Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Strategi Hindari Anak Kecanduan Gawai

30 Oktober 2023   20:15 Diperbarui: 31 Oktober 2023   18:44 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak dan gadget (shutterstock via kompas.com)

Kebiasaan baru telah bermunculan di saat anak-anak sudah diberi gawai, dan terkhusus juga ketika orangtua kewalahan menghadapi anaknya sehingga memudahkan untuk membuat anaknya diam adalah dengan memberikan kesibukan kepada anaknya dengan sebuah gawai baik itu berupa telepon pintar atau sebuah sabak elektronik.

Lambat laun tidak sedikit anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam bicara, kesulitan dalam motorik, serta menjadi mudah terganggu dalam fokus atau memiliki fokus yang pendek. Apakah para orangtua memahami dampak panjang dengan membiarkan anaknya berlama-lama dengan sebuah gawai?

Penulis dapat memberikan pernyataan di atas dengan gamblang karena penulis sebagai pendidik dan juga terapis mental pernah mendapatkan laporan dari orangtua terkait anaknya yang mengalami kesulitan bicara, emosi yang labil, serta sulit fokus dikarenakan anaknya memiliki kebiasaan menggunakan gawai sebagai alat bermainnya sepanjang waktu.

Setelah kita tahu dampak panjang yang begitu membahayakan bagi anak kita terkait penggunaan gawai khususnya dalam hal ini gawai dijadikan hiburan semata, maka kita perlu mencari strategi agar kita sebagai orangtua agar dapat membantu anak kita tidak terjerumus dalam ketagihan bergawai ria sepanjang waktu mereka.

Langkah awal adalah tentu langkah yang paling strategis, belikan anak kita mainan yang sesuai usia mereka. Orangtua tidak membelikan gawai sebagai kado kepada anaknya. Belikan mainan yang membuat anak kita bisa berinteraksi dan berkomunikasi bukan mainan yang hanya membuat anak kita diam membisu dan tanpa banyak bergerak.

Mainan yang paling murah adalah mainan bersama orangtua. Penulis sering mengajak main anak penulis dengan cara sederhana seperti bermain tebak-tebak hewan dengan huruf depan tertentu, atau mengajak tebak-tebakan sesuatu dengan deskripsi diberikan di depan sebanyak tiga deskrispsi.

Penulis juga sering mengajak main dengan anak laki-laki penulis dengan bermain kejar-kejaran, umpet-umpetan, lalu bermain kartu, bermain bola basket, hingga bermain sepeda di area off road agar lebih menantang.

Namun demikian penulis tetap kenalkan gawai ke anak penulis di usianya yang cukup untuk diberikan pengetahuan terkait gawai, bagaimana menggunakannya, kapan dipakai, dan juga durasi menggunakannya. Hal ini penulis ijinkan agar putra penulis tidak ketinggalan teknologi yang dekat dengan dunianya, namun tetap dalam posisi terkendali agar sang anak tidak kebablasan alias kecanduan.

Strategi kedua adalah biasakan di saat kumpul bersama anak kita, orangtua lepas dari gawai dan lakukan interaksi secara total. Perhatikanlah bahwa anak kita ini adalah peniru ulung, mereka dapat meniru segala gerak-gerik orang yang mereka cintai dan benci. 

Jadi ketika orangtua menggunakan gawai dalam waktu bersama anak-anak, mereka lambat laun juga ingin menggunakan gawai di saat kumpul bersama keluarga. 

Berilah teladan yang baik untuk anak kita agar mereka dapat memahami contoh nyata bagaimana kualitas interaksi di saat bersama-sama dalam momen keluarga.

Papa dan mama serta anak-anak terus membiasakan diri di saat bersama-sama tidak dikendalikan oleh gawai, namun terus berinteraksi berkualitas antar sesama anggota keluarga. Interaksi ini dapat mendengarkan cerita dari masing-masing anggota keluarga, atau dapat juga berupa tanya jawab sekitar hal-hal yang telah dan akan dilakukan, atau dapat berupa mendengarkan cerita inspirasi yang diperoleh dari bacaan atau dari manapun yang mendatangkan semangat untuk hidup lebih baik.

Di saat anak-anak masih usia dini, kita dapat berinteraksi dengan terus mengajak anak kita bicara, mereka walau tidak membalas secara langsung namun yakinlah mereka mendengarkan dan merekam apa yang kita katakan alhasil anak kita memiliki kosa kata yang cukup banyak dan akhirnya dapat bicara secara jelas dan lancar. 

Hal ini seperti yang penulis alami terhadap anak penulis yang waktu usia dini sering penulis ajak bicara, di usianya 3,5 tahun anak ini akhirnya bisa membaca dan bicara dengan artikulasi yang jelas dan tepat.

Strategi berikutnya di saat kita sulit sekali menemukan waktu yang tepat untuk bersama anak kita, kita bisa membiasakan anak kita dengan buku. 

Belilah buku-buku yang menarik di usia anak, tentu buku yang memiliki gambar yang besar dan sedikit tulisan. Buku memberikan kesempatan untuk anak memperpanjang fokus mereka, apalagi ada buku yang bisa digambar, diwarnai digunting. Buku menjadi alat bantu untuk membiasakan anak kita ke depan suka membaca buku.

Penulis ingat bagaimana membuat anak penulis suka membaca waktu itu, setiap kali ada kesempatan berjalan di toko modern seperti mal penulis menyempatkan lebih lama mengunjungi toko buku, walau penulis tidak selalu membeli buku tetapi penulis ingin anak penulis berinteraksi dengan buku, sehingga ia tahu apa itu buku, seperti apa itu buku dan begitu banyak buku di toko tersebut. 

Selain kunjungan ke toko buku, penulis pun sering memberikan hadiah penguatan kepada anak penulis berupa buku yang ia dapat pilih sendiri dan tentu dengan budget sesuai anggaran papanya.

Strategi lain yang dapat digunakan oleh orangtua untuk mengurangi anaknya bersama gawai adalah ajak mereka bermain di alam, atau bermain bersama orang lain di arena permainan. 

Arena permaian saat ini sangat kreatif dan menantang anak-anak. Mereka bisa bertemu dengan anak-anak lainnya di sana mereka mau tidak mau dapat berinteraksi satu sama lainnya. 

Mereka dapat belajar berkenalan dengan teman baru, belajar antri untuk bermain, belajar untuk direbut mainannya, belajar untuk merebut mainan orang lain, belajar menyelesaikan permainan dengan baik, serta tentu belajar berkonflik dengan orang lain di saat bermain.

Bermain di area permainan menumbuhkan interaksi yang perlu dipelajari oleh anak kita. Berbeda dengan interaksi di sekolah atau di kelas formal yang segalanya telah diatur dan diawasi langsung oleh gurunya. 

Di area permainan orangtua dapat melihat dari kejauhan seperti apa anak kita bersikap dalam bermain bersama anak lainnya. Di sinilah rapor sikap anak kita akan tampak dengan jelas, apakah anak kita ini tipe yang suka mengalah, menyerang, atau negotiable, atau pendiam atau lainnya.

Bermain di alam juga dapat menjadi pilihan yang baik, seperti jalan-jalan di tengah kota, melihat orang-orang beraktivitas, sambil menaiki becak, atau ajak anak kita berjalan di pegunungan melihat bentangan alam yang asri, pepohonan dan mendengar kicauan burung serta suara binatang lainnya. 

Bermain di alam terbuka memberikan ruang kepada anak kita untuk dapat memahami kehidupan orang lain dan juga kehidupan alam semesta, mereka dapat mengembangkan cinta dan bangga serta hormat atas kehidupan orang dan alam semesta.

Dari sekian strategi yang dapat dilakukan para orangtua untuk anaknya agar terhindar dari gawai yang berkelanjutan, ada satu hal yang utama dan terpenting sebelum strategi ini dilakukan yaitu komitmen orangtua dalam mempersiapkan anak-anaknya menjadi generasi penerus yang memiliki ketrampilan siap bertahan dalam dunia yang penuh tantangan. 

Jika orangtua memiliki komitmen ini, penulis yakin pasti para orangtua memiliki 1001 strategi membuat anaknya agar tidak kecanduan gawai yang dapat melumpuhkan anaknya dalam pertumbuhan dan perkembangannya. 

Untuk itu mari kembali tumbuhkan dan kembali kuatkan komitmen kita yang hadir saat ini sebagai orangtua untuk anak kita dengan terus memperbaharui, mengevaluasi serta mempelajari strategi dan teknik jitu agar anak kita dapat tumbuh dan berkembang menuju masa depan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun