Orang-orang cacat begitu bersemangat untuk belajar. Karena mereka tahu bersaing dengan orang-orang normal perlu usaha ekstra.
Saya pernah berkunjung ke sebuah panti asuhan di daerah jalan Bambu Wulung, Jakarta Timur. Nampaknya panti asuhan itu diperuntuk khusus untuk orang-orang tuna rungu alias mereka yang tidak dapat mendengar.
Di sana diajarkan berbagai ketrampilan. Ada menjahit, salon, pertukangan seperti membuat lemari dan pot yang terbuat dari tembaga. Di sana juga diajarkan komputer dan ketrampilan otomotif.
Menurut keterangan pihak panti asuhan, semua siswa memperoleh giliran untuk mempelajari seluruh ketrampilan.
Mendengar keterangan ini, saya terkejut. Coba berkaca, jika saya bisa sedikit komputer, mereka memiliki keterampilan menjahit, pertukangan dan perbengkelan, di samping keterampilan komputer.
Jika seperti ini kondisinya, bisa jadi nanti orang-orang cacat lebih unggul dari orang-orang yang normal.
Hari ini (12/11) saya membaca sebuah tulisan. Judulnya Tiga Pengusaha Bertukar Mimpi.
Tulisan ini membicarakan tentang mimpi Menteri BUMN, Dahlan Iskan, pengusaha Ciputra dan pengusaha Chairul Tanjung.
"Melihat 80 tahun seperti Pak Cip masih bisa berpidato saat ini, itu karena tidak berhenti berfikir. Saya akan terus berfikir seperti Pak Cip, saya akan mengikuti perjalanannya pak Cip," ujar Dahlan di Gedung BI, Jakarta, Senin (12/11)
Ciputra sendiri bermimpi, jika menjadi Dahlan maka akan terus berjuang untuk melawan parlemen yang tidak pro rakyat.
Sedangkan pengusaha Chairul Tanjung menekankan, “Kalau saya jadi Pak Cip, saya akan mendedikasikan hidup untuk enterpreneur dan kewirausahaan,. "Sedangkan jika saya jadi Pak Dahlan, ingin mencari kebahagiaan lain dengan membahagiakan banyak orang."
Melihat mimpi tiga pengusaha ini, membuat diri geleng-geleng kepala. Geleng-geleng kepala, karena sudah menjadi orang ‘berhasil’ seperti ini masih punya mimpi. Bagaimana jika mereka benar-benar mewujudkan mimpi? Akan jadi apa lagi mereka?
Kita adalah orang normal, tidak cacat. Tapi barangkali kemampuan kita kalah dengan orang-orang cacat. Atau paling tidak, akan kalah dengan orang-orang cacat, bila kita tidak terus belajar.
Kita hanya orang biasa, bukan pengusaha. Sudah jelas jauh tertinggal dari mereka. Kita akan semakin jauh tertinggal, bila tidak memancangkan cita-cita dan mimpi sekarang juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H