Mohon tunggu...
As Zulfa Nurkholishoh
As Zulfa Nurkholishoh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Jember

life, love, and cats.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Isu Resesi 2023, Bagaimana Keadaan Amerika Serikat dan Indonesia?

20 Maret 2023   10:10 Diperbarui: 20 Maret 2023   10:13 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diawali pada akhir tahun 2019 yang dimana telah terjadi pandemi covid-19 yang berawal di Wuhan, China lalu secara tidak sadar menyebar hingga global hingga menimbulkan banyak permasalahan terutama di bidang kesehatan dan ekonomi. Selang hampir 2 tahun, vaksin pun mulai ditemukan dan diedarkan pada masyarakat global termasuk Indonesia.

Keadaan mengenai pandemi lambat laun membaik. Beredarnya vaksin membuat penyebaran covid-19 berkurang. Hal ini beriringan dengan inovasi-inovasi dari pebisnis muda yang juga terlahir sehingga keadaan ekonomi dapat membaik. Namun, keadaan yang semakin membaik ini ternyata tetap diselingi masalah yang tidak terduga. Seperti perang invasi Rusia ke Ukraina pada awal tahun 2022 lalu.

Kabar bahwa akan banyak negara yang mengalami resesi pada tahun 2023 pun mulai bermunculan. Hal ini mencakup tak hanya negara berkembang namun juga negara maju yang tak luput dari prediksi akan mengalami resesi. Salah satunya adalah Amerika Serikat.

Prediksi-prediksi ini mulai bermunculan sekitar pertengahan tahun 2022. Bukannya tidak berdasar namun pada data PDB Amerika Serikat, penurunan pada 2 kuartal berturut-turut (-1,6% dan 0,6%) pada 2022 di negara tersebut menyebabkan potensi Amerika terjadi resesi meningkat.

Apa itu resesi?

Resesi sendiri diasumsikan, jika sebuah negara mengalami 2x penururan kuartal (1 kuartal = 3 bulan) berturut-turut. Atau bisa juga diasumsukan penurunan kegiatan berdagang di suatu negara sehingga menimbulkan penggangguran baru.

Pengangguran baru ini bisa disebabkan karena gulung tikar ataupun di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja karena penurunan kegiatan berdagang.

Apakah berarti Amerika serikat sedang berada pada fase resesi?

Jika dilihat dari  turunnya kuartal 2x berturut-turut yang terjadi di negara tersebut, bisa dikatakan Amerika sedang mengalami Resesi. Namun Amerika memiliki komite bernama Bussiness Cycle Dating Committee yang bertugas mengumumkan keadaan ekonomi negara tersebut. Sampai september 2022, komite tersebut masih bungkam terhadap keadaan ekonomi negaranya.

"Belum pernah terjadi di mana kita mengalami inflasi di atas 4% dan tingkat pengangguran di bawah 4%, dan kia tidak mengalami resesi selama dua tahun," merupakan kalimat yang dilontarkan oleh mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat, Larry Summers.

Ia pun meyakini bahwa Amerika Serikat dapat melewati prediksi resesi tersebut meskipun dengan jalan yang berat.

Pada kuartal ketiga tahun 2022, Amerika Serikat berhasil meningkatkan penghasilan sehingga dapat terbebas dari resesi. Hal ini disebabkan oleh kenaikan suku bunga yang segera dilakukan pemerintah Amerika Serikat (27/10/2022). PDB Amerika Serikat naik sebesar 2,6% dengan 1,4% nya merupakan bidang ekonomi, meskipun perkembangannya lebih lambat dari tahun sebelumnya. Dan kenaikan 0,5% pada pembelian domestik yang tentu saja ini melambat juga dikarenakan covid-19.

Namun, "Dimasa mendatang, banyak ekonom memperkirakan tindakan bank sentral (The Fed) pada akhirnya akan mendorong ekonomi ke dalam resesi," menurut Bloomberg.

Sedangkan menurut Bank of America (BofA) memperkirakan bahwa pada kuartal 1 2023 bahwa PDB Amerika Serikat akan -0,4%, sehingga Amerika Serikat akan mengalami resesi. "Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi," kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider, Rabu (30/11/2022).

Selain itu, BofA juga mempredikdikan bahwa bursa saham (wall street) akan merosot sekitar 24% dari yang sedang terjadi. Dengan adanya suku bunga yang naik, pasar saham turun, inflasi yang melonjak tinggi, dan adanya perang Rusia-Ukraina, Investorpun akhirnya takut untuk berinvestasi lagi. Bahkan hal ini diprediksi oleh Michael Burry yang merupakan seorang investor ternama, bahwa Amerika Serikat akan mengalami resesi selama beberapa kuartal kedepan.

Kemungkinan-kemungkinan yang telah banyak dirediksi ekonom-ekonom ternama tak menyusutkan The Fed untuk menurunkan suku bunga. Jerome Powell sebagai ketua The Fed bahkan memikirkan akan menaikkan lagi suku bunga dari 4,25% menjadi 4,5% (tertinggi di Amerika Serikat dalam 15 tahun terakhir) dan kenaikan-kenaikan tersebut akan diteruskan hingga setidaknya inflasi bisa turun pada angka 2%. Diperkirakan, kenaikan suku bunga ini akan mencapai di angka 5% sampai 5,25%. Karena bagi The Feed, Inflasi lebih mengancam ketimbang jika resesi akhirnya terjadi.

Padahal pada kenyataannya, pemerintah sebenarnya bisa menurunkan suku bunga dan menggantinya dengan menstimulus moneter agar perekonomian dapat terpacu. Atau bisa juga dengan mengambil kebijakan fiskal ekspansif agar pembelian dapat meningkat terutama pada masyarakat domestik.

Memang pilihan the feed untuk menaikkan suku bunga dapat menurunkan inflasi, namun disisi lain, hal itu berlawanan dengan menaikkan perekonomian atas pembelian atau perdagangan domestik. Jika hal itu terus terjadi, maka bukan tidak mungkin, Amerika Serikat akan mengalami resesi.

Sehingga seharusnya melakukan keseimbangan antara kebijakan moneter atau fiskal agar dapat mencegah masalah yang mungkin terjadi namun juga mengatasi masalah yang sedang terjadi di Amerika Serikat tersebut.

Bagaimana Dengan Indonesia?

Menurut Sri Mulyani sebagai menteri keuangan Indonesia mengatakan bahwa, kondisi ekonomi di Indonesia sendiri sedang mengalami kenaikan dan cukup rata pada berbagai sektor.

"Indonesia pertumbuhannya untuk tahun 2022 karena baru akan dipublikasi BPS (Badan Pusat Statistik) bulan Februari kira-kira masih di 5,2 hingga 5,3 persen. Itu jauh lebih tinggi dibandingkan (pertumbuhan ekonomi) dunia di 1,7 persen," ujar Menkeu dalam Seminar Ekonomi Nasional GP Anshor Malang dengan tema "Ketahanan Ekonomi Nasional di Tengah Ancaman Resesi Global" yang digelar di Pendopo Kabupaten Malang pada Minggu (22/01).

Pada kesempatan itu pula, beliau juga mengatakan bahwa APBN Indonesia dapat diandalkan untuk berbagai ancaman seperti pandemi covid 19 yang belum sepenuhnya selesai, kenaikan harga minyak, hingga kenaikan harga pangan.

Hal ini juga dikarenakan oleh konsumsi masyarakat Indonesia yang tetap terjaga semenjak vaksin covid-19 mulai diedarkan guna masa pemulihan di bidang kesehatan. Sehingga hal tersebut mendukung laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bantuan sosial terutama untuk rakyat yang kurang mampu pun perannya cukup besar dalam laju perekonomian Indonesia saat ini.

Selain itu, APBN juga berperan aktif dalam membantu UMKM dan pedagang kaki lima untuk melakukan rekonstruksi dan juga mengembangkan bisnis usahanya. Hal in tak lain karena penyumbang terbesar APBN juga termasuk orang-orang yang menjalankan UMKM dan pedagang kaki lima. Sehingga, menurut Menkeu hal ini wajar dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun