Zaman Covid akhir tahun 2019 kemarin membuat para pedagang online semakin mendapatkan tempatnya. Bagaimana tidak, dengan semakin canggihnya teknologi, semua orang tanpa kecuali bisa mengakses dunia internet. Tak lepas dari itu, bermanfaat besar bagi pedagang kecil tanpa toko tapi mempunyai produk. Berjualan sambil bekerja, karena tidak perlu terlalu fokus menjaga tokonya. Semua bisa dilayani ditelepon genggamnya.
Jualan online yang dimediasi oleh aplikasi seperti toko****dia, sh***e, laz***da lalu buk****pak dan lainnya dinilai relatif 'aman' baik untuk penjual maupun pembeli. Barang dikirim ke kurir untuk diantar ke pembeli, ketika pembeli konfirmasi diaplikasi tersebut paket diterima dan sesuai pesanan baru uangnya diteruskan ke penjual. Dengan beragam jenis pembayaran, melalui bank atau aplikasi keuangan lainnya hingga COD atau bayar ditempat (membayar paket ke kurir ketika barang diterima pembeli yang pesan diaplikasi tersebut).
Bagi pedagang online yang melalui aplikasi yang dicontohkan diatas. Status konsumen menjadi banyak sekali jika dilihat dari sudut pandang siapa yang menggunakan jasa dan siapa yang mendapatkan jasa.
Kalau dirunut kebawah ada beberapa pihak/orang yang terlibat.
1. Pihak aplikasi
2. Penjual
3. Pembeli
4. Kurir
Poin pertama, pihak aplikasi. Konsumen pihak aplikasi ini adalah penjual dan pembeli. Keduanya sama-sama menggunakan jasa aplikasi untuk bertransaksi, menjadi pihak penengah untuk transaksi mereka.
Poin kedua, penjual. Penjual seperti yang disebut pada poin pertama merupakan konsumen pihak aplikasi. Karena penjual menerima pembayaran dari konsumen melalui aplikasi. Karena pembeli membayar produknya melalui aplikasi. Sudah jelas, penjual menggunakan jasa aplikasi untuk menjadi perantara transaksi diaplikasinya.
Penjual juga merupakan konsumen kurir (ekspedisi pengantar paket). Karena penjual diminta untuk mengirimkan paket ke pembeli. Jelas sudah, penjual adalah juga konsumen kurir.