangan, pendidikan-program pelatihan, profesional dan aparatur yang memiliki sertifikat.

5.Cooperation, diukur dari adanya partnership, bingkai kerjasama dan information sharing network (ITU, 2017).

Indonesia sendiri telah menerapkan berbagai kebijakan dan usaha-usaha terkait komitmennya dalam meningkatkan cyber security. Salah satunya dengan membentuk badan resmi yang berfokus pada penanganan terkait cyber space. Badan resmi tersebut adalah Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) (Primawanti & Pangestu, n.d). Dimana BSSN dianggap sebagai tameng utama dalam menghadapi cyber conflict yang terjadi di Indonesia.

Namun tidak lama saat penulisan essay ini, beberapa situs pemerintahan Indonesia mengalami peretasan. Peretasan ini diduga terjadi pada Rabu tanggal 20 Oktober 2021 (CNN Indonesia, 2021). Badan institusi siber dan sandi negara (BSSN) serta situs kepolisian Republik Indonesia berhasil diretas oleh hacker yang berasal dari Brazil. 

Selain itu, 5 sub domain web badan pengkajian dan pengenalan teknologi (BPPT) juga diretas. Peretasan BSSN tersebut kemudian dibalas oleh hacker asal Indonesia, yang meretas balik beberapa situs pemerintahan Brazil (Zuhad, 2021). Tindakan ini tentu berpotensi memicu cyber conflict dan mengganggu hubungan diplomatik kedua negara. Walaupun motif masing-masing pelaku masih kabur, Indonesia memerlukan langkah tegas dalam merespons kasus ini.

Peningkatan Cyber Security Secara Self-Help Tidak Cukup

Pada sub-bab sebelumnya, penulis telah memberikan informasi mengenai pilar meningkatkan cyber security. Peningkatan keamanan siber melalui pilar legal, technical, organizational, dan capacity building memerlukan waktu yang lebih lama dibanding cooperation. Sedangkan, urgensi kasus siber yang dibiarkan terlalu lama dapat memicu perang siber karena dapat dilakukan oleh negara maupun aktor non negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun