Mohon tunggu...
Aryasatya Wishnutama
Aryasatya Wishnutama Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog/Psikiater

Psikolog yang bertugas di Dinas Psikologi Angkatan Darat.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Psikologi Militer dalam Era Perang Modern : Adaptasi terhadap Perang Siber dan Informasi

24 Januari 2025   10:11 Diperbarui: 24 Januari 2025   10:11 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Psikologi Militer dalam Era Perang Modern: Adaptasi terhadap Perang Siber dan Informasi

Oleh: Aryasatya Wishnutama, Psikolog --Dinas Psikologi Angkatan Darat-

Pendahuluan

Perang di era modern telah berevolusi jauh dari medan tempur tradisional menjadi bentuk konflik yang lebih kompleks dan abstrak. Ancaman kini datang dalam wujud perang siber dan perang informasi, yang menyerang bukan hanya infrastruktur fisik tetapi juga mentalitas, moral, dan persepsi prajurit serta masyarakat. Serangan tidak kasat mata ini memiliki tujuan utama: mengganggu kestabilan psikologis dan operasional sebuah negara.

Sebagai tulang punggung pertahanan negara, personel militer berada di garis depan menghadapi ancaman ini. Oleh karena itu, psikologi militer memegang peranan strategis dalam membangun daya tahan mental prajurit serta merancang pendekatan preventif dan adaptif dalam menghadapi serangan berbasis teknologi. Artikel ini akan membahas peran, tantangan, dan langkah strategis psikologi militer dalam menghadapi perang modern.

---

Perang Siber dan Informasi: Bentuk Konflik Baru

Perang siber didefinisikan sebagai serangan terhadap sistem digital, seperti jaringan komunikasi, basis data militer, dan infrastruktur vital negara. Di sisi lain, perang informasi menargetkan psikologi manusia melalui disinformasi, propaganda, dan manipulasi media sosial. Kedua jenis perang ini dirancang untuk memecah belah, menciptakan ketidakpercayaan, dan menurunkan moral melalui cara-cara berikut:

1. Disinformasi Terstruktur: Penyebaran berita palsu yang memengaruhi persepsi publik dan melemahkan kepercayaan terhadap institusi negara.

2. Serangan Psikologis melalui Dunia Maya: Membuat personel atau masyarakat merasa tidak aman, kewalahan, atau kehilangan kontrol akibat serangan terhadap infrastruktur digital.

3. Manipulasi Opini Publik: Penggunaan propaganda untuk menciptakan perpecahan sosial atau politik yang berdampak langsung pada dukungan terhadap operasi militer.

---

Psikologi Militer: Pilar Ketahanan Mental

Dalam menghadapi ancaman ini, psikologi militer tidak hanya fokus pada kesehatan mental individu, tetapi juga pada analisis strategis untuk memitigasi dampak psikologis perang siber dan informasi. Beberapa peran utama psikologi militer dalam konteks ini meliputi:

1. Membangun Ketahanan Mental terhadap Serangan Informasi

Serangan informasi dirancang untuk menanamkan kebingungan, ketakutan, dan ketidakpastian. Dalam konteks ini, teori Cognitive Appraisal (Lazarus & Folkman, 1984) menjadi acuan penting untuk memahami bagaimana individu mengevaluasi ancaman dan menentukan respons psikologisnya. Dengan pelatihan berbasis teori ini, prajurit dapat dilatih untuk mengidentifikasi dan memblokir efek negatif dari propaganda digital.

2. Manajemen Stres dalam Operasi Siber

Unit siber militer sering kali menghadapi tekanan mental yang sangat tinggi akibat serangan berulang dan ekspektasi keberhasilan yang cepat. Pendekatan Coping Stress dari Lazarus memberikan kerangka kerja untuk membantu prajurit mengelola stres secara adaptif, baik melalui coping berbasis emosi (seperti mindfulness) maupun coping berbasis solusi (analisis masalah).

3. Penguatan Kecerdasan Emosional

Dalam perang informasi, pengendalian emosi menjadi sangat krusial. Teori Emotional Intelligence (Goleman, 1995) menekankan kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi pribadi serta emosi orang lain. Psikologi militer dapat mengintegrasikan pelatihan kecerdasan emosional untuk memperkuat stabilitas mental prajurit dalam menghadapi tekanan manipulasi informasi.

4. Simulasi Psikologis untuk Perang Siber

Melalui simulasi yang realistis, psikologi militer dapat membantu prajurit memahami skenario perang siber dan melatih respons mental yang sesuai. Simulasi ini dirancang untuk menciptakan pengalaman mendekati kenyataan guna meningkatkan ketahanan kognitif dan emosional prajurit.

---

Studi Kasus: Serangan Siber Estonia (2007)

Salah satu contoh nyata dampak perang siber adalah serangan terhadap Estonia pada tahun 2007. Sistem perbankan, komunikasi, dan pemerintah Estonia lumpuh akibat serangan siber masif yang diduga berasal dari negara asing. Serangan ini menciptakan kekacauan psikologis, baik pada masyarakat maupun personel militer.

Sebagai respons, Estonia membentuk NATO Cooperative Cyber Defence Centre of Excellence (CCDCOE), yang melibatkan psikolog untuk merancang strategi penguatan moral masyarakat dan prajurit. Langkah ini menunjukkan bahwa ketahanan psikologis menjadi salah satu komponen utama dalam menangkal perang modern.

---

Strategi Psikologi Militer Indonesia

Sebagai negara dengan potensi ancaman serupa, militer Indonesia harus mulai merancang strategi komprehensif berbasis psikologi untuk menghadapi perang siber dan informasi. Berikut langkah-langkah yang dapat diambil:

1. Peningkatan Literasi Digital

Personel militer harus dibekali dengan keterampilan membaca, menganalisis, dan mendeteksi propaganda digital melalui pelatihan literasi digital intensif.

2. Pengembangan Unit Psikologi Siber

Unit khusus yang memadukan keahlian psikologi dan teknologi diperlukan untuk menangani dampak perang siber terhadap personel militer.

3. Pelatihan Ketahanan Mental Terintegrasi

Program pelatihan harus mencakup simulasi perang informasi, manajemen stres, dan peningkatan kecerdasan emosional.

4. Kolaborasi Antardisiplin

Psikolog militer perlu bekerja sama dengan ahli teknologi, pakar intelijen, dan institusi akademik untuk merancang pendekatan multidimensional terhadap perang modern.

5. Kampanye Kesadaran Publik

Selain personel militer, masyarakat juga harus dilibatkan melalui kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman disinformasi dan propaganda digital.

---

Penutup

Era perang modern memerlukan adaptasi dan inovasi, khususnya dalam bidang psikologi militer. Dengan mengintegrasikan pendekatan psikologi yang berbasis ilmiah, ancaman perang siber dan informasi dapat diminimalkan. Psikologi militer tidak hanya menjadi alat untuk memahami manusia, tetapi juga menjadi senjata strategis untuk melindungi kedaulatan negara di tengah ancaman global yang terus berkembang.

Referensi:

Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. Springer.

Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence. Bantam Books.

NATO CCDCOE. (2007). Cyber Defence Centre of Excellence Reports.

Ukrainian Cybersecurity Reports (2016).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun