Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Cara Sekolah Selamatkan Korban Perundungan

24 September 2023   21:03 Diperbarui: 27 September 2023   03:58 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.freepik.com

Menuju kepulangan setelah berkegiatan pelatihan penguatan penyadaran diri selama 2 malam 3 hari bersama para peserta didik SMP-SMA sekolah swasta, penulis berkesempatan berbincang dengan kepala sekolah tersebut. 

Beliau bercerita mengenai beberapa peserta didik yang pindahan dan masuk ke satuan pendidikan yang dipimpinnya dengan latar belakang mengalami perudungan dapat bangkit dan berkembang di unit yang beliau pimpin.

Ada satu peserta didik yang sempat penulis ikut mewawancari sebelum dinyatakan diterima, peserta didik ini membungkam dirinya tidak berbicara sepatah kata pun ketika ditanya apapun yang ada dalam daftar pertanyaan wawancara. Penulis dan kepala sekolah pun bingung bagaimana melakukan wawancara jika peserta yang diwawancara diam seribu bahasa.

Kami pun mendapat informasi bahwa peserta didik ini mulai terdiam seribu bahasa setelah mendapat perundungan dari teman sekolah sebelumnya, yang mengecam kehidupan peserta didik ini (katakan nama peserta didik ini Adi).

Sebelum mendapat perundungan, Adi adalah seorang peserta didik yang rajin, tekun, semangat belajar serta periang dan suka bercerita, namun sikap ini seketika berubah 180 derajat setelah beberapa kali dalam 1 tahun ajaran mendapat kecaman dari teman-temannya yang membuat Adi periang menjadi pendiam.

Adi membungkam dirinya di saat ditanya apapun, alhasil penulis dan pihak sekolah akhirnya berkehendak untuk menolak Adi sebagai peserta didik di sekolah yang kami bina. 

Namun berkat upaya yang kuat dan sungguh-sungguh dari tante Adi, yang waktu itu menjadi wali Adi, beliau berjanji, "Saya mohon pihak sekolah untuk memberikan kesempatan ke Adi, Adi ini korban dari perundungan, mohon bantulah Adi untuk melewati kondisi ini. Jika dalam 3 bulan Adi tidak menunjukkan perubahan, saya siap mengundurkan Adi bergabung dengan sekolah ini tanpa menuntut apapun". 

Pernyataan tante Adi ini beliau tuliskan di sebuah surat pernyataan yang ditanda tangani di atas materai, hal ini sebuah semangat yang luar biasa agar Adi bisa diterima di sekolah yang kami bina.

Waktu itu kami ragu menerima Adi dikarenakan kami tidak mampu memberi layanan pendidikan yang tepat untuk Adi, namun dikarenakan kami dan wali Adi bertekad bersama-sama untuk membantu Adi, akhirnya kami terima Adi sebagai peserta didik di sekolah yang kami bina.

Beberapa minggu pun berlalu, penulis terus memantau Adi dan selalu saja mendapat berita yang mengharukan, di mana Adi mulai berbicara bersama temannya, menjawab pertanyaan guru jika ditanyakan secara bertahap. Adi juga tampak tidak takut, dan terlihat mulai dapat berbaur dengan teman dan lingkungan belajarnya.

Setelah akhir mid semester, pada sebuah Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di mana setiap kelas wajib membuat tampilan sebuah drama yang ditampilkan di hadapan para peserta didik SMP dan SMA serta orangtua peserta didik. 

Adi mendapat bagian berperan dalam suatu drama yang disusun bersama dengan teman sekelasnya. Adi dapat berperan dengan baik, mengeluarkan suaranya dan dapat memberikan ekspresi yang cukup sesuai dengan peran yang dimainkannya.

Kami sontak terharu dan bangga melihat upaya Adi untuk dapat bangkit kembali dan dapat kembali berekspresi dengan baik serta berani untuk melantangkan suaranya kembali. 

Bahkan suatu saat Adi pun ketika sekolah menyelenggarakan kegiatan kompetisi bakat antar kelas, Adi ikut bernyanyi bersama teman-teman sekelasnya. Ini sebuah loncatan yang sangat membanggakan bagi kami dan keluarga Adi.

Cerita seorang Adi adalah sebuah kisah di balik sampul pendidikan nasional yang mungkin kurang mendapat perhatian yang dalam di beberapa sekolah. 

Sekolah umumnya hanya memusatkan perhatikan kepada peserta didik berbakat istimewa, namun mengabaikan peserta didik yang terdiam karena perundungan. Mungkin sekolah telah melakukan pendekatan, namun pendekatan ini kadang tidak tuntas hingga ke akarnya. 

Pelaku perundungan mendapat angin surga dan terus melakukan perundungan dan korban perundung terpaksa diam, jika korban beruntung mereka dapat pindah ke sekolah lain yang memberi perhatian dan pendekatan yang tuntas untuk membantu korban perundungan.

Di sekolah yang kami bina, perundungan pun tidak terelakan, namun intensitasnya dapat kami ukur. Perundungan sekecil apapun terjadi tentu segera kami tuntaskan dalam dua sisi yaitu sisi korban dan sisi pelaku. 

Tema pencegahan perundungan yang umumnya menjadi fokus utama beberapa sekolah, kami alihkan dengan kalimat positif yaitu persahabatan yang solid. 

Untuk dapat melakukan penguatan persahabatan yang solid inilah sekolah mengadakan kegiatan penguatan penyadaran diri dalam waktu 3 hari 2 malam di suatu tempat yang cukup jauh dari sekolah dan rumah.

Dalam kegiatan ini para peserta didik berpuasa menggunakan perlengkapan elektronik apapun termasuk gawai mereka. Mereka diminta untuk fokus bersama teman-teman mereka. 

Tim guru merancang kegiatan yang bermakna untuk memunculkan nilai-nilai kebersamaan, persahabatan dan penyadaran diri. Alhasil dari kegiatan ini, para peserta didik merasa sebagai satu keluarga yang saling asa, asuh dan asih. 

Saling mengasah alias menguatkan, saling mengasuh alias memberikan dampingan, serta saling mengasih alias memberi kasih sayang yang penuh kepedulian satu sama lainnya.

Kegiatan sehari-hari di sekolah pun dapat membantu para korban perundungan untuk bangkit kembali di antaranya adanya penguatan moral melalui salah satu program reguler sekolah yang diadakan 3 jam pertemuan seminggu. 

Penguatan moral ini kami beri nama pendidikan moral dan mindfull leadership (kepemimpinan dengan penyadaran). Selain itu komitmen para guru pun dalam memberikan pendidikan kepada peserta didik pun menjadi kekuatan yang dasyat untuk memberikan kesempatan para korban perundungan untuk dapat bangkit.

Sumber: www.freepik.com
Sumber: www.freepik.com

Guru memberikan perhatian yang adil bukan merata, artinya disesuaikan kebutuhan para peserta didik sehingga peserta didik yang memerlukan perhatian lebih akan mendapat perhatian lebih, dan peserta didik yang memerlukan perhatian cukup akan mendapat perhatian cukup pula. 

Guru pun tidak hanya menyelesaikan materi ajar saja, namun juga memberikan penguatan dalam karakter-karakter baik yang bermanfaat untuk penguatan dalam pembelajaran dan pertemanan.

Guru tegas dalam menindak peserta didik yang mulai mencoba untuk melakukan perundungan baik di dalam waktu pembelajaran di kelas atau pun di luar kelas. Penindakan tegas ini pun melibatkan para peserta didik agar terus menyadari bahwa tindakan perundungan wajib dihapus di sekolah.

Kepala sekolah dan guru merancang aturan yang tegas, jelas dan terukur terhadap tindakan terpuji dan tercela. Tim guru akan memberikan poin tambah untuk tindakan terpuji dan poin kurang untuk tindakan tercela salah satunya perundungan. 

Para peserta didik diajak berjuang untuk mencapai poin tambah dalam jumlah tertentu per tahun ajaran, agar dapat melewati jenjang mereka dengan lancar. 

Jika ada peserta didik yang mendapat poin kurang maka mereka akan segara mendapat pembinaan hingga akhirnya terancam untuk dikembalikan ke orangtua mereka.

Membangun sekolah yang menyelamatkan korban perundungan bukanlah sebuah mimpi. Kami telah melakukannya dan terus mengembangkan programnya agar semakin banyak peserta didik korban perundungan terselamatkan. 

Sekolah perlu mengembangkan program-program yang mengedepankan pengembangan afeksi/mental bukan hanya pengembangan kognisi semata. Suasana sekolah pun penting untuk membudayakan bahwa setiap individu itu penting dan berarti, untuk itu kasihi diri dan orang lain bukan sakiti diri dan orang lain.

Saat ini Adi dan beberapa teman lainnya yang pernah menjadi korban perundungan telah bangkit kembali, mereka dapat tersenyum kembali menikmati waktu-waktu penting mereka di sekolah bersama teman dan guru mereka tercinta. 

Mereka dapat bercerita, mendengar cerita, dan juga mengekspresikan diri lewat segala upaya mereka dalam proses belajar. 

Mendengar cerita mereka hingga melihat mereka secara langsung dengan wajah yang bahagia, membuat penulis terharu bahagia, dan selalu percaya bahwa setiap peserta didik itu adalah mutiara yang perlu digosok dengan tepat agar gemilaunya terpancar untuk itu penggosoknya adalah sekolah yang penuh perhatian dan penyadaran tentang pentingnya membangun sekolah yang membahagiakan peserta didiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun