Â
Di sebuah pertukaran rasa yang tidak seimbang Aku bimbang.Â
Melanjutkan berarti menambah sakit, luka dan perih dan berhenti juga tidak menghasilkan apa-apa dan juga tidak menyembuhkan apapun.Â
Terlalu mengharapkan waktu untuk memberi sebuah jawaban dan kepastian,Â
Percuma saja,Â
Aku hanya tamu yang diundang dengan sedikit kesempatan.Â
Belum genap merengkuh mimpi dan harapan,Â
Belum genap memiliki,Â
Tapi hati ini seperti dipaksa berhenti mencintai.Â
Ketika mimpi dan harapan menendang dan mencapai langit tertinggi, Aku terhempas dari ketinggian karena tahu aku hanyalah seonggok debu.Â
Kornea mata hatiku seperti tercelik pada kenyataan.Â
Tadinya mendengar teriakan kata hati dan sekarang bergegas menyapa pencipta agar lekas pulang.Â
Doa-doa dan harapan menabrak dinding pembatas laju khayalan, Membuatku tersadar bahwa aku seharusnya tidak berangan-angan, Aku harus berhenti disini saja.Â
Andai pertemuan kita tak terbentur garis segitiga yang menyatukan aku, kamu dan Tuhan pada sudut-sudutnya.Â
Aku harus pergi karena pencipta sudah memberikan isyarat.Â
Pada ketiba-tibaan munculnya sebuah rasa,
Aku pernah memupuk asa, seakan tidak peduli bahwa bagian hatimu yang kosong telah aku tempati.Â
Aku tidak peduli dengan kenyataan yang mengharuskan kita akan kembali kejalan masingmasing. Â
Impian dan harapan seketika harus terhentiÂ
Aku akhirnya mengerti, aku menyerah.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H