Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menuju Nusa Penida, Warna Baru Pariwisata dari Tenggara Bali

28 Januari 2018   00:35 Diperbarui: 28 Januari 2018   01:47 2594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami berjalan menyusuri bukit dan menemukan sebuah cerukan di tepian pantai, menyerupai kolam alami yang diapit dua tebing. Sesekali deburan ombak laut menyapu permukaannya. Warnanya hijau toska kebiruan dan jernih. Lumut yang tumbuh di atas karangnya semakin menambah kesan eksotis. Ternyata inilah yang disebut Angel's Billabong. Meskipun terlihat cantik, namun sebenarnya tempat ini berbahaya jika air sedang pasang. Bahkan saya dengar ada turis asing yang meninggal saat berenang di Angel's Billabong karena terseret ombak dan jasadnya ditemukan tak bernyawa lagi di Padang Bay.

Pantai di dekat Angel's Billabong (Dok. Yani)
Pantai di dekat Angel's Billabong (Dok. Yani)
Angel's Billabong (Dok. Yani)
Angel's Billabong (Dok. Yani)
 
Landscape di Pantai Angel's Billabong (Dok. Yani)
Landscape di Pantai Angel's Billabong (Dok. Yani)
 
Seorang pekerja tengah membuat jalan setapak dari semen (Dok. Yani)
Seorang pekerja tengah membuat jalan setapak dari semen (Dok. Yani)
Tak jauh dari situ, ada satu spot lagi yang tak kalah cantik yaitu Pasih Uug atau Broken Beach. Pantainya unik karena kalau dilihat dari atas berbentuk seperti lubang raksasa. Kalau dari samping, di salah satu pinggiran tebing yang berbatasan dengan laut terbentuk semacam terowongan sehingga deburan ombak laut bisa masuk ke dalam lubang raksasa tersebut. Pokoknya susah deh kalau diceritakan dengan kata-kata. Lebih baik langsung dilihat saja fotonya, atau datang langsung ke tempat ini.

Broken Beach (Dok. Yani)
Broken Beach (Dok. Yani)
Klingking Beach yang Memukau

Tempat selanjutnya yang tidak kalau memukau yaitu Pantai Karang Dawa atau di kalangan wisatawan populer dengan sebutan Kelingking Beach. Dari Pantai Pasih Uug bisa ditempuh dengan kendaraan sekitar setengah jam, dengan kondisi jalan rusak dan berkelok. Kelingking Beach merupakan tebing tinggi dan sempit yang menjulur ke laut menyerupai kelingking, tepatnya kelingking dinosaurus mungkin ya, soalnya besar banget. Menurut artikel yang saya baca di internet ada sekumpulan Manta di bawah tebingnya, atau Manta Point. 

Untuk sampai ke pantai di bawahnya, bisa melewati jalan setapak menurun dengan kondisi yang sempit dan curam. Pemilik warung sudah memperingatkan kami sedari awal agar tidak turun ke bawah karena cuaca sedang panas-panasnya. Dia bilang kalau sebelumnya ada turis asing yang pingsan saat mencoba turun ke bawah. Akhirnya saya cuma melihat-lihat pemandangan air laut yang jenih berwarna toska dari atas, sambil foto-foto di atas pohon kering dan minum air kelapa muda.

Menikmati kelapa muda di Kelingking Beach (Dokumen Yani)
Menikmati kelapa muda di Kelingking Beach (Dokumen Yani)
Salah satu spot foto di Kelingking Beach (Dok. Yani)
Salah satu spot foto di Kelingking Beach (Dok. Yani)
Kelingking Beah tampak dari atas tebing (Dok. Yani)
Kelingking Beah tampak dari atas tebing (Dok. Yani)
Wisatawan asing yang sedang narsis di pinggiran tebing (Dok. Yani)
Wisatawan asing yang sedang narsis di pinggiran tebing (Dok. Yani)
Menanti Sunset di Crystal Bay

Menjelang jam 4 sore, kami buru-buru pindah tempat menuju ke Crystal Bay untuk menanti sang surya tenggelam. Perjalanan dengan mobil memakan waktu hampir 1 jam dari Kelingking Beach. Terus terang saya merasa agak kelelahan setelah berkunjung ke tiga spot sebelumnya. Rasanya hanya ingin duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan dan deburan ombak, ketimbang mengejar-ngejar momen berfoto. Setibanya di Crystal Bay, kami langsung buru-buru mencari tempat untuk menunaikan sholat karena hari sudah cukup sore. Rupanya agak susah juga karena di sana tidak ada mushola dan minim fasilitas, apalagi banyak anjing yang berkeliaran. Akhirnya saya sholat di atas saung, sementara beberapa teman saya malah sholat di tanah yang sudah diberi alas.

Crystal Bay tidak lain adalah sebuah teluk yang diapit perbukitan dengan pantai berpasir landai dan ombak yang cukup tenang. Banyak kapal kecil yang terlihat bersandar di tengah teluknya. Di atas pantai, tampak turis-turis sudah ramai berjemur di bawah sinar matahari sore. Kebanyakan dari mereka adalah turis asing. Di sisi kanan, pinggiran pantai terdiri dari batu karang. Tepat di arah barat, ada spot yang sering dijadikan icon Crystal Bay yaitu pulau karang di tengah laut yang memiliki celah seperti pintu, dan di atasnya ditumbuhi pepohonan.        

Matahari sore di tempat ini cukup terik, dan baru meredup setelah hampir jam setengah tujuh malam. Meskipun agak lama menunggu turunnya sang surya di batas cakrawala, sunset di sini cukup indah untuk menutup perjalanan kami di Nusa Penida hari ini.  Setelah sunset menghilang, tak berapa lama rona jingga kemerahan mulai menghiasi langit senja, menandakan hari akan berganti malam.

Crystal Bay (Dok Yani)
Crystal Bay (Dok Yani)
Kapal-kapal di Crystal Bay (Dok. Yani)
Kapal-kapal di Crystal Bay (Dok. Yani)
Para turis yang berjemur di tepi pantai (Dok. Yani)
Para turis yang berjemur di tepi pantai (Dok. Yani)
Sunset di Crystal Bay (Dok Yani)
Sunset di Crystal Bay (Dok Yani)
Malam harinya, kami tidur nyenyak. Ajakan si supir untuk makan ikan bakar tentu saja kami tolak karena sangat kelelahan. Padahal keesokan harinya kami harus berangkat sebelum subuh menuju Atuh Beach.

Mengejar Sunrise di Bukit Atuh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun