Dalam suatu workshop bersama para guru sekolah dasar, seorang guru bertanya sebuah pertanyaan klasik yang sering ditanyakan dalam banyak berbagai workshop guru yaitu, "Bagaimana menenangkan anak di dalam kelas dengan beragam keunikannya?"Â
Beberapa cara klasik pun sering dilakukan para guru di antaranya adalah dengan meneriakkan ancaman, seperti "Diam semua, diammmmm... kalau tidak diam maka kalian tidak mendapat bintang!!!"
Cara ini sering kali berhasil dan mendatangkan ketakutan kepada anak, yang akhirnya membuat sang anak tidak mau berangkat lagi ke sekolah, bahkan sebagian mendapat gejala psikosomatis atau gejala gangguan mental yang terwujud ke fisik seperti tiba-tiba mual jika ke sekolah, atau meriang saat hendak ke sekolah atau sakit fisik lainnya muncul saat berangkat ke sekolah.Â
Sang anak akan menyampaikan ke orangtua mereka, "Ma adek dak mau ke sekolah lagi, adek mau di rumah aja, di sana dak enak, gurunya galak!".
Lalu bagaimana cara kita agar membuat anak-anak di sekolah lebih tenang, fokus dan juga senang bersekolah, apa saja yang kita perlu siapkan untuk mendukung hal ini?.
Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita perlu pahami dulu bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan untuk diperhatikan, bahkan tidak hanya anak, semua manusia berharap untuk diperhatikan. Mereka meminta perhatian dengan cara mereka masing-masing.
Jika guru masih menggunakan cara belajar dengan cara klasik yaitu meminta anak memperhatikan sang guru yang terus-menerus bercerita tanpa melibatkan sang anak, maka tentu anak-anak akan gelisah untuk memperhatikan kita dan segera mereka mencoba untuk mencari perhatian kepada temannya dan gurunya dengan cara menunjukkan ketidaktenangan mereka, salah satunya membuat kegaduhan di kelas.
Di era 80-90-an cara mengajar dengan guru sebagai pusat perhatian adalah cara yang baik di jaman itu. Murid dengan tertib mendengarkan sang guru, dan guru dengan tegas menegur hingga menghukum mereka yang melanggar ketertiban. Para orangtua sangat mendukung jika guru tegas dan galak di jaman itu.
Di jaman sekarang ini, sebagian besar orangtua telah membesarkan anaknya dengan cara demokrasi tidak lagi diktator. Anak diberi kebebasan memilih dan bertanggung jawab. Kehidupan anak jaman sekarang pun tampak lebih mudah dalam banyak hal sehingga tingkat daya juang mereka cenderung kurang terbina alhasil mereka lebih cepat resah dan khawatir jika mereka tidak mendapat perhatian penuh.
Para guru wajib memahami perubahan ini sebelum melangkah dan menjawab pertanyaan di paragraf kedua. Pemahaman ini menuntut guru untuk lebih berkreasi dalam memberikan pengajaran kepada para murid. Guru tidak hanya fokus menyiapkan materi ajar, namun juga perlu ketrampilan komunikasi yang komunikatif.
Penulis yang berprofesi sebagai pengamat di sekolah sering menjumpai guru-guru muda ataupun guru-guru yang telah lama mengajar belum memperhatikan teknik komunikasi yang komunikatif dalam melakukan pembelajaran bersama para murid. Teknik ini sangat efektif untuk kita terapkan sebagai pendidik, pembicara, public speaker, orangtua, pasangan hidup, atau apapun profesi kita yang membutuhkan komunikasi.
Penulis temukan teknik ini dari belajar bersama mereka yang berpengalaman, buku komunikasi, serta pengalaman penulis sendiri sebagai pendidik, public speaker, suami, papa, leader organisasi. Teknik ini dekat dengan kita namun mungkin kurang kita perhatikan sehingga tidak menjadi bagian dari cara kita berkomunikasi.
Teknik pertama adalah ekspresi menyenangkan, air muka yang welcome yang semua ini dihasilkaan dari pikiran yang positif. Pikiran positif perlu diolah baik secara nyata atau dapat juga secara tidak nyata alias berpura-pura.Â
Latihlah pikiran pura-pura bahagia, walau tidak benar-benar bahagia. Pikiran tidak memahami apakah ini sesuatu yang nyata atau pura-pura.Â
Contohnya seperti ketika pembaca saat ini membayangkan menelan setetes perasan jeruk nipis, tentu reaksi pikiran pembaca terasa seperti menelan tetesan jeruk nipis yang asam, dan air liur pun ikut tertelan. Ini sebuah peragaan yang nyata yang menjelaskan bahwa pikiran kita tidak memahami ini nyata atau pura-pura.
Saat pikiran menjadi positif tentu ia akan membuat seluruh bagian tubuh kita menjadi terarah positif. Pikiran adalah penggerak kehidupan kita, dengan pikiran yang positif tentu kita lebih mudah memunculkan bentuk pikiran positif lainnya seperti keceriaan, kreativitas, ide segar, kepedulian dan lainnya.Â
Pikiran positif ini pun akan memberikan ekspresi yang baik di wajah kita yang luasannya terbatas ini namun menjadi sumber inspirasi bagi para murid kita.
Ekspresi wajah dengan pikiran yang positif mampu mengundang daya tarik bagi murid kita sehingga membuat fokus mereka dapat bertahan cukup lama untuk memperhatikan dan juga mereka dapat merasakan kehangatan dari pancaran energi positif yang diberikan oleh sang guru.
Pastikan para guru sebelum memasuki ruang kelas untuk bercermin dan mengatakan kepada bayangan di cermin tersebut, "Ayo bahagia, ayo tersenyum bahagia, mari mulai kelas dengan gembira". Segala hal yang buruk tinggalkan dulu dan mulailah dengan pikiran yang positif, pikiran yang bahagia, yang penuh sukaria.
Teknik berikutnya yang juga penting adalah kalimat kunci di awal untuk membangun kedekatan bersama murid. Kalimat ini adalah kalimat penting yang juga dapat merubah mood murid agar lebih positif dengan kondisi kelas.Â
Beberapa contoh kalimat positif di antaranya, "Wow anak-anak hari ini lebih bahagia, lebih gembira, dan lebih ceria, mari kita tepuk tangan untuk kegembiraan kita hari ini". "Hari ini Bapak sangat bahagia melihat anak-anak yang penuh semangat, mana semangat mu?".
Kalimat kunci ini sangat memberi kesan pertama yang membangun ikatan antara guru dan para murid, murid tentu merasakan energi positif dari kalimat yang disampaikan tersebut. Para murid tentu menjadi lebih sigap dan penuh dengan pikiran positif, dan sekali lagi setiap pikiran positif tentu akan mendatangkan pikiran positif lainnya. Para murid menjadi lebih fokus, lebih gembira dan mudah untuk diarahkan.
Kalimat awal yang guru kita dulu berikan seperti, "Baik kita mulai kelas kita, silakan buka halaman 20, baca dengan senyap, selanjutnya selesaikan tugas di halaman berikutnya!", kalimat ini sudah perlu kita kaji.Â
Kalimat ini sangat memberi kesan belajar itu suatu yang mengancam. Untuk itu olahlah kalimat awal yang memberi kesan, belajar itu menyenangkan, belajar itu sesuatu proses yang mengembirakan, mendatangkan keceriaan.
Selanjutnya adalah teknik memantik daya tarik murid dengan mengajukan pertanyaan yang kontekstual yang dekat dengan murid, misalnya guru hendak menjelaskan tentang kejujuran, tentu guru dapat mengajukan pertanyaan, "Pernahkah kalian bercerita tentang kegiatan kalian selama di sekolah kepada orangtua kalian?", Â "Bagaimana kalian menceritakannya?", "Apakah kalian mengarang cerita yang sesuai atau tidak sesuai dengan kejadian yang terjadi di sekolah?"
Memantik daya tarik bisa juga berupa menunjukkan gambar suatu kejadian atau objek yang terkait dengan materi ajar waktu itu. Memantik daya tarik menjadi penguat fokus para murid untuk mencurahkan waktu mereka memperhatikan pembelajaran yang berlangsung.
Memantik daya tarik adalah teknik pembelajaran yang menggunakan sistem bottom up teaching (BUT), ini istilah yang penulis buat sendiri.Â
BUT adalah suatu teknik mengajar yang langsung mengajak murid untuk melihat situasi kekinian yang dekat dengan mereka yang kemudian dikaitkan dengan materi ajar yang akan dibahas.Â
Sebagai guru matematika, di saat penulis ingin menjelaskan tentang penjumlahan, maka penulis memantik para murid dengan memberikan mereka barang yang sama jenisnya dan meminta mereka menghitung dan menjawab pertanyaan, apakah barang yang diberikan setiap saat itu menjadi bertambah banyak atau berkurang?
Metode BUT memberikan kesempatan para guru untuk menghadirkan kontekstual di dalam kelas, hal ini perlu disiapkan oleh guru sebelum memulai kelas tentunya. Kontekstual memudahkan otak murid kita untuk memproses suatu materi ajar.Â
Kontekstual mengajak proses berpikir anak untuk mengkaitkan pengetahuan awal yang dimiliki sang anak untuk dipancing agar menyesuaikan materi ajar yang akan diberikan.Â
Di sinilah proses bridging atau kontak antara pengetahuan yang ada sebelumnya dengan pengetahuan baru terjadi, dan hal ini membuat proses mental murid menjadi lebih menyenangkan karena tidak terjadi loncatan yang membingungkan sang murid.
Bayangkan jika tiba-tiba guru melakukan cara lama guru kita mengajar terdahulu, "Baik, sekarang kita belajar penjumlahan, rumus penjumlahan seperti ini ya anak-anak, lakukan saja, dan sekarang kita mulai latihan!".Â
Cara ini cukup mengurangi rerata prestasi matematika di sekolah kita waktu itu, dan membuat matematika sebagai sebuah pelajaran yang sulit.
Tiga teknik ini dapat menjawab paragraf kedua dari tulisan ini. Penulis yakin para murid menjadi lebih mudah untuk fokus, tenang dan menikmati pembelajaran.Â
Percayalah bahwa segala ketenangan dan kebahagiaan di kelas sangat ditentukan oleh cara guru melakukan pendekatan kepada para murid, dan cara guru melakukan pendekatan itu ditentukan oleh cara guru membawa diri khususnya dalam menerapkan teknik komunikasi yang komunikatif.Â
Semoga bermanfaat dan memberi makna dalam pembelajaran kita, semoga para murid kita menjadi lebih bahagia, ceria dan senang belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H