Mohon tunggu...
Aryanto Wijaya
Aryanto Wijaya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bekerja sebagai Editor | Jatuh cinta pada Yogyakarta Ikuti perjalanan saya selengkapnya di Jalancerita.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dari Perbukitan Menoreh, Kami Belajar Arti Hidup

23 Januari 2016   08:13 Diperbarui: 23 Januari 2016   10:15 1660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya sedikit dari warga Jumblangan XIV yang fasih berbahasa Indonesia. Kebanyakan warga berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa, namun bukan bahasa yang dengan mudah kita temui di sinetron ataupun percakapan biasa, melainkan bahasa Jawa Krama, atau bahasa halus.

Sejatinya, ini adalah kendala bagi kami, mengingat tak semua anggota kelompok berasal dari Jogja dan mampu berbahasa Jawa. Pernah satu ketika kami mencoba berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan warga, mereka hanya bisa senyum-senyum kebingungan hendak menjawab apa. Demikian juga apabila mereka menggunakan bahasa Krama, kami yang hanya bisa senyum-senyum sambil menjawab “Nggih pak bu, hehehehe”

[caption caption="Silaturahmi sekaligus pendataan warga menggunakan bahasa Krama yang seadanya"]

[/caption]

Pedukuhan Jumblangan dihuni oleh 97 Kepala Keluarga yang rumahnya tersebar di bukit-bukit. Tak ada penerangan jalan, tak ada jalan aspal keras, hanya jalanan setapak berlumpur yang hanya bisa dilalui kaki. Layaknya potret Indonesia yang ramah, warga Jumblangan selalu membuka pintu bagi siapapun.

Ketika kami melakukan perkenalan sekaligus pendataan untuk pembuatan peta monografi, kami mengunjungi hampir 120 rumah. Hampir di setiap rumah selalu diajak masuk dan disuguhi makanan. Buat kami yang adalah anak kost, ini adalah anugerah tak terkira. Tapi, ketika harus minum puluhan gelas teh manis cukup membuat kami mabuk.

Satu hal lagi yang unik dari tradisi warga adalah mengenai "Perayaan". "Mas mbak, ayo perayaan di bawah," ucap seorang warga. Kami kira yang dimaksud dengan perayaan adalah kondangan. Beberapa rekan malah bersiap untuk mandi dan berganti baju. Namun kami salah total, bagi warga Jumblangan XIV, perayaan adalah kerja bakti bersama, bukan kondangan. Salah satu perayaan yang kami lakukan adalah kerja bakti membersihkan longsoran tanah. 

Warga Jumblangan hanya butuh dua jam untuk membersihkan satu sisi longsoran. Kami berdelapan butuh waktu tiga jam itupun belum ditambah istirahat per sepuluh menit karena sakit pinggang. Tapi, pada akhirnya semua longsoran berhasil disingkirkan :)

[caption caption="Gotong royong bersama warga untuk membersihkan longsor"]

[/caption]

“Aku mau jadi Petani, mas, mbak!”

Salah satu kegiatan yang kami sediakan selama KKN adalah Bimbingan Belajar bagi siswa SD di Jumblangan XIV. Awalnya, bimbel hanya kami adakan dua kali satu minggu. Namun, siswa bimbel meminta setiap hari. Baiklah, kami sanggupi permintaan mereka namun dengan catatan bahwa di setiap akhir bimbel mereka harus belajar bahasa Inggris.

Bimbel yang kami adakan setiap hari selama dua jam. Satu jam dihabiskan untuk membahas materi pelajaran. Satu jam lagi dihabiskan dengan games, character building dan Bahasa Inggris. Delapan belas siswa bimbel yang hadir, semuanya polos. Tak ada yang berani untuk angkat tangan, semua takut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun