Self regulation, apa itu?
Setiap manusia akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan dalam hidupnya. Perkembangan pada tiap manusia bukan hanya perkara tentang fisik, misalnya tinggi badan, berat badan, atau perubahan penampilan yang lain. Namun, emosi juga termasuk di dalamnya.Â
Perkembangan akan semakin kompleks seiring berjalannya waktu, sehingga perlu adanya kontrol dari dalam diri agar perkembangan yang terjadi dapat berjalan dengan baik.
Kemampuan tiap individu dalam mengendalikan, mengatur, mengontrol diri dengan tujuan memperoleh sesuatu melalui cara yang melibatkan dorongan, strategi, motivasi, serta emosi disebut self regulation (regulasi diri).Â
Mengambil keputusan juga merupakan bagian dari self regulation. Self regulation ini merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki tiap manusia, baik itu orang dewasa maupun anak-anak karena ini diperlukan saat individu berada di situasi yang membuatnya frustasi serta agar dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
Manusia ditiap tahap perkembangan hidupnya pasti mempelajari hal-hal baru, maka dari itu manusia disebut sebagai makhluk pembelajar seumur hidup. Sebagai makhluk sosial, manusia pun tidak bisa terlepas dari orang lain.Â
Maka, di tiap tahap pembelajaran manusia setidaknya membutuhkan orang lain untuk membantu. Dimulai dari masa anak-anak, anak akan mempelajari hal baru dan belajar untuk memecahkan masalah sendiri. Namun, hal ini tidak hanya dapat dipelajari sendiri, dibutuhkan adanya kontribusi orang dewasa dalam membimbingnya.
Hal ini dikenal sebagai ZPD (Zone of Proximal Development) dalam dunia psikologi, dimana ZPD merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual dengan potensial. Vygotsky dalam bukunya yang berjudul Mind in society: The development of higher psychological processes, mengidentifikasi bahwa terdapat dua tingkat perkembangan seseorang, yaitu perkembangan aktual dan potensial.Â
Perkembangan aktual ialah ketika seseorang dapat memecahkan masalah dengan kemampuan dirinya sendiri. Berbeda halnya dengan perkembangan potensial, yakni kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah dengan bantuan orang dewasa yang membimbingnya atau ketika bekerja sama dengan teman sebaya.
Dalam hal ini, anak-anak akan mengalami perkembangan yang memerlukan bantuan dari lingkungan sekitar, misalnya orang tuanya sendiri. Untuk itu, diperlukan lingkungan yang mendukung anak untuk berkembang dengan baik. Namun, agaknya semakin berkembangnya zaman semakin banyak pula lingkungan yang justru menjerumuskan anak ke arah yang buruk. Berdasarkan data dari Indonesia Drugs Report 2022, BNN mencatat prevalensi remaja diusia 15-24 tahun yang pernah memakai narkoba sekitar 1,96%. Sedangkan prevalensi remaja diusia yang sama sebanyak 1,87% pernah memakai narkoba selama setahun.
Hal ini terjadi bisa saja karena lingkungan yang tidak mendukung anak untuk berkembang dan melakukan hal yang lebih positif. Karena anak cenderung akan menirukan apa yang dilihat di lingkungan sekitarnya, misalnya teman atau bahkan orang tua. Untuk mencegah hal yang lebih buruk lagi, perlu adanya self regulation yang kuat dalam diri anak agar terhindar dari hal yang sifatnya menjerumuskan kepada masalah dan situasi yang rumit.
Dikutip dari penelitian yang dilakukan Alfiana, agar self regulation seseorang dapat terbentuk dengan baik maka diperlukan perhatian terhadap tujuh aspek berikut, diantaranya receiving, evaluating, triggering, searching, formulating, implementing dan assessing. Selain itu, untuk mencapai self regulation yang bagus diperlukan latihan dan kontrol yang baik atas aktivitas yang dilakukan.
Alfiana (Alfiana, 2013) mengatakan bahwa self regulation dipengaruhi dari dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal ini meliputi lingkungan yang suportif.Â
Misalnya jalinan kekeluargaan yang erat, hangat dan harmonis. Namun, jika lingkungan sekitar tidak mendukung untuk berkembang maka diperlukan faktor internal yang lebih kuat. Faktor internal yang dimaksud ialah self regulation itu sendiri, semakin kuat self regulation yang dimiliki maka semakin kuat juga kontrol dan penjagaan diri dari hal yang bersifat merugikan.
Referensi:
Alfiana, A. D. (2013). Regulasi diri mahasiswa ditinjau dari keikutsertaan dalam organisasi kemahasiswaan. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 01(02).
Arjanggi, R., & Suprihatin, T. (2010). Metode pembelajaran tutor teman sebaya meningkatkan hasil belajar berdasar regulasi diri. Makara Human Behavior Studies in Asia, 14(2), 91--97. https://doi.org/10.7454/mssh.v14i2.666
Fitriani, F., & Maemonah. (2022). Perkembangan teori Vygotsky dan implikasi dalam pembelajaran matematika di MIS Rajadesa Ciamis. Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 11(1), 35--41. https://doi.org/10.33578/jpfkip.v11i1.8398
Nugraha, R., & Suyadi. (n.d.). Regulasi diri dalam pembelajaran. Jurnal Tarbiyah Al-Alwad, 9(2), 179--185.
Pratiwi, I. W., & Wahyuni, S. (2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi self regulation remaja dalam bersosialisasi. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Pengembangan SDM, 8(1).
Suardipa, I. P. (2020). Sociocultural-revolution ala Vygotsky dalam konteks pembelajaran. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(2).
Yasdar, M., & Muliyadi. (2018). Penerapan teknik regulasi Ddri (self regulation) untuk meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa program studi bimbingan konseling STKIP Muhammadiyah Enrekang. Edumaspul-Jurnal Pendidikan, 2(2), 50--60.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H