Halo, SELAMAT PAGI, tadinya pengen sambil teriak biar mirip opening seminar MLM yang mau prospek, tapi males deh, soalnya ini versi tulisan dan gak bakal kedengeran juga.
Artikel ini ditulis pada jam 1 pagi dan selesai sekitar jam 3 pagi.
Waktu sepagi ini emang paling cocok dah buat ngeluarin semua beban pikiran, apalagi yang sehari-hari udah jadi beban orang tua.
Bicara soal beban orang tua, suatu peran yang sedang aku geluti saat ini.
Sejujurnya aku masih penasaran apa yang dipikirkan dan dirasakan orang tua ketika melihat anaknya tiap malem nongkrong, bangun siang, golar-goler di kasur, malemnya nongkrong lagi.
Mungkin kedua orang tua akan saling cekcok "dulu udah dikasih tau, mending investasi emas daripada investasi ke anak, gedenya malah kayak gini kan"
Tapi tidak mungkin kan orang tua akan setega itu, eh tapi gak tau lagi, tiap orang tua punya prinsip masing-masing dalam mendidik anak.
Aku sendiri sebagai freshgraduate yang belum bosan menganggur, atau lebih tepatnya belum ada pekerjaan yang merasa cocok dengan aku, sudah berkali-kali mendapatkan semacam sindiran dari orang tua, terutama mama.
Apalagi saat tiduran di kasur karena memang tidak ada yang harus dikerjakan.
"molak-malik terus nang kasur koyok gedang goreng"
Kayak pisang goreng katanya, tau pisang goreng kan, pisang yang kulitnya dikupas terus digoreng, pake tepung sajiku biasanya, iya aku disamain kayak gitu sama mama, aku yakin pisang goreng akan protes jika mendengar ini
"sepurane buk, aku sek payu timbangane anakmu"
Atau, ketika pergi nongkrong
"nangdi? Dines ta?"
Dines katanya hmm..
Awalnya memang agak tersentak mendengar kalimat tersebut, namun, seiring berjalannya waktu kalimat itu hanya menjadi sebuah gurauan, dan selamat akhirnya aku ditasbihkan menjadi pengangguran yang professional, bermartabat, dan berintegritas. Penghargaan yang cukup fenomenal sih dikalangan pengangguran.
Mungkin memang orang tua mengidam idamkan anaknya segera bekerja setelah wisuda, bangun pagi, pakaian rapi, ucap salam "mama, aku pergi kerja dulu", sore hari pulang, besok mengulangi rutinitas yang sama lagi.
Kalo kerjanya nggak sistem shift, kalo kerjanya sistem shift kan bisa aja berangkat siang pulang malem, berangkat sore pulang tengah malem, terus berangkat malem besoknya masuk penjara, ternyata kerjannya jadi begal, kan namanya kerjaan beda-beda.
Tapi tidak semudah itu dunia bekerja. Yang orang tua aku tidak tau, saat siang hari aku tiduran di kasur, aku pun sambil melamar pekerjaan via job street, linkedin, facebook. Semua cara dicoba sambil tiduran.
Ada yang bikin post, dicari freshgraduate yang siap bekerja, ketik yes di kolom komentar jika tertarik
Udah juga ketik yes, komen siap jika berminat, juga udah dilakuin, sampe, ngetik angka 1 agar airnya surut dan lihat keajaiban yang terjadi, udah aku lakuin semua.
Tapi emang belum ada panggilan aja, yang ada panggilan adzan dari masjid terdekat agar kita dapat sholat dengan tepat waktu.
Sekarang udah tahun 2020, melamar pekerjaan atau hal lainnya bisa kita lakukan lewat gawai yang kita punya.
Jadi ketika 7 tahun lalu Telkom bilang dunia dalam genggamanmu itu beneran, yang gak bener itu dunia sudah dalam genggaman, namun pekerjaan masih saja luput dari jangkauan. Hahaha jadi beban orang tua lagi.
Tapi penasaran gak sih dengan apa yang dipikirkan orang tua tentang kita, eh aku yang masih belum mendapat pekerjaan ini.
Mungkin nanti kalo udah ada cukup keberanian bakal aku tanya "orang tua menganggap aku sebagai apa sih dari kecil hingga sekarang udah sebesar ini?"
Kalo kalian penasaran juga, mungkin bisa ditanyakan dan nanti bisa sharing kalo sudah menemukan jawabannya.
Udah deh cukup segitu dulu aja, terima kasih sudah menyimak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H