Mohon tunggu...
Aryandi Yogaswara
Aryandi Yogaswara Mohon Tunggu... -

Penulis, Penyair, Penjual Buku dan Madu Liar Asli. Tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekuatan Lumbung Koperasi

19 Maret 2017   07:03 Diperbarui: 19 Maret 2017   08:25 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu dari beras saja, bagaimana kalau sudah menyentuh semua kebutuhan sembako? Berapa dana yang bisa tersimpan di lumbung koperasi dalan sebulan? Katakanlah, lumayan nilainya.

Maka ada peralihan aliran uang, yang sebelumnya dikuasai sedikit orang di masyarakat, pindah ke lumbung bersama masyarakat atau koperasi warga.

Kalau ini diperluas ke unit Desa, maka kekuatannya bisa sampai 2000 sampai 3000an KK, kekuatan perekonomian seperti apa yang bisa dihimpun? Besar sekali.

Tarik lagi ke wilayah kecamatan, maka kekuatan daya perekonomiannya bisa mencapai 10 ribuan KK. Ini berarti bahkan Pom Bensin dengan modal awal Rp 5 Milyar pun bisa dimiliki oleh satu unit kecamatan. Bahkan 1 kecamatan bisa punya 2 pom bensin di wilayah kota, bukankah untuk mengumpulkan dana 5 milyar dari 10 ribu KK dibutuhkan dana swadaya per KK sekitar Rp 500 ribu? Yang berarti pengumpulan dana gotong royong dalam setahun hanya membutuhkan kurang dari Rp 50 ribu per KK setiap bulannya.

Terjadilah perpindahan dana dari orang-orang yang kaya karena modal yang dikuasainya (kapital), berpindah ke lumbung masyarakat atau koperasi. Tentu ini bisa terjadi apabila penduduk sekecamatan bisa benar-benar guyub.

Lebih lanjut, apabila konsep Zakat sebagai instrumen negara dalam mengumpulkan dana bersama dikuasakan kepada RT, dalam pengawasan dan koordinasi RW, yaitu ketua RT menjadi bagian dari instrumen sistem perzakatan negara, maka bila pajak diteruskan ke Pusat sebagai hak pemerintah pusat, akan ada Zakat yang bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan warga.

Misalkan, bilamana warga sepakat untuk berzakat sesuai kemampuan, sebesar 5 sd 10% dari penghasilan bulanan, maka akan terkumpul dana di lumbung koperasi.

Dana ini apabila dipakai untuk dana Simpan-Pinjam, kita bisa memberikan pinjaman 'tanpa bunga'. Hal ini bisa dilakukan apabila masyarakat sepakat dan memahami bahwa usaha sosial ini dibutuhkan dan dilakukan untuk kebaikan warga baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Seluruh warga menyadari bahwa setiap usaha yang berhasil dari seorang warga yang meminjam dari lumbung dilihat sebagai keberhasilan bersama, dan lumbung diyakini bukan sebagai tempat mencari keuntungan pribadi saja atau bersifat individualis, tetapi adalah sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan bersama.

Apabila persyaratan nilai Ketuhanan dan Kemanusiaannya terpenuhi, selain pinjaman tanpa bunga, Lumbung bahkan bisa memberikan bantuan 5 sd 10% dari pinjaman sebagai tambahan untuk pemberdayaan bagi peminjam, semisal dalam bantuan laporan keuangan, perencanaan dan pelatihan bisnis, pembangunan jaringan, teknologi informasi, dll, atau sekedar sebagai bantuan tambahan agar dana yang dipinjam untuk usaha bisa benar-benar berhasil serta menghasilkan keuntungan. Bayangkan, sudah tanpa bunga, dapat tambahan bantuan 5-10% pula!

Inilah kebalikan dari sistem Riba, ketika bunga yang diberikan oleh Lumbung Koperasi menjadi negatif dibandingkan bunga yang biasa ditarik oleh Bank atau Badan Pengkreditan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun