Jawablah tantangan dengan pemahaman dulu tentang diri kita, tahu diri itu penting. Jika kita belum tahu diri kita seperti apa dalam hal ini kita belum memahami kemampuan kita seperti apa, maka kita mulai dulu untuk memahaminya. Tantanglah diri kita dengan hal yang agak sulit sedikiti dulu, layaknya permaian dalam game console atau video game selalu saja ada opsi mudah, sedang dan sulit, atau mulai dari level 1, 2, 3 dan seterusnya. Tingkatkan terus tantangan kita secara gradasi atau secara bertahap yang tentu setiap menuju tahapan berikutnya selalu saja lebih meningkat dalam banyak hal.
Peningkatan ini tentu mengarah ke peningkatan dalam sisi kualitas dan kuantitas. Kualitas mental meningkat seperti perlu lebih sabar, lebih tenang, lebih bijak, dan peningkatan kuantitas dapat berupa nilai jual lebih tinggi, jumlah barang yang didapat lebih berharga, jumlah prestasi atau peringkat lebih tinggi.
Tantangan yang membawa ke kualitas dan kuantitas hidup lebih baik itu adalah tantangan yang menggunakan ego yang sehat menurut penulis. Ego itu tidak selamanya menjadi egois yang sesat yang semena-mena, atau semaunya tanpa memikirkan pihak lain. Ego sangat diperlukan dalam melakukan apapun termasuk melakukan hal-hal baik seperti mencintai tantangan. Ego diperlukan untuk mendrive atau mendorong pribadi kita untuk melakukan atau diam saja.
Ego pada dasarnya adalah suatu yang menyatu dengan  energi kehidupan, namun ego semakin lama semakin menyatu dengan alam semesta di saat ia dilatih secara terus menerus untuk memahami dirinya, orang lain dan kehidupan alam semesta. Untuk itu ego tidak bisa dikecilkan dalam pencapaian tantangan, namun ego dapat ditingkatkan kualitasnya dari saat ke saat.
Jika tantangan demi tantangan ditingkatkan dan disesuaikan dengan level kemampuan ego kita, maka ego akan membina tantangan itu dan membuat ego kita menjadi lebih matang, perlahan-lahan ego ini menyatu dengan kearifan yang membawa kehidupan kita menjadi lebih tenang, lebih rileks, lebih apa adanya, lebih tahu diri, lebih mau belajar, lebih terbuka, lebih rendah hati, dan lebih - lebih lainnya. Tanpa ego, tantangan pasti tidak dapat dicerna dengan baik.
Ilustrasinya seperti ini, ego dapat kita asumsikan seperti sebuah kendaraan yang layak pakai, yang membuat kita dapat pergi dari satu tempat ke tempat lainnya, memudahkan kita untuk berpindah-pindah tanpa harus menghabiskan waktu dan tenaga. Kendaraan ini agar dapat berfungsi dengan baik tentu kita perlu lakukan perawatan yang berkala, baik itu pergantian oli, pemeriksaan mesin, dan lainnya. Kendaraan ini pun dapat kita latih terus sesuai dengan kapasitasnya agar optimal dalam membantu kita menyelesaikan tantangan kita. Setelah suatu saat kita tidak memerlukannya lagi, kendaraan ini tentu tidak kita bawa hingga kita tidur, ke toilet atau makan. Kendaraan ini dapat kita parkir di tempat yang sesuai.
Demikianlah, ego seperti kendaraan sangat perlu kita jadikan alat bantu, namun bukan sebagai segalanya dalam hidup ini, suatu saat ego perlu di parkir agar kita dapat melakukan hal lain tanpa ego seperti menjalankan kehidupan yang lebih luas, lebih dalam dan lebih eling.
Melalui renungan ini, penulis mendapatkan benang merah bahwa tantangan perlu ditantang, sesuaikan dengan rentang kapasitas kita yang ada. Gunakan ego sebagai kendaraan untuk menjawab tantangan dengan cara sehat, yaitu sesuai dengan kapasitas bukan memaksa diri tanpa ukur diri yang akhirnya mengarah ke bunuh diri. Diri ini perlu meningkat layaknya berjalan menaik menggunakan anak tangga, satu persatu dilewati guna meniti hingga hidup lebih happy dan tentu lebih berani mencintai diri dan hidup ini. Semoga bermanfaat untuk pembaca semua. Terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI