Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tantangan dan Ego

17 April 2024   04:48 Diperbarui: 17 April 2024   04:57 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tantangan Hidup VS Keegoisan, mana yang lebih kuat?

Sebuah judul talk show yang ditawarkan kepada penulis untuk disajikan dalam sebuah acara hari ulang tahun salah satu organisasi muda mudi Buddhis di Yogyakarta, yang kelak berumur 37 tahun.

Mari kita mulai dengan sebuah renungan tentang arti tantangan hidup.

Penulis mulai berpikir dan merenungkan kembali perjalanan hidup penulis yang telah berlangsung 44 tahun, namun yang teringat dalam memori penulis mungkin hanya beberapa tahun saja, khususnya terkait memori tantangan hidup yang penulis definisikan sebagai tantangan hidup.

Sejak banyak berjumpa dengan murid dan orangtua, serta peserta pelatihan yang pernah penulis bina, makna tantangan hidup pun sangat ditentukan oleh tata cara hidup yang dialami oleh masing-masing individu. Mereka yang biasa hidup dalam kemudahan akan melihat kehidupan layaknya sebuah perjalanan dengan jalan tol, namun bagi mereka yang kehidupannya penuh kesulitan bak perjalanan melalui jalan sempit yang dilalui oleh banyak kendaraan serta memerlukan kehati-hatian dalam berkendaraaan agar tidak menabrak atau ditabrak.

Suatu saat dalam sesi seminar, penulis pernah bertanya ke peserta seminar,"Apakah kalian tahu makna tantangan hidup bagi kalian?", peserta seminar terdiam membisu, seraya memberikan respon kebingungan. Mereka bahkan bertanya-tanya apa itu tantangan hidup, seperti apa tantangan hidup, "Wong hidup saya nyaman-nyaman saja, buat apa ditantang-tantang". Kenyataan ini membuat penulis merenung dan memahami betapa saat ini jika kita belum memahami tantangan hidup untuk kehidupan kita, tentu kita sedang berada dalam kenyamanan yang semu, yang membuat kita mager, atau malas bergerak.

Tantangan hidup bagi penulis sangatlah penting untuk dicermati, dipahami dan diambil sebagai bagian untuk mengupgrade diri dan juga mengupdate pengetahuan dan ketrampilan kita. Perhatikanlah bagaimana seorang atlet badminton yang terus berlatih walau ia seorang jawara di dunia pun tetap melakukan latihan rutin, bahkan mereka tidak pernah puasa untuk bertanding baik itu dalam skala nasional dan internasional.

Kita pun adalah seorang atlet kehidupan kita, di saat kita sudah ogah-ogahan untuk meningkatkan diri, malas untuk mengkinikan pengetahuan dan ketrampilan kita, di situlah kita sedang melumpuhkan semangat kemanusiaan kita. Mengapa? Ya, karena manusia itu terwariskan akal dan budi yang berbeda dengan makhluk hidup lainnya yang nampak di bumi ini, warisan ini bukan sebuah mesin otomatis yang berkembang begitu saja, namun mesin ini adalah learning machine, atau mesin yang akan membantu kita untuk hidup lebih baik jika sang mesin diberi pembelajaran berupa tantangan-tantangan yang menantang.

Lihatlah bagaimana secara statistik negara yang mengalami dua musim cenderung kalah sukses dengan negara yang mengalami 4 musim yang belajar dari tantangan, ini salah satu bentuk bagaimana negara 4 musim menerima tantangan dan dijadikan kendaraan untuk memajukan negaranya.
Demikianlah jika tantangan hidup belum kita pahami, dan kita enggan untuk mengambil atau menciptakannya maka di situlah kita akan melumpuhkan kehidupan kita yang penuh makna ini.

Lalu bagaimana tantangan hidup yang kita ciptakan atau kita ambil ini dapat membawa kita lebih baik dalam kehidupan kita? Banyak orang yang malah jadi stres hingga depresi dan berupa bunuh diri gara-gara terlalu menantang hidupnya, seperti berita di kompas 16 April 2024, bagaimana 399 calon dokter spesialis ingin akhiri hidupnya. Mereka orang yang menjalankan tantangan untuk dapat mencapai karir yang tinggi dalam bidang kedokteran namun mereka malah menjadi korban atas tantangan mereka sendiri.

Segala hal di dunia ini jika tidak diatur dengan tepat tentu akan memberikan dampak yang tidak baik bagi kehidupan. Jika tantangan yang kita ambil namun tidak sesuai dengan porsi kita saat itu, maka disanalah kita menjadi korban atas tantangan yang kita ambil sendiri. Misal kita belum pernah belajar berenang bahkan belum pernah mencoba berenang di kolam renang, namun anda menantang diri kita untuk berenang di lautan luas, ini tentu kita menyiapkan kuburan untuk hidup kita sendiri.

Jawablah tantangan dengan pemahaman dulu tentang diri kita, tahu diri itu penting. Jika kita belum tahu diri kita seperti apa dalam hal ini kita belum memahami kemampuan kita seperti apa, maka kita mulai dulu untuk memahaminya. Tantanglah diri kita dengan hal yang agak sulit sedikiti dulu, layaknya permaian dalam game console atau video game selalu saja ada opsi mudah, sedang dan sulit, atau mulai dari level 1, 2, 3 dan seterusnya. Tingkatkan terus tantangan kita secara gradasi atau secara bertahap yang tentu setiap menuju tahapan berikutnya selalu saja lebih meningkat dalam banyak hal.

Peningkatan ini tentu mengarah ke peningkatan dalam sisi kualitas dan kuantitas. Kualitas mental meningkat seperti perlu lebih sabar, lebih tenang, lebih bijak, dan peningkatan kuantitas dapat berupa nilai jual lebih tinggi, jumlah barang yang didapat lebih berharga, jumlah prestasi atau peringkat lebih tinggi.

Tantangan yang membawa ke kualitas dan kuantitas hidup lebih baik itu adalah tantangan yang menggunakan ego yang sehat menurut penulis. Ego itu tidak selamanya menjadi egois yang sesat yang semena-mena, atau semaunya tanpa memikirkan pihak lain. Ego sangat diperlukan dalam melakukan apapun termasuk melakukan hal-hal baik seperti mencintai tantangan. Ego diperlukan untuk mendrive atau mendorong pribadi kita untuk melakukan atau diam saja.

Ego pada dasarnya adalah suatu yang menyatu dengan  energi kehidupan, namun ego semakin lama semakin menyatu dengan alam semesta di saat ia dilatih secara terus menerus untuk memahami dirinya, orang lain dan kehidupan alam semesta. Untuk itu ego tidak bisa dikecilkan dalam pencapaian tantangan, namun ego dapat ditingkatkan kualitasnya dari saat ke saat.

Jika tantangan demi tantangan ditingkatkan dan disesuaikan dengan level kemampuan ego kita, maka ego akan membina tantangan itu dan membuat ego kita menjadi lebih matang, perlahan-lahan ego ini menyatu dengan kearifan yang membawa kehidupan kita menjadi lebih tenang, lebih rileks, lebih apa adanya, lebih tahu diri, lebih mau belajar, lebih terbuka, lebih rendah hati, dan lebih - lebih lainnya. Tanpa ego, tantangan pasti tidak dapat dicerna dengan baik.

Ilustrasinya seperti ini, ego dapat kita asumsikan seperti sebuah kendaraan yang layak pakai, yang membuat kita dapat pergi dari satu tempat ke tempat lainnya, memudahkan kita untuk berpindah-pindah tanpa harus menghabiskan waktu dan tenaga. Kendaraan ini agar dapat berfungsi dengan baik tentu kita perlu lakukan perawatan yang berkala, baik itu pergantian oli, pemeriksaan mesin, dan lainnya. Kendaraan ini pun dapat kita latih terus sesuai dengan kapasitasnya agar optimal dalam membantu kita menyelesaikan tantangan kita. Setelah suatu saat kita tidak memerlukannya lagi, kendaraan ini tentu tidak kita bawa hingga kita tidur, ke toilet atau makan. Kendaraan ini dapat kita parkir di tempat yang sesuai.

Demikianlah, ego seperti kendaraan sangat perlu kita jadikan alat bantu, namun bukan sebagai segalanya dalam hidup ini, suatu saat ego perlu di parkir agar kita dapat melakukan hal lain tanpa ego seperti menjalankan kehidupan yang lebih luas, lebih dalam dan lebih eling.

Melalui renungan ini, penulis mendapatkan benang merah bahwa tantangan perlu ditantang, sesuaikan dengan rentang kapasitas kita yang ada. Gunakan ego sebagai kendaraan untuk menjawab tantangan dengan cara sehat, yaitu sesuai dengan kapasitas bukan memaksa diri tanpa ukur diri yang akhirnya mengarah ke bunuh diri. Diri ini perlu meningkat layaknya berjalan menaik menggunakan anak tangga, satu persatu dilewati guna meniti hingga hidup lebih happy dan tentu lebih berani mencintai diri dan hidup ini. Semoga bermanfaat untuk pembaca semua. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun