Mohon tunggu...
Aryanto Husain
Aryanto Husain Mohon Tunggu... Freelancer - photo of mine

Saya seorang penulis lepas yang senang menulis apa saja. Tulisan saya dari sudut pandang sistim dan ekonomi perilaku. Ini memungkinkan saya melihat hal secara komprehensif dan irasional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mendukung Pertumbuhan Tinggi melalui Penguatan Ekosistim Ekonomi Kreatif Berbasis Digital, Bagaimana Caranya?

20 November 2024   10:16 Diperbarui: 20 November 2024   11:23 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekosistim Ekonomi Kreatif menurut UU No. 24 Tahun 2029 

Ekonomi Kreatif adalah bidang ekonomi yang fokus pada kegiatan produk atau layanan yang menggabungkan kreativitas, keterampilan, dan pengetahuan. John Howkins, orang yang pertama kali menggunakan istilah ekonomi kreatif, menggambarkan ekonomi kreatif sebagai transaksi produk kreatif yang memiliki barang atau jasa ekonomi yang dihasilkan dari kreativitas dan memiliki nilai ekonomis. Rujukan yang lebih resmi, UU No. 19/2019 tentang Ekonomi Kreatif mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi.  

Menurut UU ini ada 17 subsektor ekonomi kreatif, yakni: Kriya, Desain Interior, Musik, Arsitektur, Periklanan, Fesyen, Kuliner, Desain Produk, Seni Rupa, Pengembangan Permainan, Film, Animasi, dan Video, Fotografi, Desain Komunikasi Visual, Televisi dan Radio, Seni Pertunjukan, Penerbitan. Subsektor mode busana (fashion), kriya, dan kuliner masih menjadi penyumbang ekspor tertinggi dengan kontribusi 99,94% dari seluruh nilai ekspor produk ekraf pada 2022. Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$10,52 miliar (39,04%), diikuti oleh Swiss, Jepang, Tiongkok, dan Singapura. Sedangkan dari yang menjadi penyuplai utama di Indonesia adalah Jawa Barat (33,64%), diikuti Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan DKI Jakarta. Nilai tersebut hanya menggambarkan produk barang yang diekspor antar negara; produk ekraf yang bukan barang---seperti animasi dan musik---sampai saat ini belum dapat dihitung secara pasti berapa angka ekspornya

Ekonomi kreatif dikategorikan sebagai ekonomi baru dan terbarukan dan memiliki potensi besar  terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Pengembangannya tidak hanya meningkatkan PDB namun juga relevan dengan isu SDGs tentang pengentasan kemiskinan, penyediaan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi serta inovasi pertumbuhan.  Dalam Asta Cita Presiden Prabowo, ekonomi kreatif dan industri kreatif  didesain menjadi salah satu motor penggerak ekonomi masa depan dan pertumbuhan tinggi.

Sub sektor ekonomi kreatif semakin berkembang didukung oleh pemanfaaatan kemajuan teknologi informasi. Digitalisasi adalah proses transformasi dari aktivitas, proses, produk, atau model bisnis yang berbasis analog menjadi berbasis digital. Melalui digitalisasi, pelaku ekonomi kreatif dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas produk atau jasa yang mereka tawarkan. Digitalisasi juga membuka akses pasar yang lebih luas, baik domestik maupun internasional, melalui platform digital seperti media sosial, e-commerce, streaming, dan lain-lain.

Pengembangan subsector ekonomi kreatif perlu pendekatan yang holistik. Menurut UU No. 24/2019 tentang Ekonomi Kreatif, ekosistem ekonomi kreatif adalah keterhubungan sistem yang mendukung rantai nilai Ekonomi Kreatif, yaitu kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi. Pilar-pilar ekosistim ekonomi kreatif terdiri dari pengembangan riset, Pendidikan, pembiayaan,  infrastruktur, pemasaran, insentif,  hak kekayaan intelektual dan perlindungan kreativitas.

Ekosistim Ekonomi Kreatif menurut UU No. 24 Tahun 2029 
Ekosistim Ekonomi Kreatif menurut UU No. 24 Tahun 2029 

Pada Expert Survey "Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2023/2024", mayoritas responden yang terdiri dari pakar, akademis dan pelaku usaha setuju terhadap peran kuat ekosistim ekonomi kreatif dan kolabroasi antar stakeholder dalam mendorong pengembangan subsector ekonomi kreatif.

Namun membangun sebuah kerangka ekosistim ekonomi kreatif tidak bisa single approach. Perlu ada pendekatan yang komprehensif. Diperlukan sebuah desain kebijakan ekosistim ekonomi kreatif berbasis digital untuk memecahkan permasalahan dalam pengembangan subsector ekonomi kreatif secara berkelanjutan.  Kerangka dan pendekatannya diformulasikan dalam bentuk desain kebijakan yang bertumpu pada penyusunan sejumlah agenda aksi yang mencakup rencana kebijakan, payung regulasi dan dukungan stakeholder hexahelix.

Desain Kebijakan Pengembangan Ekosistim Ekonomi Kreatif Berbasis Digital
Desain Kebijakan Pengembangan Ekosistim Ekonomi Kreatif Berbasis Digital

Desain kebijakan ini mencakup beberapa langkah dan agenda aksi, diawali  dengan menyusun Satu Data Ekraf (SDE) yang menginduk pada sistim satu data nasional.  SDE adalah sebuah konsep dan pendekatan baru mengenai tata kelola data pelaku usaha Ekraf yang mendepankan pada kesatuan dan keterhubungan setiap satuan data yang ada dengan rekam aktifitas pelaku usaha ekraf. SDE menjadi pusat pertukaran informasi yang dapat digunakan lintas lembaga terkait (Bank Indonesia, Pariwisata, Koperasi dan UMKM, Perindustrian) dalam mensinergikan kegiatan masing-masing sehingga dapat menghindari kemungkinan terjadinya tumpang tindih pelaksanaan kegiatan serupa. Hal ini juga akan dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan alokasi dana negara yang dikelola

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun