Di balik kerumunan retorika diplomatik, ada suara-suara bisnis yang lebih kuat dari politik. Kepentingan ekonomi Barat di kawasan Timur Tengah, terutama dalam hal sumber daya alam dan perdagangan senjata, seringkali menjadi motif yang tersembunyi namun kuat dalam mendukung agenda-agenda politik mereka. Sehingga, di balik serangan dan balasan, ada permainan besar yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi yang menguntungkan dari ketegangan dan konflik yang berkelanjutan.
Hal ini mengingatkan kita pada permainan ganda yang sering terjadi dalam politik global. Ketika kepentingan ekonomi dan politik tertentu terlibat, prinsip-prinsip moral dan hukum internasional seringkali dilupakan atau diabaikan. AS dan sekutu-sekutunya di Eropa mengklaim sebagai pelindung demokrasi dan hak asasi manusia, namun kenyataannya, mereka sering kali memilih untuk berpaling ketika sekutu mereka melakukan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip tersebut.
Kita tidak bisa mengabaikan sejarah gelap Barat dalam mendukung agenda-agenda tertentu di wilayah Timur Tengah. Dalam kurun waktu yang cukup lama, Barat telah menjadi penggemar setia Israel.
"Sang Badut Pemusnah
"Standar ganda negara-negara Barat terhadap konflik yang dimainkan Israel seperti menyaksikan pertunjukan sirkus yang hanya memiliki satu badut favorit. Mereka sengaja menghadirkan satu badut yang akan menghibur mereka ditengah hasrat menguasai. Badut itu adalah 'Israel'; AS dan sekutunya nyata sebagai penikmat hiburan badut tersebut. Mereka senantiasa memberikan tepuk tangan untuk setiap trik berbahaya yang dilakukan Israel, dan bahkan bernai membayar mahal untuk aksi lebih berbahaya selanjutnya, tanpa peduli akibat kerusakan yang ditimbulkan. Masa bodoh dengan semuanya, yang penting Bos besar senang.
Negara-negara Barat, seperti biasa, menyajikan drama politik dengan sempurna: "Israel, teman dekat kami, berhak mempertahankan diri." Tetapi jika itu adalah negara lain, oh, ceritanya berbeda. Mereka berubah menjadi hakim etis, dengan kutukan tajam untuk "agresor". Seperti panglima perang moral yang memilih ketika dan di mana aturan harus diterapkan. Sementara itu, para wakil mereka sebagaai pejabat dunia yang merasa bertanggung jawab "menjaga perdamaian dunia" mengeluhkan "pelanggaran HAM" sambil menyeruput teh di ruang konferensi. Mereka mengecam kekerasan tanpa akhir, sambil terus mengisi perbendaharaan senjata. Sungguh, hipokrisi telah menjadi fashion terbaru di panggung politik global. Dan merekalah penikmat hiburan badut pemusnah. Ada perspektif menarik yang mengkritik hipokrisi ini dengan menyindir: "Barat menyukai drama dengan pahlawan yang terlihat kuat, bahkan jika itu berarti mengabaikan korban yang tak bersalah."
"Mencari Cahaya di Tengah Kegelapan Diplomasi
Meskipun realitas geopolitik saat ini nampaknya suram, ada harapan bahwa suara-suara kritis yang semakin keras dari masyarakat sipil dan pemimpin oposisi di Barat dapat memaksa perubahan dalam sikap mereka terhadap konflik di Timur Tengah. Perlunya sebuah pendekatan yang lebih adil dan seimbang dalam menanggapi konflik, yang memperhatikan hak asasi manusia dan keadilan internasional, harus menjadi fokus utama dalam membawa perdamaian yang berkelanjutan di kawasan yang dilanda perang ini. Penting bagi komunitas internasional untuk konsisten dalam mengutuk semua bentuk kekerasan dan agresi, tanpa memandang siapa pelakunya. Perlakuan yang berbeda terhadap Israel dan Iran hanya akan memperburuk konflik di Timur Tengah dan menghalangi upaya perdamaian yang sejati.
Selain itu, perlunya diakui bahwa konflik di Timur Tengah tidak dapat diselesaikan secara militer. Solusi jangka panjang hanya dapat dicapai melalui dialog, diplomasi, dan kompromi yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Negara-negara Barat, sebagai kekuatan global yang berpengaruh, seharusnya memainkan peran aktif dalam memfasilitasi proses perdamaian di wilayah tersebut, bukan malah menguatkan siklus kekerasan dengan mendukung tindakan agresif salah satu pihak.
Tidak ada yang bisa mendapatkan kemenangan mutlak dalam konflik yang berkepanjangan di Timur Tengah. Yang ada hanyalah korban dan penderitaan yang terus berlanjut. Sudah saatnya bagi negara-negara Barat untuk mengubah pendekatan mereka terhadap konflik tersebut, dengan mengutamakan keadilan, perdamaian, dan hak asasi manusia di atas kepentingan politik dan ekonomi semata. Hanya dengan demikian, kita dapat berharap untuk melihat masa depan yang lebih baik bagi seluruh penduduk di wilayah tersebut. Meski harapan ini terlihat mustahil ditengah saat ini kekuasaan dunia dibalut dengan pakaian kemunafikan, sungguh setitik harapan pertanda masih ada cahaya keindahan yang akan menghampiri walau cahaya itu adalah harapan itu sendiri.
Billahitaufiqwalhidayah;
---