Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Strategi Sekolah Membangun Sekolah Ramah Anak Berdasarkan Pengalaman Penulis

1 Mei 2023   05:49 Diperbarui: 1 Mei 2023   22:05 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gaung sekolah ramah anak sudah bukan lagi sesuatu yang baru di pendidikan nusantara saat ini. Gerakkan untuk mewujudkan sekolah ramah anak pun telah didukung dengan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan sekolah ramah anak yang digagas oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan.

Pada tulisan ini, penulis hendak berbagi salah satu bagian penting dalam pengembangan sekolah ramah anak yang lebih sederhana dan tentu lebih optimal dalam pencapaiannya. 

Hal ini telah penulis terapkan di sekolah yang pernah penulis pimpin dan juga telah memberi manfaat yang baik khususnya untuk peningkatan mutu lulusan.

Saat menjalani kepemimpinan sebagai kepala sekolah waktu itu di tahun 2014, penulis merenung dan memikirkan bagaimana membangun sekolah yang ramah murid (penulis mengganti kata anak agar lebih terkesan sesuai kondisi persekolahan), artinya membangun suasana persekolahan yang dekat dengan murid, yang nyaman serta terbangun komunikasi yang sehat dan efektif antara sekolah, murid, dan orangtua.

Suatu ketika penulis mendapatkan sebuah ide untuk memulai pembangunan sekolah ramah murid, penulis membuka keran komunikasi yang cair, tidak kaku dan penuh kedekatan antara kepala sekolah dan guru. Salah satunya dengan cara berkantor bersama guru. 

Penulis memutuskan untuk tidak berkantor di ruang kepala sekolah sendirian seperti jaman dulu dilakukan oleh kepala sekolah tempat penulis bersekolah. Penulis menikmati bekerja bersama dengan guru di ruang guru. Mendengarkan, mengamati, berdialog dengan mereka sungguh merupakan suatu kondisi yang membangun kesamaan visi.

Saat tim guru telah merasakan kehadiran pimpinannya yang cair, tentu tim guru dapat berkomunikasi dengan mudah dalam segala permasalahan, mereka lebih terbuka dan juga lebih cair dalam komunikasi. Mereka tetap menghormat pimpinannya namun tidak terlalu kaku dalam interaksi. 

Di ruangan ini pun, kami dapat mengadakan pertemuan untuk rapat atau briefing langsung tanpa harus pindah ke ruang khusus. Kedekatan dan kekompakan sebagai sebuah tim dibangun dari sini, inilah yang saat ini dikenal dengan gaya kepemimpinan informal. 

Setelah tim solid, tentu ini menjadi modal yang kuat untuk mendukung pelaksanaan program apapun salah satunya sekolah ramah murid.

Ketika bekerja bersama guru di ruang guru, penulis pun secara reguler mengadakan briefing pagi atau sore untuk menyamakan frekuensi kerja dan menarik tim agar hadir di sini dan saat ini. 

Briefing secara reguler itu dapat diisi dengan pengumuman kegiatan sekolah yang akan datang, juga bisa menyampaikan info terkini terkait regulasi yayasan atau dinas pendidikan, dan penulis selalu meminta giliran guru untuk memimpin briefing. 

Urutan briefing pun penulis buat sederhana, mulai dengan hening dalam doa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing di dalam hati masing-masing tidak disuarakan, selanjutnya penyampaian informasi dari kepala sekolah terkait regulasi atau informasi penting lainnya, kemudian dilanjutkan ke guru yang hendak menyampaian pengumanan kegiatan.

Briefing ditutup dengan kata-kata motivasi yang disampaikan oleh guru yang bertugas memimpin briefing. Rotasi memimpin briefing ini dilakukan setelah penutupan dari pemimpin briefing sebelumnya dengan penunjukkan langsung sehingga guru yang ditunjuk saat itu dapat mempersiapkan diri untuk memimpin di hari berikutnya.

Hal lain yang juga penulis bangun dalam tim adalah membuat arisan dan juga penggalangan dana rutin per bulan. Untuk arisan berfungsi untuk seru-seruan, sambil menabung. Sedangkan untuk penggalangan dana rutin atau kita sebut penarikan kas, digunakan untuk tabungan tim yang dapat digunakan untuk makan bersama, perayaan ulang tahun per guru, pemberian santunan keluarga guru jika ada yang sakit hingga meninggal, serta juga untuk kado ketika guru menikah atau mendapatkan buah hati.

Penulis mendelegasikan ke guru yang memang senang untuk menagih dan melaksanakan program terkait dana yang dikumpulkan. 

Guru ini juga bertugas untuk memberi surprise di hari ulang tahun guru serta mendata hal-hal yang terkait pemberian santunan dan hadiah untuk guru dan keluarga intinya. 

Perayaan sederhana di hari ulang tahun guru dilaksanakan tepat di hari kelahiran guru, namun jika hari kelahirannya jatuh di hari libur sekolah, maka tetap dilaksanakan di hari sekolah. 

Guru-guru tampak gembira karena ada kejutan-kejutan ini. Seringkali mereka terharu karena tim yang membuat kejutan bisa tiba-tiba membuat drama yang mengejutkan guru yang berulang tahun.

Seru dan terharu jika mengingat kegiatan sederhana ini dapat membuat para guru menjadi satu keluarga yang harmonis, gembira, dan penuh karya. 

Prinsip penulis waktu itu dan penulis sampaikan ke para guru, "Jadikan tempat kerja ini sebagai tempat kita beribadah, sehingga datanglah dengan bahagia dan pulanglah dengan bahagia juga. Segala masalah yang terjadi biarlah menjadi bagian pendewasaan diri, bukan kita hindari atau kita takuti, tetapi mari kita hadapi bersama. Bersama kita dapat memiliki kekuatan, karena kita adalah keluarga dalam satu tim sekolah kita. Apapun masalah itu baik dari yang kecil atau besar, mari sampaikan ke saya, dan mari kita selesaikan bersama." Prinsip ini sungguh memberikan dampak yang baik untuk tim guru.

Walau program ini terdengar baik, namun tetap saja ada guru-guru yang tidak sejalan dengan visi pimpinan dan tim. Itu menjadi tugas penulis waktu itu untuk menegur langsung secara pribadi atau ketika briefing secara umum. 

Guru-guru ini hadir untuk memastikan ketegasan pimpinannya dalam memimpin sehingga ini seperti ujian praktek layaknya ketika membuat surat ijin mengemudi.

Setelah tim guru terbangun dengan solid, tugas kepala sekolah berikutnya adalah membangun komunikasi terbuka dengan para murid. 

Pengalaman penulis menghadapi murid jauh lebih mudah daripada menghadapi guru apalagi orangtua murid. Untuk murid pun perlu dibangun pembiasaan yang dibentuk secara segaja. 

Setiap 2 minggu sekali perlu diadakan upacara guna membangun kedisiplinan dan ketangguhan murid dalam berbaris dan berdiri dalam barisannya. 

Di saat upacara ini, tentu menjadi ajang untuk menyampaikan semangat-semangat kekeluargaan antara tim sekolah dan murid. Ketika upacara bendera, semua elemen sekolah wajib ikut yaitu guru dan tenaga kependidikan.

Selain upacara, setiap hari selalu ada kegiatan mendengarkan visi sekolah, juga slogan sekolah, dan hening dalam doa yang disampaikan secara terpusat melalui radio sekolah. 

Penyampaian visi, slogan dan doa ini dilakukan oleh murid secara bergantian. Keterlibatan murid dalam kegiatan sekolah menjadi bagian penting untuk membangun sekolah ramah murid.

Kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas secara rutin pun perlu dilakukan guna memastikan murid dalam kondisi nyaman bersekolah. Kepala sekolah perlu juga melakukan evaluasi tertutup terkait perilaku guru melalui kuisioner yang diberikan ke murid. Hal ini sekali lagi hanya untuk memastikan secara data, apakah kinerja guru sudah optimal dan apa saja yang perlu diupgrade.

Semua murid di sekolah wajib mendapat tempat yang sama dan adil dalam kegiatan persekolahan. Sekolah tidak hanya fokus ke murid yang bermasalah dalam pembelajaran saja, namun juga fokus untuk pengembangan murid yang tidak bermasalah. 

Untuk itu sekolah menerapkan sistem poin penghargaan untuk semua murid dan wajib dilaksanakan mereka agar mereka dapat naik ke jenjang berikutnya. Sistem poin itu fokus untuk 'memaksa' murid agar aktif di sekolah atau di luar sekolah guna menciptakan lulusan yang energik dan mampu beradaptasi dengan perubahan.

Murid yang memiliki kemampuan akademis bagus mereka bisa mengikuti kompetisi akademis di sekolah atau di luar sekolah hingga tingkat internasional, murid yang kemampuan non akademisnya bagus pun mendapat tempat yang sama, bahkan murid yang kemampuannya terbatas pun dapat mengumpulkan poin dengan terlibat dalam kepanitiaan sekolah. 

Inilah yang penulis sebut sebagai poin keadilan untuk semua murid sesuai dengan kelebihan dan keterbatasan mereka. Murid itu wajib berkembang dari posisi manapun mereka berada, sekolah wajib memfasilitasinya.

Sejak sistem poin dilaksanakan, sekolah menjadi fokus untuk pengembangan murid. Namun sebelum sistem poin dilaksanakan, sekolah cenderung fokus ke murid bermasalah saja, dan ini tidak adil untuk murid lainnya. 

Penulis melihat dengan jelas waktu itu, para murid berlomba untuk mengumpulkan poin mereka, mereka tanpa ragu mengangkat tangan ketika pembentukan panitia acara tertentu, mereka lebih proaktif, serta juga lebih antusias dalam menjalankan kegiatan persekolahan. 

Namun demikian tetap saja ada kritik dari beberapa orangtua murid yang mengatakan, "Pak Frengky, dengan sistem ini apakah nanti anak kami malah menjadi hitungan untuk berbuat baik?"

Penulis menjawab, "Pasti, hidup ini perlu dihitung dan dipertimbangkan segala sisi konsekuensi dan atau dampaknya, namun tenang saja ketika pola ini terbentuk dalam sinapsis otak anak, mereka akan terbiasa untuk berbuat baik untuk diri mereka". Demikianlah dalam melaksanakan program baru di sekolah itu tentu ada saja yang mengkritik dan ada saja yang mendukung, yang terpenting adalah pimpinan tahu tujuan utama  dari program ini dan dampak baiknya untuk murid dan sekolah serta orangtua murid.

Selanjutnya penulis juga membudayakan untuk bersama murid ketika istirahat, makan siang bersama, bermain bersama (dalam hal ini bermain di lingkungan sekolah), serta juga berdialog bersama murid di luar ruang kelas secara informal dalam membangun kehangatan interaksi antara murid dan pendidik. 

Budaya ini dapat membangun kepercayaan murid kepada guru mereka, serta mengecilkan peluang pertengkaran atau konflik antar murid. Mereka akan lebih fokus untuk mengembangkan hal-hal positif daripada hal negatif.

Setelah murid-murid mendapatkan kenyamanan dalam kegiatan persekolahan, PR berikutnya adalah mendapatkan kepercayaan dari orangtua murid. 

Orangtua murid ini memiliki tipe yang sangat beragam, ada orangtua murid yang tipenya selalu mendukung kebijakan sekolah, ada yang hanya ikut saja, ada yang tidak tahu apa-apa, ada yang bertugas seperti kritikus, ada yang berperan sebagai pemantik kekeruhan, ada yang bertugas memadamkan api keributan, ada yang berperan sebagai penggosip dan lain sebagainya. 

Peran-peran ini pasti hadir yang menjadi warna-warni persekolahan. Untuk membuat warna-warni ini harmonis, maka kepala sekolah wajib melibatkan orangtua murid dalam sebagian kegiatan persekolahan.

Pertemuan rutin dengan orangtua murid secara klasikal dapat dilakukan minimal 4 kali dalam setahun ajaran. 

Di awal tahun ajaran, di pertengahan semester ganjil, di awal semester genap dan di akhir semester genap. Pertemuan belajar pun perlu dibuat, yaitu orangtua murid belajar tentang bagaimana memberi pendampingan yang baik untuk anaknya di rumah. 

Sekolah dapat mengundang para pakar parenting yaitu mereka yang telah berpengalaman dengan anak-anak mereka bukan seorang akademisi yang hanya teori semata. 

Pengalaman penulis mengundang narasumber ini seringkali tidak memerlukan biaya, karena penulis melibatkan orangtua murid sendiri yang telah berpengalaman menghadapi anaknya hingga anaknya bisa sukses dalam persekolahan minimal tidak nakal.

Acara pertemuan belajar ini, penulis buat secara informal, di waktu senggang orangtua murid yaitu hari sabtu pagi. Acara ini kadang kala dibuat di sekolah disesuaikan dengan waktu sekolah, sehingga orangtua murid yang bekerja sulit untuk hadir, kalau pun hadir tidak fokus ke pembelajaran dikarenakan kepikiran pekerjaan. 

Untuk itulah penulis ubah di hari Sabtu dimana sebagian besar orangtua murid tidak bekerja. Ini pun penulis buat dua sesi yaitu 8.30 -- 10:00 dan 10:05 -- 11:35 mengingat ada saja orangtua murid yang mungkin ingin jalan pagi atau bangun lebih siang.

Acara pertemuan belajar yang informal ini dapat kita buat dengan sistem potluck, atau membawa makanan suka rela untuk disajikan ke pertemuan. Alhasil kegiatan ini betul-betul tanpa biaya semua dari orangtua murid, oleh orangtua murid dan untuk orangtua murid. 

Kegiatan ini belum tentu dapat dihadiri oleh seluruh orangtua murid, maka untuk orangtua murid yang tidak hadir, akan diberikan notulensi terkait kegiatan sehingga mereka pun paham apa saja yang dihasilkan dalam pertemuan belajar tersebut.

Program lainnya untuk orangtua murid yang dapat dilakukan sekolah adalah pertemuan mengajar. Orangtua murid dapat memberikan pengajaran ke semua murid dalam pertemuan kuliah umum. 

Penulis memasukan agenda kuliah umum di kalendar akademik sekolah agar dapat dilakukan secara terukur dan teratur. 

Orangtua murid dapat berbagi tentang pengalaman profesi mereka, ilmu yang mereka tekuni atau ketrampilan lainnya yang mereka miliki, atau orangtua murid dapat mengundang rekanan dari orangtua murid sendiri yang memiliki talenta yang baik untuk dibagikan ke murid.

Seringnya pertemuan yang diadakan bersama orangtua murid, tentu memberi dampak yang sangat baik terhadap relasi sekolah dan orangtua. Orangtua murid secara langsung dan tidak langsung dapat mendukung kegiatan sekolah dan mereka pun dapat memberikan masukan yang berarti untuk sekolah. 

Mereka mendapat forum untuk terlibat dalam kegiatan sekolah, dan ini menjadi bagian penting juga untuk mendukung sekolah ramah murid. 

Sumber: Freepik.com
Sumber: Freepik.com

Orangtua murid menjadi percaya atas pelaksanaan kegiatan persekolahan dan tentu mereka dapat menjadi humas-nya sekolah dalam memberitakan hal-hal baik ke masyarakat dimanapun mereka berada, alhasil orangtua calon murid tentu akan datang berbondong-bondong untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah ini.

Upaya-upaya membangun program persekolahan agar sekolah menjadi tempat yang ramah murid yang dimulai dari membangun team guru yang solid, melibatkan murid dan mengajak orangtua murid berpartisipasi dalam kegiatan persekolahan adalah bagian utama yang sangat perlu dibina dan menjadi prioritas sebelum sekolah membangun relasi ke luar sekolah. 

Setelah upaya-upaya ini mejadi tradisi, maka kepala sekolah dapat dengan tenang menimba ilmu ke luar sekolah. Kepala sekolah dapat melakukan kunjugan belajar, menjalin kerjasama dengan mitra yang sevisi, juga mengikuti kelas-kelas pengembangan baik dalam manajemen atau juga dalam kreativitas persekolahan.

Semoga uraian singkat ini memberi manfaat untuk para pemimpin sekolah di manapun berada. Semoga kita dapat menjadi bagian pembangunan generasi hebat menuju Indonesia Emas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun