True Grit
Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir saya menonton film-film koboi klasik dan tiba-tiba True Grit menyeruak di timeline Twitter. Sudah pasti secara refleks saya mencarinya di Google dan mendapat file film ini meskipun gambarnya belum begitu bagus. Film ini ibarat pengobat obsesi masa kecil mengenai kuda dan revolver. Alur ceritanya sederhana, akting Matt Damon tidak begitu mengesankan, dan Jeff Bridges berada di jalur yang benar. Yang membuat film ini spesial malahan pemeran pembantu wanitanya, Hailee Steinfeld. Berperan sebagai anak perempuan berusia 14 tahun yang menuntut balas ataas kematian ayahnya, Steinfeld memainkannya tanpa canggung dan gemilang. Menurut informasi dari situs resmi film ini, Steinfeld terpilih setelah melalui audisi ketat dari 15ooo kandidat. Ia mengingatkan saya pada debut awal Natalie Portman sewaktu berusia 12 tahun di film Leon (1994) bersama Jean Reno. She's really splendid!
Â
Winters Bone
Suara angin sayup-sayup, eksploitasi nuansa mendung wilayah Ozark Mountain yang sunyi, dialog yang jernih, dan minim latar musik yang ingar bingar membuat Winter's Bone menjadi thriller yang menegangkan. Film ini dibuka dengan nyanyian lullaby tanpa iringan alat musik, dan sederetan adegan aktivitas keluarga Ree dan kedua adiknya. Ree kemudian harus membongkar medan sosial yang berbahaya untuk menemukan ayahnya di lingkungan para pengedar obat terlarang sekaligus memastikan keluarganya tetap utuh. Jenniffer Lawrence yang memerankan Ree diganjar nominasi pemeran utama wanita terbaik di berbagai ajang termasuk Oscar, meskipun besar kemungkinan akan jatuh ke tangan Natalie Portman. Setidaknya, ia telah menunjukkan kualitas luar biasa sebagai pendatang baru yang mampu menggebrak dunia seni peran. Saya yakin, anda akan merasakan perpaduan sensasi haru dan nyeri ketika melihat akting Lawrence di bagian akhir film ini. Oh ya, sekilas, ide anak sulung yang mesti merawat adik-adik dan ibunya yang sakit ini mengingatkan saya pada sebuah film Jepang berjudul Nobody Knows (2004).
Â
Black Swan
Serius, saya cuma bisa senyum-senyum bahagia dengan dada yang panas dan berdebar-debar selesainya menonton film ini. Plot, twist, dan ending-nya merupakan tipe yang paling saya cintai dari sebuah film. Saya bahkan tidak bisa lagi menggunakan kata-kata hiperbolis untuk memuji film ini dan bagaimana Natalie Portman bermain di dalamnya. Yang saya ingat, perasaan semacam ini sama persis seperti ketika saya menonton Fight Club (1999). Keduanya menelisik perfeksionisme yang agresif, paranoia dari tekanan yang depresif, dan personalitas dua muka yang sangat ilusif, ini benar-benar menghajar habis-habisan sisi diri saya yang paling apresiatif. Terus terang, saya memang menggilai konsep kepribadian ganda yang delusional, dan Black Swan, dengan konsepsi hitam putih yang gemerlap, berada di garis terdepan dari film-film yang benar-benar bisa membuat saya cecenutan!