4.Hukum wasiat, yaitu penyerahan harta oleh pewasiat kepada orang yang ditunjuknya Hukum wakaf, yaitu pemberian harta untuk kepentingan umum.
Hukum Perdata Islam di Indonesia juga mengatur sengketa hukum yang terkait dengan masalah-masalah perdata yang berkaitan dengan hukum Islam. Sengketa hukum tersebut diputuskan oleh pengadilan.
Prinsip perkawinan dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berlaku di Indonesia mengacu pada beberapa hal yang perlu dipenuhi untuk sahnya sebuah perkawinan, yaitu:
Kesepakatan kedua belah pihak (consensus ad idem) Artinya, kedua belah pihak yang akan menikah harus telah sepakat untuk menikah dan memahami hak dan kewajiban yang akan dimilikinya dalam perkawinan tersebut.
Persetujuan orang tua atau wali (consent) Jika calon suami atau istri masih di bawah umur atau belum dewasa (belum genap 21 tahun), maka harus mendapatkan persetujuan dari orang tua atau wali yang sah. Persetujuan tersebut harus diberikan secara sukarela dan tanpa adanya paksaan.
Tidak dalam ikatan perkawinan atau hubungan kekerabatan yang terlarang (prohibited degree of relationship) Perkawinan tidak sah jika dilakukan antara dua orang yang memiliki hubungan kekerabatan yang terlarang, seperti antara saudara kandung, saudara sepupu, dan sebagainya.
Tidak sedang dalam keadaan terikat dengan perkawinan lain (no prior existing marriage) Calon suami atau istri tidak boleh sedang dalam ikatan perkawinan yang masih berlaku, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Jika ada, maka perkawinan yang baru tidak sah dan dianggap bigami. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), prinsip perkawinan juga mencakup beberapa hal yang sama dengan UU No. 1 tahun 1974, yaitu kesepakatan kedua belah pihak, persetujuan orang tua atau wali, dan tidak dalam ikatan perkawinan atau hubungan kekerabatan yang terlarang.
KHI atau Kompilasi Hukum Islam adalah kumpulan hukum-hukum yang berkaitan dengan agama Islam di Indonesia. Adapun prinsip perkawinan menurut KHI adalah sebagai berikut: Persetujuan:
Perkawinan harus dilakukan dengan persetujuan yang sah dari kedua belah pihak yang akan menikah. Persetujuan tersebut harus diberikan secara sukarela dan tanpa adanya paksaan.
Wali: Dalam perkawinan, calon pengantin perempuan harus memiliki wali yang sah. Wali tersebut bisa berupa ayah, kakek, kakak, atau paman dari calon pengantin perempuan. Apabila tidak ada wali sah, maka calon pengantin perempuan dapat ditunjuk oleh hakim sebagai wali pengantin.
Mahr: Perkawinan harus disertai dengan mahar, yaitu mas kawin atau harta yang diberikan oleh suami kepada istrinya sebagai tanda cinta dan penghargaan. Besar mahar disepakati oleh kedua belah pihak.