Untuk itu penulis sampaikan kepada orangtua calon murid tersebut untuk mulai memberikan tantangan ke anak mereka jika mereka mengharapkan anaknya sukses lahir dan batin.
Namun, sebelum memberi tantangan kepada anak, penulis meminta kepada orangtua calon murid untuk memastikan kesepakatan aturan rumah tangga yang diberikan oleh mama dan papa itu selaras. Jangan sampai mama bilang A papa bilang B, khususnya terkait disiplin dan prinsip rumah tangga.Â
Perbedaan yang sering terjadi adalah ketika mama yang sering bersama anak memberikan ketegasan terkait merapikan tempat tidur atau mainan yang telah dimainkan, namun ketika papa pulang (karena kangen sama anak) membantu membereskannya tanpa konfirmasi ke mama apakah perlu dibantu atau tidak.Â
Untuk itulah penulis perlu memastikan orangtua calon murid untuk selaras dalam memberikan arahan kepada anaknya, mama perlu diskusi dengan papa dan sebaliknya sebelum melakukan tindakan kepada sang anak. Apalagi ada pihak ketiga yang ikut mengatur anak, seperti kakek dan nenek, asisten rumah tangga atau lainnya, semua pihak ini perlu dibriefing agar memiliki keselaran dan kesesuaian aturan yang ditegakkan kepada anak.
Selanjutnya, penulis menyampaikan terkait prinsip pendidikan anak, bahwa anak itu didik bukan karena kasihan. Kasihan dia kepanasan lalu dipasangi pendingin ruangan akhirnya sang anak alergi dingin, kasihan dia dak punya mainan seperti teman lainnya lalu dibelikan mainan seperti temannya akhirnya sang anak terus meminta mainan baru, kasihan dia dak punya gawai lalu dibelikan gawai akhirnya sang anak kerajingan gawai hingga sulit dilepas dari gawainya, kasihan ia takut tidur sendirian akhirnya sang anak sulit percaya diri, kasihan ia makan di rumah terus lalu sering diajak makan di luar akhirnya sang anak minta jajan terus di luar dan membuat dia tidak suka masakan mama/papanya, kasihan ia ke sekolah diantar terus dan temannya sudah dibeliin kendaraan sendiri lalu dibelikan kendaraan akhirnya sang anak sering keluar rumah dan menghabiskan waktu di jalan. Ini sebagian kecil bentuk pendidikan anak dengan mengedepankan kasihan.Â
Pendidikan model kasihan sesungguhnya jika kita cermati dan juga didasarkan oleh jawaban para orangtua cenderung disebabkan karena ego orangtua yang tidak mau anaknya menderita seperti mereka dahulu kala, artinya pendidikan ini lebih mengedepankan luapan egositas orangtua yang menjadikan anaknya sebagai objek pemuasan balas dendam mereka di masa mereka dulu pengen tapi tidak bisa diberi oleh orangtua mereka di masa sulit dahulu kala.Â
Model ini perlu segera diralat, karena pendidikan anak seharusnya anak itu menjadi subjek belajar bukan objek pemuasan ego orangtua sesaat.
Untuk itu penulis menawarkan kepada para orangtua calon murid untuk melakukan pendidikan anak yang berprinsip cinta yang tegas dengan orientasi memberikan anak kita tantangan, mencintai proses, menghargai hasil serta mau berjuang untuk hidup lebih baik.Â
Penulis juga menanyakan kepada para orangtua calon murid dengan pertanyaan yang tegas, "Apakah mama dan papa ingin anaknya sukses lebih dari mama dan papa?"
"Pasti Pak Frengky!" tegas orangtua calon murid.Â
"Bagus lalu, jika Anda ingin sukses, mentalitas seperti apa yang perlu disiapkan untuk anak kita? Apakah mental tanpa berjuang keras lalu dapat hasil gemilang atau dengan mental berjuang, suka tantangan, siap dengan rintangan sehingga mendapat hasil gemilang?" tanya saya lagi.