Mohon tunggu...
aryayudhistira
aryayudhistira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Hubungan Internasional | Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Fenomena "Premature Judgment" dalam Konten Insiden Aviasi pada Sosial Media

2 Januari 2025   23:13 Diperbarui: 2 Januari 2025   23:13 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Premature Judgment di Kolom Komentar Sosial Media. Sumber: Penulis

Aviasi merupakan mode transportasi paling aman di dunia. Dibandingkan dengan mobil, motor, atau kapal, pesawat memiliki tingkat kecelakaan yang sangat rendah. ICAO (International Civil Aviation Organization), sebuah badan internasional yang mengatur regulasi penerbangan dunia mencatat bahwa setiap 10 juta kali siklus penerbangan (satu siklus terdiri dari lepas landas dan mendarat), kemungkinan insiden terjadi hanya kurang dari satu kali dibandingkan dengan 100 ribu penerbangan komersil terjadwal setiap harinya.

Amannya dunia penerbangan tidak menutup kemungkinan terjadinya insiden. Justru, kecelakaan pesawat dapat menjadi berita yang menggemparkan seluruh dunia. Di Indonesia, berita mengenai insiden penerbangan tidak jarang masyarakat dengar. Sejarah mencatat insiden aviasi terburuk di Indonesia terjadi pada 1997, dalam penerbangan Garuda Indonesia 152 dari Jakarta menuju Medan. Terdapat 222 korban jiwa dalam insiden ini. Masyarakat juga tentu tidak asing dengan insiden maskapai Lion Air penerbangan JT610 dan Sriwijaya Air penerbangan SJ182 yang jatuh tidak lama setelah lepas landas.

Sebelum memasuki era digital, berita mengenai insiden aviasi cukup diakses melalui surat kabar atau majalah. Kini, berita tersebut dapat masyarakat akses dengan amat mudah melalui internet. Insiden yang bahkan baru terjadi selama beberapa menit atau jam dapat diunggah dan dilihat banyak orang dalam waktu singkat. Apabila surat kabar cetak membutuhkan waktu paling cepat 24 jam untuk menyebarkan berita, sosial media dapat melakukannya dalam beberapa menit.

Kecepatan akses berita melalui media sosial memiliki dampak negatif dan positif. Awareness atau kewaspadaan dan kepekaan masyarakat terhadap kecelakaan dapat meningkat dan menimbulkan solidaritas. Hal ini dapat mempercepat bantuan masyarakat seperti donasi terhadap korban kecelakaan, menambah saksi mata, dan bisa saja mempercepat proses investigasi penyidik kecelakaan. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan fenomena "Premature Judgment" di kalangan masyarakat.

Premature Jugment merupakan kondisi seseorang menarik kesimpulan atau spekulasi berlebih atas suatu informasi yang belum pasti kebenarannya. Dalam dunia aviasi, begitu banyak faktor dapat menyebabkan insiden baik menjadi faktor utama atau terdiri dari berbagai banyak faktor dalam efek domino. Sebagai contoh dalam suatu kecelakaan pesawat, faktor perawatan pesawat yang kurang baik dapat menyebabkan malfungsi kontrol. Di sisi lain, faktor cuaca yang diperburuk dengan faktor pilot error atau kelalaian pilot seperti miskalkulasi berat atau salah mengatur konfigurasi dapat bersama-sama menyebabkan kecelakaan.

Penyebab dari insiden penerbangan akan terungkap setelah menempuh investigasi yang lama dan kompleks. Tak heran, hingga kini banyak kecelakaan penerbangan yang masih belum terungkap penyebabnya. Namun, masyarakat seringkali melakukan spekulasi mereka sendiri kendati tidak memiliki pengetahuan aviasi yang mumpuni. Fenomena Premature Judgment sangat dapat ditemukan pada kolom komentar media sosial. Banyak orang berkomentar sesuai dengan sugesti dan deduksi singkat tanpa riset dan melihat informasi yang sebenarnya terjadi. Mereka berkomentar menurut pengetahuan yang minim dan bisa saja tidak relevan. Satu faktor dapat menjadi penyebab kejadian A, namun tidak semata-mata menjadi faktor penyebab kejadian B.

Berikut merupakan dampak negatif dari Premature Judgment pada berita insiden aviasi di sosial media:

1. Menyebabkan rasa panik dan takut

Tidak semua orang di internet memiliki kondisi mental dan pengetahuan yang sama tentang aviasi. Terdapat orang yang dapat menelan mentah-mentah komentar dalam unggahan sosial media tanpa menyaringnya terlebih dahulu, menyebabkan penyebaran informasi yang keliru terhadap lebih banyak orang. Terlebih dengan budaya masyarakat Indonesia yang cenderung menelan informasi dengan mudah dan memiliki kemauan literasi yang rendah.

2. Menurunkan citra aviasi dan maskapai

Tidak semua insiden penerbangan semata-mata disebabkan oleh kendala teknis pesawat tersebut. Memang, kelalaian perawatan pesawat mampu menjadi penyebab kecelakaan. Namun faktor seperti cuaca, perang, pembajakan, dan kesalahan manusia merupakan faktor yang dapat dihindari dan diantisipasi. Terlebih, citra maskapai dapat menjadi buruk. Satu hal yang cenderung menjadi miskonsepsi dalam masyarakat adalah pesawat maskapai A lebih baik dari maskapai B. Memang, terdapat perbedaan teknis pesawat dari berbagai produsen pesawat dan SOP Maskapai. Namun terlepas dari itu seluruh maskapai memiliki standar keselamatan yang harus ditempuh dan dijalankan secara profesional. Garuda Indonesia (yang merupakan maskapai nasional full service) dan Lion Air (yang merupakan maskapai Low Cost) sama-sama mengoperasikan tipe Boeing 737-800. Memang benar masyarakat cenderung memandang pelayanan maskapai Lion Air dengan stigma lebih negatif padahal armada yang dimiliki kedua maskapai ini sama.

3. Menyebabkan konflik

Perang dan pembajakan pesawat (termasuk pengeboman) turut menjadi faktor insiden penerbangan. Seringkali, fenomena Premature Judgment mengikutsertakan unsur SARA (Suku, Ras, Agama, dan Antar Golongan). Beberapa agama atau suku tertentu seketika dituduh sebagai pelaku kecelakaan, hanya karena rute penerbangan tersebut melintasi daerah konflik atau daerah dengan mayoritas penduduk suku tersebut. Hal ini mengakibatkan ujaran kebencian dan perselisihan secara daring.

Menghindari Premature Judgment dalam menyikapi berita insiden aviasi merupakan sikap penting yang perlu ditanamkan oleh netizen. Insiden aviasi sudah cukup menjadi berita duka bagi keluarga korban.

Untuk menghindari Premature Judgment, anda dapat menerapkan sikap berikut ketika menemui berita insiden aviasi:

1. Jangan langsung menarik kesimpulan dan berkomentar

2. Cari tahu terlebih dahulu informasi yang tersedia dari lebih dari satu sumber

3. Cukup sampaikan belasungkawa

4. Serahkan investigasi kepada pihak yang berwenang

5. Jangan mudah percaya tulisan pada sumber yang kurang terpercaya, terlebih pada kolom komentar media sosial

Sudah seharusnya kita sebagai bagian masyarakat turut menyampaikan belasungkawa dan tidak menyebarkan spekulasi yang mampu menimbulkan keributan. Pilot telah dilatih sedemikian mungkin untuk mengatasi seluruh masalah selama penerbangan. Pilot juga tentu tidak menginginkan kecelakaan yang mengorbankan dirinya, kru, serta penumpang. Kemajuan teknologi semakin menjamin penerbangan sebagai mode transportasi yang aman, namun tidak menutup kemungkinan akan faktor-faktor yang di luar kendali manusia. Oleh sebab itu, mari kita terus panjatkan doa akan keselamatan selama penerbangan dan perkembangan teknologi penerbangan agar di masa depan tidak terjadi insiden yang lebih buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun