Mohon tunggu...
Wurry Agus Parluten
Wurry Agus Parluten Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Ayah dan Suami.

Pernah menjadi Penulis Skenario, Pembuat Film Indie, Penulis (jadi-jadian), Pembaca, (semacam) Petani, (semacam) Satpam. Sekarang gemar dengan #tagar atau #hashtag guna mengisi sisa hidup.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bahagia Palsu

31 Oktober 2022   07:32 Diperbarui: 31 Oktober 2022   07:39 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


-----
[30/10 06.36] Wurry Agus Parluten: Pemetaan versi gue, berdasarkan sumber wikipedia. Cosmology, terdiri dari:
(1) Physics,
(2) Metaphysics (relation to other disciplines > THEOLOGY).

Pada judul "God Becomes The Universe", ada poin... "The belief that God became the Universe is a THEOLOGICAL doctrine that has been developed several times historically, and holds that the creator of the universe actually became the universe".*

Kemudian di page "Schools of Islamic THEOLOGY", isinya... are various Islamic schools and branches in different schools of thought regarding aqdah (creed).*

Jadi nyambung dengan Claude Lvi-Strauss "Myth and Meaning", antara lain:
(1) The Meeting of Myth and Science,
(2) 'Primitive' Thinking and the 'Civilized' Mind,
(3) Harelips and Twins: The Splitting of a Myth,
(4) When Myth Becomes History,
(5) Myth and Music.*

Kesimpulan ala gue... Walaupun nggak paham-paham amat dan berkesan cocoklogy, tapi kata "cosmology" bisa menyatukan science (physics) dan religion/spiritual (metaphysics). Kuncinya ya, kata "kosmologi".

Menurut gue, tapi.
-----

[30/10 22.53] Wurry Agus Parluten: Tapi begini, untuk memahami ini memang musti berfikir seperti "orang dulu". Gak kayak kita di zaman now, segala apa tinggal "click".

[30/10 22.56] Ruli Harmadi: Justru dengan informasi yang mudah sekarang, pertanyaan nya dibalik, kenapa orang sekarang masih berfikir seperti orang dulu (mitologis)?

[30/10 22.57] Wurry Agus Parluten: Karena ritual yang ada hubungannya dengan "earth in culture".

[30/10 22.59] Ruli Harmadi: Ritual menjadi tradisi, ini yg diuji "free thinker".

[30/10 23.00] Wurry Agus Parluten: "The stone originally was apparently WHITE, not black. It's thought mankind touching the stone and seeking forgiveness from God is the reason the stone is BLACK, reflecting the sins of humanity, according to Muslim sources," said al-Akiti. (al-ajaru al-Aswad)*

Kalimat ini sebenarnya yang menarik, kalo kata gue.

[30/10 23.01] Ruli Harmadi: Proses oksidasi, sama seperti tembaga berubah jadi kehijauan.

[30/10 23.04] Wurry Agus Parluten: "Religious Cosmology"...

7 dimensions of religion; these are...
(1) Ritual,
(2) Experiential and Emotional,
(3) Narrative and Mythical,
(4) Doctrinal,
(5) Ethical,
(6) Social,
(7) and Material.*

Berasa nyambung, nggak?

[30/10 23.08] Ruli Harmadi: Ya. Artinya agama hasil daya cipta manusia, bukan ciptaan Tuhan.

[30/10 23.08] Wurry Agus Parluten: Ya, diulang lagi. Gue kan bukan yang kontra dengan statement itu. "List of Founders of Religious Traditions" kalo di wiki.

[30/10 23.12] Wurry Agus Parluten: Yang gue butuhkan sekarang adalah, memasuki alam berfikir orang dulu, lalu coba mem-bahasakannya dari sudut pandang now.

Ini udah poin plus sebenarnya. Karena memperkuat hubungan antara Islam dan Cosmology.

[30/10 23.13] Ruli Harmadi: Yang dicari ilmuwan pada penelitian kosmologi
1. Adakah kehidupan diluar bumi?
2. Adakah kecerdasan serupa manusia bahkan lebih?
3. Adakah wahana antar galaksi?
4. Apakah agama bumi universal di kosmos?
5. Layakkah konsep Tuhan monoteis diterapkan di kosmos?

[30/10 23.14] Wurry Agus Parluten: Setuju. Dan mungkin ada banyak pertanyaan lagi...

[30/10 23.18] Ruli Harmadi: Konsep Tuhan dari Einstein dianut oleh banyakilmuwan sekarang.
-----

[30/10 23.22] Wurry Agus Parluten: Tar, mumpung ketemu. 

Nah, ini gue dapet.

Kenapa "al-ajaru al-Aswad" bisa menyedot dosa manusia? Padahal kan cuma batu (yang konon dari outer space)?

Karena hanya dengan MENCINTAI SEMESTA-lah dosa kita akan lenyap. "God Becomes The Universe", Tuhan itu ya semesta raya jagat galaksi nan luas tsb.

Mencium "al-ajaru al-Aswad", berarti mencintai pengetahuan akan "Scenario of Uniform Universe" (gambarannya).

https://justluten.blogspot.com/2021/05/scenario-of-uniform-universe.html
-----

[30/10 23.27] Wurry Agus Parluten: Iya, bener. Sejauh ini "Spinoza" paling enak untuk "God become the universe".

"Baruch de Spinoza"

[30/10 23.46] Wurry Agus Parluten: "I believe in Spinoza's God who reveals himself in the orderly harmony of what exists, not in a God who concerns himself with the fates and actions of human beings"*

"Saya percaya pada konsep Tuhan-nya Spinoza yang mengungkapkan dirinya dalam harmoni yang teratur dari apa yang ada, bukan pada Tuhan yang memperhatikan nasib dan tindakan manusia."

(Albert Einstein)

PAS, indah banget ini. Paling tidak mengobati diri dari kata "takdir".

[30/10 23.54] Ruli Harmadi: Dari sudut pandang kosmos yg maha luas, takdir manusia itu gak penting jadinya. Ilusi itu adanya cuma dalam pikiran manusia ternyata.

[31/10 00.01] Wurry Agus Parluten: Enggak, bukan itu. Ada nuansa ke arah...

[31/10 00.05] Wurry Agus Parluten: Ada kesan "operating system" dimana kita diperlakukan seperti "humanoid".

[31/10 00.08] Ruli Harmadi: Makanya gue bilang, ini kan tergantung pandangan orang mengenai kosmos. Tuhan mengatur takdir manusia atau takdir itu terjadi karena JARINGAN KEHIDUPAN seperti web?

Wurry Agus Parluten: Hmmm... bener juga. 

Asal "akidah" yang dimaksud adalah usaha untuk memahami diri kita di semesta nan maha luas ini. Bukan terjebak di istilah "takdir" yang berujung dengan refleksi negatif dari kata "nasib". Jadi ada cerahnya sedikit hidup ini, gak menghukum diri dengan kebahagiaan palsu.
https://youtu.be/rpY41giMZiU

Tapi kalo "cyber universe" masih berkesan buatan manusia, walaupun akhir-akhir ini kita sering mengembalikannya ke "kehendak algoritma".
=====
FOTO: Sufi Cosmology https://justluten.blogspot.com/2022/02/sufi-cosmology.html
-----
*copas dari berbagai sumber | #PunkDulmuluk, 30-31 okt 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun