Mohon tunggu...
Ary Wibowo
Ary Wibowo Mohon Tunggu... -

adalah desainer grafis yang juga menulis cerpen dan puisi. suka menikmati pagi di taman kota sambil bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hampir Sebuah Kisah Cinta (Sebuah Cerita Pendek)

30 Juli 2010   04:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:27 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Queen-jantung hati. Menurutnya, itu merupakan sebuah simbol yang merepresentasikan diriku sebagai ratu-jantung hati bagi sesiapa yang bisa menangkap makna itu dan menob­at­kan­ku sebagai ratu di hatinya. Sebuah pemikiran yang ngawur dan gombal nampaknya. Tapi, cukup mendekati sebuah kebenaran pemaknaanku akan simbol yang kubuat di bawah pusarku. Dia juga memiliki daya pemaknaan yang cukup mendalam terhadap sesuatu rupanya. Dan karena tato di bawah pusarku itulah ia suka berlama-lama memandangiku. Dia berkata itu adalah sebuah keindahan yang tak kalah eksotis dengan langit senja ketika matahari akan terbenam!

Aku perlahan mengenalnya setelah perbincangan kami selama ini. Berbincang sembari rebah di ranjang memandang langit-langit kamar, atau pun duduk bersebelahan sambil menatap lampu-lampu kota dari jendela. Dia tak pernah melakukan apa pun selain memandangiku, maksudnya, tak seperti lelaki hidung belang yang selama ini mengencaniku yang selalu tergopoh oleh nafsu begitu melihat kemulusan ketiakku.

Berbeda dengan lelaki ini, paling-paling ia sesekali menyentuh lenganku yang halus dengan punggung jarinya, atau membiarkan wajahnya tenggelam dalam keharuman rambutku. Dan satu lagi yang paling dia suka adalah menyentuh kelembutan kulit di sekitar pusarku, seperti kali ini. Perlahan dia menyingkapkan baju shifon tanpa lengan bermotif bunga yang kukenakan, agar sepenuhnya dapat melihat selingkar pusarku. Belahan dadaku yang sedikit menyembul dari balik baju berleher rendah malah tak begitu menggodanya. Kurasakan tangannya yang kokoh justru menjelajahi simbol Queen-jantung hati tepat di bawah pusar. Aku hanya rebah di atas ranjang menikmati sentuhannya. Ada sebuah sensasi luar biasa yang berdesir di dadaku setiap kali ia melakukan kebiasaan tersebut.

"Bolehkah jika suatu hari kutanamkan benih di rahimmu dan menjadikanmu ibu bagi generasi kita?" ucapnya di tepi ranjang sembari menatap kedua mataku yang menjadi sayu. Nampaknya serius sekali ucapan tadi. Aku hanya tertawa kecil.

"Lelaki mana yang mau menanamkan benih di tubuh seorang pelacur dan menjadikannya ibu bagi generasinya?" sergahku menanggapi kalimatnya.

Sontak, tanpa kuduga dia mengambil lenganku, lalu mendekapku erat dan memandang kedua mataku begitu dalam. Sangat dalam. Sungguh, aku seolah memandang sebuah tata surya baru di kedalaman matanya.

"Malam ini akan menjadi malam terakhir buatmu, Fara," ucapnya.

"Maksudmu," aku mengernyitkan dahi.

"Aku telah memutuskan, malam ini adalah malam terakhir bagimu."

"Kau menakutiku? kau akan membunuhku, atau kau akan meninggalkanku?" aku bertanya seperti aku bertanya pada negara. Setelah ini, apa yang bisa membuat kami hidup lebih baik? Hidup bagiku sudah tak banyak maknanya selain kehampaan-kehampaan yang luar biasa setiap malam. Jika pun lelaki ini ternyata memang seorang pembunuh bayaran seperti yang pernah ia ceritakan, mungkin dengan dibunuh olehnya pun aku tak memper­masalahkan. Karena aku sebenarnya telah mati jika tanpa pertolongannya waktu itu, dan aku sesungguhnya telah berkali-kali mati oleh hidup yang bengis ini.

Tiba-tiba sebuah perasaan menyelinap, berkubang harap dan cemas menunggu sebuah keputusan dari mulut lelaki bermata elang ini. Aku tak pernah menyadari sebelumnya bagaimana rasa ini tiba-tiba menelusup. Mungkin karena aku sudah mulai terbiasa dengan keteduhan matanya. Sentuhannya yang tulus, dan dekapannya yang mendamaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun