Pendahuluan
Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik telah menjadi isu global yang semakin penting. Negara-negara di Eropa, dengan sejarah ekonomi dan bisnis yang panjang, telah menjadi pionir dalam penerapan prinsip-prinsip GCG. Tata kelola perusahaan yang baik (GCG) adalah upaya membangun hubungan harmonis dengan semua pihak yang berkepentingan, demi mencapai kinerja perusahaan yang optimal dan nilai tambah berkelanjutan. GCG menciptakan lingkungan yang sehat bagi perusahaan, di mana semua pihak yang terlibat memiliki peran dan saling menghormati. Hubungan yang baik ini menjadi fondasi bagi keberhasilan perusahaan dalam jangka panjang, baik dari segi kinerja maupun nilai yang dihasilkan.
Sistem One-tier dan Two-tier dalam Tata Kelola Perusahaan
Dalam perusahaan Indonesia, kita mengenal ada dua dewan yang bertanggung jawab atas sebuah perusahaan– Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Namun, sering pula kita mendengar istilah “Board of Directors” yang sering muncul di perusahaan luar negeri. Sistem one-tier dan two-tier dalam tata kelola perusahaan menentukan pengadopsian Board of Directors atau Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Dalam sistem one-tier (unitary), fungsi pengawasan (supervisory) dan fungsi manajemen (management) digabungkan dalam satu Board of Directors. Sedangkan, dalam sistem two-tier (dual), kedua fungsi tersebut dipisahkan ke dalam dua dewan yang kita kenal sebagai Dewan Direksi (menjalankan fungsi manajemen) dan Dewan Komisaris (menjalankan fungsi pengawasan) di Indonesia.
Sistem One-Tier (Unitary)
Sistem one-tier dalam tata kelola perusahaan menggabungkan fungsi pengawasan (supervisory) dan manajemen (management) dalam satu board of directors. Jumlah anggota board of directors dalam sistem one-tier cukup beragam– mulai dari 3 sampai 31 anggota namun para analis berpendapat bahwa jumlah anggota yang ideal adalah 7 orang. Sistem ini diterapkan di negara-negara anglo-saxon seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Beberapa negara Asia seperti Singapura, Hong Kong, dan Malaysia juga menerapkan sistem ini. Indonesia tidak menerapkan sistem ini.
Sistem Two-Tier (Dual)
Sistem two-tier memisahkan fungsi pengawasan (supervisory) dan manajemen (management) ke dalam dua badan yang berbeda level dalam struktur perusahaan. Dewan Manajemen + Dewan Pengawas dalam sistem two-tier. Sistem inilah yang diterapkan di Indonesia dan negara-negara Eropa daratan, seperti Belanda dan Jerman. Di Indonesia, kita mengenal dewan pengawas sebagai Dewan Komisaris, dan dewan manajemen sebagai Dewan Direksi. Dewan Komisaris terletak satu level lebih tinggi dari Dewan Direksi karena tugas Dewan Komisaris adalah mengawasi Dewan Direksi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ukuran Dewan Komisaris dan Dewan Direksi sangat beragam, namun Dewan Komisaris dapat berukuran lebih kecil (memiliki anggota yang lebih sedikit) karena Dewan Direksi dapat memiliki banyak posisi, tergantung kebutuhan perusahaan. Gabungan antara Dewan Direksi dan Dewan Komisaris di Indonesia dapat berkisar antara 5 sampai 14 orang.
Prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik Di Perusahaan-perusahaan Eropa
Menurut European Confederation of Directors’ Associations (ecoDa), tata kelola yang baik didasarkan pada sejumlah prinsip-prinsip tata kelola yang diterima secara luas (ecoDa 2010). Tata kelola yang baik (ecoDa 2010), sebagai berikut:
1. Pendelegasian wewenang Perusahaan-perusahaan Eropa harus menghasilkan jadwal hal-hal yang dikhususkan untuk dewan (ini menetapkan parameter wewenang yang didelegasikan) dan jadwal wewenang untuk manajemen eksekutif (ini mengidentifikasi ambang batas keuangan mengenai kekuatan pengambilan keputusan).
2. Pemeriksaan dan keseimbangan Pemeriksaan dan keseimbangan yang tepat memastikan bahwa tidak ada satu orang pun yang memiliki kekuasaan mutlak atas pengambilan keputusan. Ini dapat mencakup memisahkan peran kepala eksekutif (kepala manajemen eksekutif) dari ketua dewan; menggunakan prinsip "empat mata" ketika menandatangani kontrak atau membuat komitmen penting atas nama perusahaan; memiliki auditor eksternal; dan melibatkan direktur independen di dewan.
3. Pengambilan keputusan profesional oleh tim yang efektif Dewan direksi Eropa dianggap sebagai badan pengambilan keputusan utama dan oleh karena itu harus fokus pada peningkatan efektivitas dan efisiensi dewan.
4. Akuntabilitas dan transparansi. Perusahaan-perusahaan Eropa sering kali secara sukarela mengungkapkan informasi lebih banyak daripada yang diwajibkan oleh undang-undang sebagai cara untuk mendapatkan kepercayaan dan komitmen investor serta pemangku kepentingan eksternal lainnya.
5. Benturan kepentingan Para direktur di perusahaan-perusahaan Eropa menggunakan jabatannya untuk kepentingan perusahaan secara keseluruhan, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
6. Menyelaraskan insentif ecoDa merekomendasikan agar perusahaan-perusahaan Eropa menyelaraskan insentif dalam cara yang konsisten dengan kepentingan jangka panjang perusahaan.
Faktor-Faktor yang Mendorong Penerapan GCG di Eropa
Beberapa faktor yang mendorong penerapan GCG di Eropa antara lain:
Tekanan dari Investor: Investor institusional, seperti dana pensiun dan perusahaan asuransi, semakin menuntut perusahaan-perusahaan yang mereka investasikan untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG.
Regulasi Pemerintah: Pemerintah di berbagai negara Eropa telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk mendorong penerapan GCG, terutama di perusahaan-perusahaan terbuka.
Permintaan Pasar: Konsumen semakin sadar akan pentingnya etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga mereka cenderung memilih produk dan jasa dari perusahaan yang menerapkan GCG.
- Reputasi Perusahaan: Penerapan GCG dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata publik, menarik investor, dan memperkuat hubungan dengan pemangku kepentingan lainnya.
Bentuk Penerapan GCG di Eropa
Beberapa bentuk penerapan GCG yang umum ditemukan di negara-negara Eropa antara lain:
1. Kode Etik Perusahaan: Hampir semua perusahaan besar di Eropa memiliki kode etik perusahaan yang mengatur perilaku etis para karyawan dan manajemen. Kode etik ini seringkali mencakup prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab sosial.
2. Dewan Komisaris Independen: Dewan komisaris independen berperan penting dalam mengawasi kinerja manajemen dan melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Di banyak negara Eropa, keberadaan dewan komisaris independen telah menjadi persyaratan bagi perusahaan-perusahaan terbuka.
3. Komite Audit: Komite audit bertugas untuk memastikan laporan keuangan perusahaan disusun secara akurat dan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
4. Sistem Pelaporan yang Transparan: Perusahaan-perusahaan di Eropa diwajibkan untuk melaporkan kinerja keuangan dan non-keuangan mereka secara transparan kepada publik.
5. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR): Banyak perusahaan di Eropa telah mengadopsi praktik CSR yang komprehensif, meliputi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan .
Nama : Mohamad Aryan Rhakasa Putra Setiadi
NIM : 201011250102
Kelas : 08SAKM002
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H